“Jangan berharap anak itu akan menggunakan nama keluarga Pratama ! Saya akan membatalkan pernikahan kami secara agama dan negara.”
Sebastian Pratama, pewaris tunggal perusahaan MegaCyber, memutuskan untuk membatalkan pernikahannya yang baru saja disahkan beberapa jam dengan Shera Susanto, seorang pengacara muda yang sudah menjadi kekasihnya selama 3 tahun.
Shera yang jatuh pingsan di tengah-tengah prosesi adat pernikahan, langsung dibawa ke rumah sakit dan dokter menyatakan bahwa wanita itu tengah hamil 12 minggu.
Hingga 1.5 tahun kemudian datang sosok Kirana Gunawan yang datang sebagai sekretaris pengganti. Sikap gadis berusia 21 tahun itu mengusik perhatian Sebastian dan meluluhkan kebekuannya.
Kedekatan Kirana dengan Dokter Steven, yang merupakan sepupu dekat Sebastian, membuat Sebastian mengambil keputusan untuk melamar Kirana setelah 6 bulan berpacaran.
Steven yang sejak dulu ternyata menyukai Kirana, berusaha menghalangi rencana Sebastian.
Usaha Steven yang melibatkan Shera dalam rencananya pada Sebastian dan Kirana, justru membuka fakta hubungan mereka berempat di masa lalu.
Cover by alifatania
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 Ajakan Bertemu
Kirana sedang merapikan dokumen dari beberapa divisi untuk ditandatangani Sebastian.
Akhir-akhir ini, CEO MegaCyber itu bertambah kesibukannya karena sudah menandatangani kontrak kerjasama untuk proyek di Kalimantan. Bara, Evan dan Samuel merupakan tim penunjang MegaCyber di lapangan, plus Arman dan Milan untuk tim khusus di internal perusahaan.
Kirana melirik handphonenya yang bergetar sebagai notifikasi ada pesan masuk. Semula ingin ia abaikan, namun tulisan “saya ingin bertemu” menarik perhatiannya.
Pesan itu masuk dari nomor baru yang belum tersimpan di memorinya. Kirana menggeser icon untuk mengaktivasi handphonenya dan menyentuh nomor yang mengirimkan pesan.
NN : saya ingin bertemu. Kita selesaikan masalah yang belum tuntas.
Kirana mengernyit. Apa mungkin kalau nomor ini salah mengirimkan pesan. Kirana pun mengabaikannya dan kembali fokus pada dokumen di depannya.
NN : apa karena statusmu sudah menjadi kekasih Sebastian sampai pesan saya tidak dibalas ?!
Kirana kembali mengerutkan dahinya. Kenapa pikirannya langsung tertuju pada Shera ? Masalah apa yang belum tuntaa ? Apakah Shera ingin kembali pada Sebastian ?
Otak Kirana dipenuhi dengan pikiran negatif. Dan untuk menghentikannya, Kirana pun mengirim pesan pada nomor yang tadi.
Kirana : maaf, ini dengan siapa ya ?”
NN : Nyonya Rosa !
Mata Kirana langsung membelalak. Darimana Tante Rosa mendapatkan nomornya. Lagipula masalah apa lagi yang belum tuntas ? Soal Steven ? Sejak dulu Kirana tidak memiliki perasaan lebih dari seorang sahabat biarpun mereka cukup dekat. Dan sampai detik ini, bukan Kirana yang terus mengejar Steven, tapi malah sebaliknya. Bahkan Kirana sampai harus sering berbohong demi menghindari dokter anak itu.
Kirana : kapan NYONYA ingin bertemu dengan saya ?
Kirana sengaja mengetik kata nyonya dengan huruf besar semua. Tanpa Tante Rosa tahu, Kirana ingin meninju langsung wajah perempuan arogan itu.
NN : Sore ini !
Huufftt.. Kirana menarik nafas, mengatur emosinya yang sudah ingin meledak. Dilihatnya jam dinding yang ada di ruangan. Hampir pukul 3 sore.
Kirana : Ini sudah sore, NYONYA. Saya hanya bisa sesudah jam pulang kantor.
NN : saya tunggu jam 5 di cafe XX !
Kirana jadi tambah emosi. Apa Tante Rosa tidak tahu kalau umumnya jam kantor itu berakhir pukul 5. Malas benar kalau harus ijin hanya untuk menemui wanita pemarah sepertinya.
