NovelToon NovelToon
My Suspicious Neighbour

My Suspicious Neighbour

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Cintapertama / Mata-mata/Agen / Romansa / Trauma masa lalu
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Difar

Mbak Bian itu cantik.

Hampir setiap pagi aku disambut dengan senyum ramah saat akan menikmati secangkir kopi hangat di kafe miliknya.

Mbak Bian itu cantik.

Setiap saat aku ingin membeli produk kecantikan terbaru, maka mbak Bian-lah yang selalu menjadi penasehatku.

Mbak Bian itu cantik.

Setiap saat aku butuh pembalut, maka aku cukup mengetuk pintu kamar kost tempat mbak Bian yang berada tepat di sampingku.

Ah, mbak Bian benar-benar cantik.

Tapi semua pemikiranku sirna saat suatu malam mbak Bian tiba-tiba mengetuk pintu kamarku. Dengan wajah memerah seperti orang mabuk dia berkata

"Menikahlah denganku Cha!"

Belum sempat aku bereaksi, mbak Bian tiba-tiba membuka bajunya, menunjukkan pemandangan yang sama sekali tak pernah kulihat.

Saat itu aku menyadari, bahwa mbak Bian tidaklah cantik, tapi.... ganteng??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Difar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6. Arbian atau Bianca?

"Lo, Arbian kan? Arbian bagaskara?"

Pria itu memandang mbak Bian dengan tatapan tak percaya. Dia terus berpindah ke kiri dan ke kanan, ke depan dan ke belakang dengan mata membelalak lebar.

"Buset, Bian yang dulu macho sekarang cantik begini?"

Ucapnya histeris sambil menepuk bahu mbak Bian hingga gelato di tangannya mbak Bian yang tadi dia angkat untuk menggodaku terjatuh.

 

Tidaaakkkk!!!

Gerakan jatuh cup gelato itu seperti gerakan slow motion di mataku. Sebisa mungkin aku berusaha melakukan operasi penyelamatan gelato agar tak jatuh. Tapi sia-sia, aku kalah cepat dengan gaya gravitasi bumi. Aku menghela nafas sedih sambil menatap cup gelato yang sudah terjatuh ke atas lantai dengan posisi terbalik.

Ya tuhan! Tahu begini aku nggak bakalan bersikap malu-malu Komodo dan menolak tawaran mbak Bian tadi.

 

Aku langsung memandang galak ke arah pria menyebalkan yang berani-beraninya mencederai makanan berharga bernama gelato. Mataku memancarkan tatapan yang seakan berkata

‘Berani-beraninya kau membuat cinta hidupku bernama gelato jatuh? Ngajak gelud kau ya?'

Pria itu sepertinya menyadari tatapanku. Dia lalu mengerutkan alis bingung, sepertinya tak paham pesan yang tersirat melalui mataku.

 

"Apa?"

Tanyanya polos, seakan tak berdosa. Membuat emosiku semakin memuncak.

 

"Lah, itu gelatonya jatuh. Mas tahu nggak kalau perbuatan mas ini termasuk perbuatan tidak menyenangkan? Lagian mas udah nyakiti banyak orang juga! Bayangin ada berapa orang di muka bumi ini yang pengen makan gelato? Belum lagi yang capek ngeracik, nyiptain rasa, produsen cupnya, cleaning service yang bersihin tumpahannya. Bayangkan mas, bayangkan!"

Omelku histeris dengan ekspresi frustasi, ngos-ngosan karena terlalu menggebu-gebu.

 

Pria itu hanya terbengong menatapku, mulutnya menganga, membuat jiwa jahatku meronta-ronta untuk memasukkan cabe bencong super pedas ke dalam mulutnya sebagai aksi balas dendam akan nasib malang gelato mbak Bian.

 

"Ya maaf."

Ucapnya canggung setelah tersadar dari kecengoannya. Dia lalu menggaruk kepalanya yang aku yakin sama sekali tak gatal.

Aku masih memasang ekspresi kesal

"Emang maaf mas bisa ngembaliin si gelato ke tangan mbak Bian? Nggak kan mas? Nggak!"

Aku kembali menatap gelato itu dengan tatapan sedih. Apalagi saat seorang pelayan yang mbak Bian panggil datang dan mulai membersihkan gelato yang terjatuh. Hiks.. gelatoku yang malang. Setelah gelato tak lagi di depan mataku, barulah aku tersadar dengan apa yang pertama kali pria itu ucapkan. Bukankah tadi dia memanggil mbak Bian dengan panggilan Arbian?.

 

Aku memandang pria itu dengan mata terbelalak, menunjukkan reaksi terlambatku yang tertunda akibat gelato. Sedangkan pria itu kembali terperanjat saat melihat ekspresi terkejutku. Mungkin dia pikir aku masih kesal karena insiden gelato.

Brakk!!

Mbak Bian tiba-tiba memukul meja kuat. Bahkan beberapa orang yang ada di sekitar meja kami langsung melirik ke arah kami.

 

"Lo, siapa?"

Tanya mbak Bian dingin ke arah pria itu.

Pria itu memandang mbak Bian tak percaya

"Hah? Lo lupa? Ini gue Ajun, teman seperjuangan lo setiap menghadap pak Narno, guru BK!”

Dia lalu menggelengkan kepala, lagi-lagi menepuk pundak mbak Bian tanpa ampun

"Kok bisa begini sih lo Bian? Padahal lo dulu macho banget. Masak jadi kayak LL, alias Luminta Lemper begini?"

Lanjutnya prihatin.

