Karena hendak mengungkap sebuah kejahatan di kampusnya, Arjuna, pemuda 18 tahun, menjadi sasaran balas dendam teman-teman satu kampusnya. Arjuna pun dikeroyok hingga dia tercebur ke sungai yang cukup dalam dan besar.
Beruntung, Arjuna masih bisa selamat. Di saat dia berhasil naik ke tepi sungai, tiba-tiba dia dikejutkan oleh sebuah cincin yang jatuh tepat mengenai kepalanya.
Arjuna mengira itu hanya cincin biasa. Namun, karena cincin itulah Arjuna mulai menjalani kehidupan yang tidak biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berangkat Ke Kampus
"Ternyata benar, Tuan, di sana ada gerobag siomay dan batagor," ucap salah satu anak buah setelah melihat hasil rekaman pada mobil.
"Tapi tidak ada orangnya," ucap Tarmini yang juga ikut menyaksikan hasil rekaman.
"Kemungkinan orangnya lagi buang air di sungai, Nona," jawab sang anak buah. "Apa lagi saat itu hujan dan dingin. Pasti bawaannya pengin buang air."
"Masuk akal," sahut Bratawali. "Baiklah, kalau begitu kalian cari pemilik gerobag itu. Jika dia lewat daerah itu, kemungkinan dia juga tinggal tak jauh dari tempat itu."
"Baik Tuan," dua anak buah itu langsung beranjak.
"Tuan mau kemana?" tanya Tarmini kala melihat Bratawali beranjak dari duduknya.
"Aku mau mandi," jawab pria tua. "Pudel, kamu di sini saja ya. Nanti setelah mandi, kita jalan-jalan," pamit Bratawali pada anjing kesayangannya. Pria itu pun beranjak menuju kamarnya.
"Wahh, sekarang saatnya aku beraksi," gumam Tarmini tersenyum jahat sambil menatap binatang kesayangan Bratawali.
Sementara itu di tempat lain, Juna terlihat sedang bersiap untuk berangkat kuliah. Beruntung, hari ini tidak ada mata kuliah karena dua hari lagi liburan semester tiba. Juna berangkat karena ada acara bersama teman-temannya.
"Cincinnya tidak kamu bawa?" Sosok tak kasat mata bertanya ketika Juna hendak keluar dari kamarnya.
"Oh iya," Juna pun segera maraih cincin yang sedari semalam tergeletak di atas meja. "Tapi aku tidak percaya diri pakai cincin seperti ini."
"Lebih baik taruh di tempat lain, tempat yang aman," Klawing memberikan usulan yang membuat Arjuna agak berpikir.
"Oh iya, taruh di sini aja," Arjuna mengeluarkan rantai lembut yang dia gunakan untuk kalung.
"Apa di situ aman?" Klawing sepertinya agak ragu.
"Kalau ditutupi kaos, udah pasti aman," balas Juna. "Lagian kan ada kamu. Bukankah kamu akan mengikutiku kemanapun aku pergi?"
"Baiklah," Klawing pasrah.
Juna pun tersenyum dan dia segera turun. Namun saat langkah kakinya sampai di halaman rumah, Juna dibuat terkejut dengan apa yang dia saksikan.
"Pak, itu gerobagnya mau di bawa kemana?" tanya Juna kala menyaksikan gerobagnya sudah berada di atas mobil puck up.
"Mau Bapak Jual," jawab Bapak tenang.
"Lah, kok dijual?" Juna pun melayangkan protes. "Itu kan masih digunakan buat jualan, Pak. Terus nanti aku jualannya pakai apa?"
"Bapak sudah dapat lapak buat kamu," balas Bapak begitu santai. "Daripada tiap pulang dagang kamu pulang babak belur, mending gerobagnya yang dikorbanin."
"Benar tuh," celetuk Klawing.
"Diam kamu!" hardik Juna.
"Apa! Kamu nyuruh Bapak diam?" Si Bapak salah paham.
"Aduh, bukan, Pak, bukan, bukan sama Bapak," Juna langsung gelagapan. "Ya udah, Pak, Juna berangkat dulu," daripada urusannya makin panjang, Juna memilih segera menyalakan mesin motor setelah mencium punggung tangan bapaknya.
"Hahaha..." Klawing tertawa sangat keras. Sedangkan Juna hanya bisa menahan rasa kesal.
Begitu motor melaju, Juna merasakan ada sosok yang duduk di belakangnya. "Kamu nggak bisa terbang?" tanya Juna agak terteriak. "Kamu kan hantu, kenapa malah duduk di belakang?"
"Lagi malas," jawab Klawing enteng. "Lagian aku penasaran, dengan benda yang kamu tunggangi ini. Kok bisa lebih cepat dari kuda ya?"
"Emang kamu nggak pernah naik ini?" tanya Juna.