Kirana membuka laman bantuan dan mencari posisi cafe yang disebutkan oleh Tante Rosa atau Nyonya Rosa itu. Dia langsung menggerutu. Letak cafe itu cukup jauh dari gedung MegaCyber, belum lagi dengan lalu lintas yang padat saat jam bubaran kantor.
Kirana membuka lokasi cafe dengan aplikasi penunjuk jalan. Dia menarik nafas kesal. Dicek saat jam 3 saja, jarak tempuh ke sana membutuhkan waktu 40 menit, berarti kalau sesudah jam 4.30 bisa memakan waktu 2 sampai 3 kali lipatnya dari waktu normal.
Sebastian memang tidak akan kembali ke kantor. Kekasihnya sudah mengirimkan pesan meminta Kirana pulang lebih dulu diantar Pak Tomo, sopir kantor.
Kirana menatap tumpukan dokumen yang harus diselesaikannya. Rasa malasnya bertemu dengan Tante Rosa dilawannya sekuat hati. Sekarang atau nanti DLBK Tante Rosa harus dituntaskan sampai ke akar-akarmya.
Sambil memeriksa dokumen, sesekali Kirana mengetik pesan untuk Sebastian. Hatinya bimbang mempertimbangkan bicara apa adanya kalau ia akan bertemu Tante Rosa atau cukup bilang akan bertemu seorang teman.
Setalah merapikan satu berkas dan masih tersisa 4 di atas mejanya, Kirana yang sejak tadi menimbang-nimbang akhirnya memutuskan untuk berbicara terus terang pada Sebastian. Bisa runyam kalau akhirnya Sebastian tahu.
Kirana : Bee, aku bisa ijin pulang jam 15.30 ? Tadi Tante Rosa mengirim pesan padaku ingin bertemu.
Ternyata kali ini pesan Kirana langsung terbaca. Dan bukan membalas pesan, Sebastian malah langsung menelepon Kirana.
“Mau apa lagi Tante Rosa menemuimu ?” Suara Sebastian terdengar emosi.
“Aku juga tidak tahu, Bee. Tante Rosa hanya bilang ingin menyelesaikan masalah yang belum tuntas.”
“Apa Steven juga akan ikut dalam pertemuan itu ?”
“Bee, soal itu aku juga tidak tahu pasti. Tapi dari pengalamanku, tidak mungkin Tante Rosa mempertemukan aku dengan Steven. Sejak dulu malah ia berusaha menjauhkan aku daei Steven.”
“Kamu yakin kalau yang mengirim pesan padamu adalah Tante Rosa, bukan Steven ?”
Kirana tersenyum. Sebastian masih saja menyimpan khawatir hingga begitu posesif pada Kirana kalau sudah dihadapkan dengan masalah yang berhubungan dengan sepupunya itu. Meskipun seperti mengekang, Kirana merasa bahagia, karena baginya itulah bukti kesungguhan Sebastian mencintai dirinya.
“Aku bahkan tidak menyimpan nomor Steven yang sekarang, Bee.”
Sebastian terdiam. Notifikasi pesan masuk terdengar di handphone Kirana. Gadis itu menjauhkan handphone dari telinganya dan meillihat nama “My Bee” di sana.
“Honey,” terdengar panggilan Sebastian membuat Kirana kembali mendekatkan handphone ke telinganya.
“Aku mengirimkan nomor Steven yang aktif untuk kamu cocokan dengan nomor yang mengirimkan pesan padamu atas nama Tante Rosa. Ingat Kirana ! Hanya untuk mencocokan bukan supaya kamu sering-sering menghubungi mantanmu itu.” Omelan Sebastian di handphone bagaikan melodi cinta yang membuat hati Kirana berbunga-bunga.
Dia senyum-senyum sendiri membayangkan raut wajah kesal Sebastian kalau sudah membicarakan soal. Steven.
“Kirana. ! Honey !” Nada kesal terlontar dalam kalimat Sebastian yang merasa panggilannya diabaikan.
“Jangan bilang kamu sedang membayangkan Steven saat ini !” Dengusnya kesal.
Kirana tertawa pelan. Ingin rasanya melihat langsung wajah Sebastian saat ini.
“Bee, boleh aku merubah jadi vc ?”
“Kenapa ? Mau merayuku karena tertangkap basah memikirkan Steven ?”
Kirana kembali tertawa pelan.