 

Aku dan otakku yang lemot se-galaksi bima sakti ini hanya bisa memandang bingung ke arah mereka. Berdasarkan kemampuan standarku dalam mencerna, pria ini berkata seakan-akan mbak Bian adalah seorang pria. Apalagi tadi dia memanggil mbak Bian dengan panggilan Arbian.

 

"Bukan!"

Mbak Bian masih memandang pria itu dengan tatapan dinginnya, bahkan melebihi gelato yang tadi kami nikmati.

"Gue Bianca Salsa!"

Tegasnya.

 

Pria itu menggelengkan kepala berkali-kali, terlihat tak percaya dengan apa yang mbak Bian ucapkan

"Gue yakin 1 juta persen lo Arbian. Bekas codet di atas punggung tangan lo buktinya. Gue ingat bekas itu karena tangan lo nyangkut di pagar sekolah waktu kita kabur setelah ketahuan korupsi bakwan di kantin!"

 

"Gue nggak ingat pernah begitu. Lagian gue sekolah di asrama, dan bekas ini memang tanda lahir gue kok."

 

"Ayolah Bian, berhentilah berpura-pura! Sekalipun lo udah kayak gini sekarang, gue tetap pengikut setia lo kok."

Ucap pria itu, masih keukeuh dengan pendapatnya.

"Apa perlu gue buktiin kalau gue bukan Arbian?"

Tantang mbak Bian, wajahnya sekarang sudah menunjukkan bahwa kekesalannya sudah berada di level maksimal.

 

Pria itu mengangguk cepat, membuat mbak Bian langsung berdiri dari posisinya. Sebelum pergi  mbak Bian tersenyum lembut kepadaku dan memintaku menunggu sebentar. Aku hanya bisa mengangguk, mempersilakan mereka menyelesaikan masalah identitas mbak Bian. Sebenarnya aku cukup kaget saat pria itu memanggiln nama mbak Bian dengan nama laki-laki. Tapi mbak Bian tetap bersikukuh bahwa pria itu salah orang. Benarkah pria itu salah orang? Atau... Mbak Bian benar-benar satu jenis seperti mbakmas LL?.

 

Tak lama mbak Bian dan pria itu kembali ke meja, menghampiriku yang mendapat satu cup gelato baru yang ternyata dipesan mbak Bian diam-diam.

 

"Ah, gue salah orang ternyata.”

Pria itu tersenyum canggung ke arahku dan mbak Bian

"Maaf ya karena kekeliruan gue. Kalau gitu gue pergi dulu ya, mau jemput nenek gue habis fitness."

Lanjutnya, langsung berlalu pergi tanpa mengizinkan kami membalas ucapannya.

 

"Udah ah, abaikan aja masalah tadi. Ayo di habisin gelatonya!"

Ucap mbak Bian lagi dengan suara lembut. Ekspresi hangat mbak Bian membuatku seketika lupa dengan tatapan dingin yang bau saja dia lontarkan ke arah pria itu. Aku hanya menganggukkan kepala. Diam-diam melirik ke arah punggung pria yang sudah semakin menjauh, terlihat sangat terburu-buru untuk pergi.

 

Jujur saja aku merasakan keanehan yang signifikan saat pria itu kembali ke meja setelah mengkonfirmasi identits mbak Bian. Entah kenapa pria itu menjadi lebih pendiam dan aku yakin, aku melihat keringat dingin bercucuran di keningnya. Bahkan dia hanya berani menatapku dan menghindari mata mbak Bian. Ekspresi pria itu membuatku teringat kepada Cancan, yang juga menunjukkan ekspresi yang sama setiap melihat mbak Bian. Antara takut dan ngeri. Memangnya, apa yang mereka takutkan dari mbak Bian?

 

***

 

Sepanjang perjalanan pulang, aku dan mbak Bian sama-sama terdiam. Menikmati alunan lagu Sheila on 7 dari radio. Ini salah satu persamaan yang membuatku menjadi semakin akrab dengan mbak Bian. Ya, kami sama-sama menyukai band asal kota gudeg itu.

"Lo masih kepikiran omongan pria tadi ya?"

Tanya mbak Bian tiba-tiba, memecah kesunyian di antara kami.

 

Aku langsung memutar pandangan ke arah mbak Bian yang masih fokus menatap ke depan. Aku bisa melihat ekspresi sedih tergambar di wajahnya.

 

Hmm..

Bagaimana ya, cara mengatakannya. Tentu saja aku kepikiran, apalagi sebelum kejadian itu, aku sudah terlebih dahulu mendengarkan tuduhan Cancan. Jika tuduhan Cancan mengarahkan mbak Bian ke arah kelainan seksual, maka pria itu menuduh mbak Bian sebagai seorang transgender.

 

Tapi menurutku, mbak Bian nggak mungkin seorang transgender, mengingat mbak Bian hafal seluruh jenis pembalut, bahkan dia sering menemaniku dan ikut membeli dalaman wanita. Menurutku mbak Bian juga masih normal, mengingat dia sering dikunjungi seorang pria saat malam. Aku menepuk-nepuk kepalaku pelan. Ya tuhan! Kepalaku benar-benar pusing tujuh keliling sekarang!

Arbian..

Bianca..

Normal..

Nggak..

Sebenarnya, mbak Bian yang mana????

1
3d
iringan musik, thor🙏
emi_sunflower_skr
Kekuatan kata yang memukau, gratz author atas cerita hebat ini!
☯THAILY YANIRETH✿
Karakternya begitu kompleks, aku beneran merasa dekat sama tokoh-tokohnya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!