--Balas dendam terbaik adalah dengan menjadi pemenang sejati--
Setelah dicampakkan ayahnya dan diputus status sebagai Tuan Muda saat usia delapan tahun karena kutukan, Xavier bangkit sebagai sisi yang berbeda setelah dewasa. Mengusung nama besar Blood dengan menjadi panglima perang sejati dan pebisnis andal di kekaisaran.
Namun ... pada akhir dia tetaplah sampah!
---Ekslusif di NOVELTOON---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ɛpɪsoʊd 6
Permintaan maaf Homer tentang ketidakmampuan menyembuhkan kutukan cucunya sudah terucap mungkin sudah ribuan kali sejak Xavier kecil resmi dalam tanggung jawabnya.
Semua upaya telah dilakukan, sampai akhir Xavier memintanya menyerah saja dan Xavier akan berjuang sendiri untuk hidupnya termasuk urusan kutukan itu.
Homer semakin sedih ketika cucunya mengatakan akan menikahi Putri Ashiana. Dia tahu jelas bagaimana kondisi wanita itu, karena rumornya sudah melekat sejak Ashiana kehilangan orang tuanya bertahun-tahun silam.
Tapi pada akhir mereka tak bisa berbuat apa-apa selain menerima takdir Xavier yang bagai sampah.
Restu kakeknya sudah didapat. Hanya do'a yang mengalir seperti sungai di surga, tapi beliau tak bisa hadir---tidak untuk menonjolkan diri sebagai dua pribadi berbeda---Hiu Laut Selatan dan juragan loak seperti yang diketahui Balthazar De Jongh.
Dan pernikahan itu pun benar-benar telah terjadi hari ini. Sesuai keadaan, hanya Xavier yang mengucap janji, tidak dengan Ashiana yang tak sehat itu. Sisanya dilakukan secara tertulis, maka mereka telah sah jadi pasangan suami istri di mata hukum kekaisaran.
Kaisar menepati ucapannya, menjadikan pesta resepsi pernikahan mereka tetap meriah. Meski Xavier sempat menolak dan meminta resepsi sederhana atau cukup hanya pemberkatan saja, tidak tergugat, Kaisar Bjorn tetap pada keputusannya yang seperti ketukan palu.
Panglima perang hebat yang menikahi putri dengan gangguan mental.
Tajuk berita itu sudah mewabah di seluruh surat kabar Zorg dari sepekan lalu.
Alhasil ....
Meskipun awalnya pujian kecantikan terus terlontar karena penampilan dengan gaun pengantin yang membuatnya benar-benar seperti dewi, pada akhir Ashiana tetap berhasil jadi tontonan dan bahan olok semua tamu seperti hiburan gratis yang tanpa karcis.
Tapi Xavier yang paling fatal terkena imbas dalam pesta pernikahannya sendiri.
“Bagaimana bisa iblis perang itu menerima istri yang tidak waras?!”
“Kau pikir apa?! Tentu saja karena tidak ada wanita lain yang mau dengan aroma tubuh sebusuk itu!”
“Benar! Baginya putri dengan gangguan mental pun sudah sangat jadi keberuntungan.”
Suara-suara sumbang yang memuakkan.
“Putri, Anda harus tetap di singgasana pengantin. Tidak boleh berlarian seperti ini!” Dibantu seorang dayang, kepala pelayan istana menarik Ashiana yang sekarang tengah sibuk melahap banyak makanan secara acak, setelah sebelumnya mencabuti bunga-bunga yang jadi hiasan dalam acara lalu menabur-naburkannya ke udara seperti kapas.
Putri yang tidak bisa bicara itu menolak dengan tepisan yang cukup kasar, tidak suka diganggu. Sesuap besar kue dengan krim tebal masuk ke dalam mulutnya lalu dikunyah serampangan kemudian bertepuk tangan.
Benar-benar gila.
Di tempatnya, Bjorn terus memohon maaf dan meminta maklum pada para tamunya, dibantu istri dan Putra Mahkota, mewakili Ashiana sendiri dan suaminya.
“Hanya ini hadiah besar yang bisa kami berikan pada Putri. Tolong Anda semua memakluminya. Tetaplah nikmati pesta ini sampai selesai. Jangan terganggu dengan tingkah putri yang demikian.”
Pandangan orang-orang, letak masalahnya bukan pada Ashiana, melainkan miris pada nasib Xavier yang menyedihkan.
Akan tetapi bukan seperti keluarga Kaisar yang Xavier lakukan. Dia tidak meminta maaf apalagi pemakluman kondisi pada semua tamu. Xavier adalah dirinya sendiri dan Ashiana adalah tanggung jawabnya mulai hari ini. Seburuk kondisi mental wanita itu, akan lebih buruk jika dia tak bisa berperan sebagai seorang suami.
“Biar aku saja!"
Dayang dan kelapa pelayan laki-laki tua pun menyisi memberi celah untuk Xavier. Pria itu mendekati wanita tak waras yang kini telah sah jadi istrinya.
“Sayang ... kau boleh habiskan semua makanan yang ada, tapi sekarang cukup dulu, ya. Ini hari pernikahan kita, kau harus tetap cantik.” Dengan jemarinya, secara halus Xavier mengusap bibir Ashiana yang belepotan krim dipulas senyuman teduh.
Tatapan semua orang melebar disuguhi pemandangan demikian, terperangah bersamaan.