"Saya seringnya diajak naik itu, yang rodanya ada empat."
Juna tahu, kendaraaan apa yang dimaksud Klawing dan,Juna hanya bisa tersenyum sinis. "Oh iya, tadi waktu kamu bersuara di depan Bapak, apa Bapak tidak mendengar suaramu?"
"Iya," jawab Klawing. "Yang bisa mendengar suara saya, cuma pemegang cincin itu."
"Wahh... kalau begitu, nanti saat di kampus, kamu jangan banyak bersuara. Ntar yang ada, aku disangka orang gila."
"Baiklah."
Juna tersenyum dan dia sedikit menambah kecepatan motornya agar lekas sampai ke kampus.
Kurang lebih memakan waktu dua puluh menit, akhirnya Juna sampai di tempat tujuan. Setelah motornya terparkir, Juna segera melangkah dan menghubungi salah satu temannya melalui ponsel.
"Wahh.. ternyata kamu selamat, Jun," celetuk seseorang, membuat langkah Juna terhenti.
"Kenapa? Kamu berharap aku tenggelam?" Juna memandang remeh pada salah satu anak muda yang semalam mengeroyoknya.
"Memang, hahaha..." sosok bernama Denis itu terbahak.
"Beraninya keroyokan aja, bangga," cibir Juna.
"Apa kamu bilang?" raut wajah Denis langsung berubah.
"Aku cuma ngomong fakta, kenapa? Nggak terima?" Juna pun semakin meremehkan.
"Kau," Denis langsung dan bersiap untuk meninju Juna. Namun, di saat tangan itu melayang, dengan sigap Juna langsung menangkis.
"Ini kampus. Kalau kamu mau bikin keributan dan rahasia kamu terbongkar, ayo, kita tarung di sana," Juna menunjuk tanah lapang yang letaknya persis di depan gedung kampus.
Mata Denis melebar. Tentu saja, dia hanya bisa menahan amarahnya tanpa bisa berbuat apa-apa.
"Jangan mentang-mentang orang tua kamu kaya, kamu bisa seenaknya, Den," Juna benar-benar meruntuhkan harga diri musuhnya.
Bahkan, setelah mengejek Denis, Juna masih sempat menyeringai ketika dia hendak pergi, meninggalkan Denis yang menahan segala amarahnya.
"Apa anak itu yang kemarin mengeroyokmu?" tanya Klawing, begitu langkah Juna memasuki area yang cukup sepi.
Juna mengangguk. "Dia pasti sekarang lagi lapor ketuanya."
"Astaga... kenapa tidak jauh beda dengan jaman saya dulu ya?" Klawing merasa heran. "Jaman dulu juga seperti ini, orang kaya yang jahat, sukanya main keroyokan. Seperti tidak punya nyali."
"Ya begitulah. Apa lagi kalau sudah berkuasa, mereka semakin arogan dan nggak mau kalah," ucap Juna lalu dia melambai tangan ke arah sekumpulan anak muda yang sudah menunggunya.
Begitu mendekat, Juna langsung diberondong pertanyaan oleh-teman karena kondisi wajah Juna yang masih tercetak luka lebam di beberapa bagian.
Tak jauh dari Juna, Klawing hanya memperhatikan interaksi yang sedang Juna lakukan bersama teman-temannya. Sesekali Klawing bahkan ikut tersenyum, ketika suara tawa Juna dan teman-temannya pecah.
Namun keseruan sekumpulan anak muda itu terganggu dengan kehadiran empat anak orang kaya, yang sangat tidak diharapkan kehadirannya.
#####
Sementara itu di sebuah rumah mewah, Bratawali nampak sedang mengenakan baju setelah tadi selesai mandi.
Karena harta yang sangat melimpah, pria itu jadi lupa diri kalau usianya sudah cukup tua. Keseharian pria itu, hanya bersenang-senang tanpa mengenal waktu.
Harta itulah yang dikumpulkan Klawing selama ini. Secara turun temurun, nenek moyang Bratawali memanfaatkan Klawing untuk melakukan tindak kejahatan.
Namun, karena keserakahan pula, Bratawali sama sekali tidak memiliki keluarga. Dulu, gara-gara cincin batu klawing, keluarga nenek moyang Bratawali sampai saling menikam satu sama lain, demi bisa menguasai cincin tersebut.
Cincin batu klawing jatuh pada pihak keluarga yang paling kuat. Karena tidak mau terjadi tragedi berdarah lagi antar keluarga, nenek moyang Klawing memutuskan harus memiliki satu keturunan saja.
Setelah cukup rapi, Bratawali pun bersiap mengenakan aksesoris yang dia kenakan. Namun, saat hendak mengenakan cincin pusakanya, pria tua itu dibuat terkejut karena cincin pusaka yang biasa dia pakai, tidak ada pada tempatnya.
lanjut thor 🙏