“Bukan memikirkan Steven, justru aku sedsng membayangkan betapa menggemaskan wajah Sebastian Pratama kalau sedang mengomel karena cemburu.”
“Kamu mengejekku ?” Gerutu Sebastian.
“Boleh ya, Bee ? Kan malam ini kita tidak akan bertemu karena kamu masih harus lembur.”
Tanpa menjawab, Sebastian langsung merubah panggilannya menjadi video call.
“Sudah senang sekarang ?”
“Aku kangen,” ucap Kirana spontan dengan wajah sendu.
“Kamu kangen karena habis membicarakan Steven ?” Wajah Sebastian masih cemberut.
“Ya sudah kalau kamu nggak suka aku gombalin, tutup saja teleponnya,” Kirana merajuk dan meraih handphonenya hendak memutus sambungan video call.
“Kirana !” Seruan Sebastian yang cukup keras membuat Kirana sedikit mengernyit.
Kirana langsung menjauhkan handphonenya dari wajahnya dan meletakan di meja bersandarkan tempat pensil kayu yang ada di mejanya.
Bukan hanya Kirana yang kaget, ternyata orang-orang yang ikut meeting dekat Sebastian ikut menoleh, menatap ke arah handphone.
Wajah Kirana mendadak memerah karena malu saat melihat seringai jahil yang ditunjukan Samuel di belakang Sebastian.
“Halo Honey Bunny Pie,” suara Samuel yang sengaja dibuat-buat seperti anak kecil itu membuat Kirana terkikik.
Kirana bisa melihat Sebastian langsung menoleh ke arah Samuel dan sudah dipastikan dengan tatapan ingin menelan Samuel hidup-hidup.
“Bee,” panggil Kirana saat melihat Sebastian belum menatap ke arah kamera lagi.
“Yes Honey,” kali ini Kirana bisa mendengar suara Evan yang sedang melambaikan tangannya di dalam video. Kirana kembali cekikikan.
Seperti tadi, tanpa peringatan apapun, Sebastian kembali merubah video call menjadi panggilan biasa.
“Bee,” Kirana memanggil Sebastian lagi. Kali ini Kirana memanggilnya dengan lembut dan mendayu.
“Kamu hanya boleh pergi kalau ditemani Pak Tomo. Tidak usah bicara panjang lebar, langsung poin pentingnya saja. Dan ingat, begitu kamu melihat Steven ada di sana juga, langsung batalkan tanpa harus menemuinya.”
Kirana tersenyum. Biarpun Sebastian mengucapkan dengan nada tegas layaknya seorang CEO sedang memberi perintah, tapi tetap saja bagi Kirana adalah bentuk perhatian dan cinta dari Sebastian.
“Terima kasih, Bee. Aku pasti ingat semua pesanmu. I love you,” suara Kirana terdengar lebih pelan di akhir kalimatnya. Wajahnya memerah karena malu.
Baru kali ini ia menutup pembicaraan mereka dengan kata i love you. Biasanya hanya Sebastian saja yang mengucapkannya.
“I love you too,” gumam Sebastian namun terdengar jelas di telinga Kirana.
Sama seperti Kirana, Sebastian juga sedang merasakan kebahagiaan. Tanpa sadar dia senyum-senyum sendiri, membuat Samuel dan Evan yang sempat mendapat tatapan membunuh Sebastian saling menoleh dan keduanya sama-sama memgangkat bahu.
“Papa Bucin,” ujar Dion dengan nada meledek.
Tapi seakan Sebastian tidak mendengar atau tidak peduli. Pria itu meraih kertas yang ada di meja tanpa membaca isinya karena masih sibuk senyum-senyum sendiri.
“Sebastian ! Sebastian wooii !” Samuel yang paling jahil mengibas-kibaskan tangannya di depan wajah Sebastian.
Sebastian menoleh dengan wajah kesal. Sepertinya Samuel telah mengganggu kesenangannya.
“Elo diapain sama Kirana ? Tuh lihat !” Samuel menunjuk pada lembaran kertas yang dipegang Sebastian.
“Sejak kapan elo bisa baca tulisan terbalik ?” Ledeknya. Sebastian langsung melihat ke arah kertas yang dipegangnya. Seperti kata Samuel, posisi tulisannya justru menghadap ke meja, sementara yang dibaca Sebastian adalah bagian yang kosong.
Sontak para sahabatnya termasuk Dion tertawa membuat Sebastian langsung memukul kepala Samuel dengan gulungan kertas yang dipegangnya.