Putri Anolla yang biasa bertatap dingin pun nampak tersenyum dalam keterkejutannya. Disikapi Arion---Putra Mahkota dengan pandangan heran.
“Ann, kau sesenang itu?!”
Anolla menoleh saudaranya dan mengangguk puas. “Ya. Bukankah itu pemandangan manis, Saudaraku?”
Putra Mahkota terdiam, tidak bertanya lagi, syok sekali.
Di sisi lain, Balthazar dan Esmera menggeram dalam diam, sedang Keelan hanya terkejut tapi tak berlebihan.
“Aku lumayan takjub, saudara busukku bisa juga melakukan hal bodoh seperti itu," cibir Keelan dengan senyum oloknya.
Meski dijejali sesak dengan cibiran, Xavier tetap dalam garisnya, tidak terusik.
Anehnya, putri Ashiana yang sedari tadi tidak bisa diam pun langsung tenang, tidak berontak saat Xavier membersihkan wajah dan gaunnya yang penuh remah makanan.
Dua dayangnya bahkan sampai menganga, tak bisa berkata-kata.
Lalu pekikan keras para gadis terdengar saat Xavier menggendong istrinya dalam pangkuan ala bridal, terlihat seperti menggendong buntalan kapas, ringan dan nampak gagah, lalu mendekat ke arah Kaisar.
“Maaf, Yang Mulia, saya bawa Putri ke kamar dulu. Gaunnya harus diganti.”
“Si-silakan, Kapten!” Kaisar mengizinkan bahkan sampai terpatah.
“Terima kasih," ucap Xavier, lalu pada semua orang, “Maaf, Semuanya. Saya permisi sebentar mengantar Putri mengganti gaunnya.”
Semua mengangguk dengan tatapan tetap di mode sama.
Sikap Xavier yang bagai darah itu terus mengejutkan semua orang.
Mata Xavier kemudian mengkode dua dayang Ashiana untuk mengikutinya. Mereka melanting cepat tanpa babibu.
“Semuanya bisa melanjutkan menikmati pesta!" Kaisar mengalihkan semua perhatian yang seolah tersihir oleh perlakuan dan sikap Xavier yang di luar dugaan.
Ashiana kembali diboyong ke ruang rias di lantai atas.
Seperti awal, kedua tangannya diikat pada pegangan kursi agar tidak berulah saat didandani.
Xavier menunggu di luar, duduk di meja sembari menikmati segelas anggur.
Tak lama, Luhde datang menghampirinya setelah mendapat izin masuk dari penjaga, mengaku sebagai asisten Xavier di rumah. Kesempatan yang sepertinya sudah sangat dia tunggu untuk menemui Xavier secara cepat tanpa mengganggu resepsi.
Tatapan Xavier langsung pada kedatangannya.
“Saya menemukan sedikit informasi, Tuan Muda” katanya dengan suara sedikit dipelankan agar tak didengar lantang pihak selain mereka berdua.
“Katakan cepat!" titah Xavier.
Luhde mengangguk lalu mengungkap, “Nona bertopeng itu pernah berkeliaran di Kerajaan Ardas. Menyembuhkan penyakit para penduduk sekitar sana yang terkena wabah."
Melalui matanya, Xavier menunjukkan ketertarikan. “Kapan itu terjadi?”
“Sekitar satu bulan lalu."
Wajah Luhde dijadikan objek untuk berpikir, lalu menurunkan perintahnya setelah itu, “Utus beberapa orang untuk mencari. Jika dapat, tawarkan uang yang banyak. Dan jika dia menolak, buru dan segera bawa padaku! Aku yang akan memintanya secara langsung.”
“Baik, Tuan Muda!”
Luhde berlalu cepat. Ini yang dia butuhkan, perintah langsung dari Xavier.
Lima menit lepas Luhde berlalu.
Pintu ruangan di mana Ashiana dirias perlahan tersibak.
“Putri sudah selesai, Kapten.”
Perhatian dari anggurnya dialihkan suara itu, Xavier menoleh ke ambang pintu lalu melebarkan mata dan terperangah.
Tentu saja disihir penampilan kedua Ashiana yang semakin berkilauan seperti danau bintang di Halderas.
Perias dan dua asisten-nya tersenyum puas melihat ekspresi Xavier.
“Apakah kau puas dengan penampilannya, Kapten?"
Menanggapi pertanyaan si wanita perias, Xavier menjawab, “Tentu saja.” Sudah kembali pada keasliannya, lalu berdiri. “Tidak ada yang bisa menandingi kecantikan istriku. Dewi bunga dari kayangan pun akan merasa rendah.”
Berbarengan ucapan itu, tangan Xavier terjulur pada istrinya. “Putri Ashiana, istriku, kita pemeran utama di acara hari ini. Ayo kembali ke pesta.”
Dengan tatapan bingung dan polosnya, Ashiana melihat ke bening merahnya mata Xavier.
Tanpa menunggu keputusan wanita itu, Xavier meraih pergelangan tangan Ashiana lalu menariknya dalam gandengan, berjalan bersama keluar dari ruangan.
Para perias langsung membekap mulut, dada mereka sampai berdebar.
“Aku mengharap yang lebih indah dibanding itu.”
Di tangan Xavier, berubah menjadi tanah mematikan ( untuk musuh2nya )...
/Drool//Drool//Drool/