Valeria Sinclair, seorang pengacara berbakat dari London, terjebak dalam pernikahan kontrak dengan Alexander Remington—CEO tampan dan dingin yang hanya melihat pernikahan sebagai transaksi bisnis. Tanpa cinta, tanpa kasih sayang.
Namun, saat ambisi dan permainan kekuasaan mulai memanas, Valeria menyadari bahwa batas antara kepura-puraan dan kenyataan semakin kabur. Alexander yang dingin perlahan menunjukkan celah dalam sikapnya, tetapi bisakah Valeria bertahan saat pria itu terus menekan, mengendalikan, dan menyakiti perasaannya?
Ketika rahasia masa lalu dan intrik keluarga Alexander mulai terkuak, Valeria harus memilih—bertahan dalam permainan atau pergi sebelum hatinya hancur lebih dalam.
🔥 Sebuah kisah penuh ketegangan, gairah, dan perang hati di dunia penuh intrik kekuasaan. 🔥
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leona Night, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tawaran Masa Depan yg Menggiurkan
Valeria’s POV
“Kau yakin dengan apa yang kau baca dalam kontrak itu? Dia benar benar mau menikah hanya karena persyaratan warisan?” tanya Jennifer bertubi tubi
Aku mencecap kopi pahit yang sudah mulai dingin dihadapanku sembari mencoba mencerna apa yang baru saja ku alami tadi
“Aku yakin aku tidak salah mengartikan kontrak itu. Aku membawanya di tas. Kau mau membacanya?” ujarku pada Jennifer yang spontan menganggukkan kepala.
Kubuka tas dan kuserahkan map putih Elegan yang diberikan Alex padaku. Jennifer membacanya dengan mata terbelalak lebar diikuti oleh mulutnya yang menganga.
“Gila, baru kali ini aku tahu ada orang macam ini,” ujarnya sambil tiba tiba menutup mulutnya dengan tangan.
Dia lalu meletakkan Map itu dan menatapku dalam dalam,” Kau tidak akan menerimanya bukan? Jangan cari penyakit Valerie. Kau bisa tetap bekerja dengan tenang di Firma Hukum Lancaster tanpa perlu kawin kontrak macam itu.”
“Jenni, diamlah, aku tidak sanggup berpikir jika kau terus menerocos macam itu,” sungutku.
“Oh, jangan katakan kau menerimanya karena kesepian. Atau karena kau ingin mencoba hal baru yang menantang,” sergah Jenni seperti tahu isi kepalaku.
“Aku sudah lama tidak punya pacar, kau tahu sendiri aku masih…Virgin hingga saat ini. Lalu tahu tahu ada orang yang mengajukan proposal macam ini, terus terang aku merasa tersanjung. Dan lagi aku butuh uang untuk keluar dari lingkungan toksik macam Firma Hukum Lancaster,”
“Oh My God, kau cantik dan bukan tidak mungkin kelak akan ada pria sejati yang mendatangimu dan bersedia menikah denganmu. Jangan putus asa macam ini Val,”
“Entahlah Jen, aku tidak bisa berpikir lain selain memandang Proposal itu sebagai tawaran yang menarik. Tinggal di Mansion mewah, ikut pesta pesta kalangan jet set, dan yang paling penting tidak lagi dimanfaatkan oleh si Tua bangka Thomas Lancaster,”
Jenni mengangkat bahunya tanda tidak paham pada apa yang kukatakan, “ Well, memang semua terlihat begitu menjanjikan. Tetapi kau harus tahu resiko dibalik itu. Bagaimana jika kau jatuh hati padanya, semantara dia tidak mencintaimu dan hanya murni memanfaatkanmu saja? Apakah kau siap dengan rasa sakit macam itu?”
Aku tertunduk, kubenamkan kepalaku dalam jaket dan perlahan membalas perkataan Jennifer, “ Lebih baik terlibat dalam perkawinan palsu berbayar puluhan juta Poundsterling, dari pada terlibat dengan pernikahan yang sebenarnya tetapi menyakitkan dan tanpa uang sepeser pun setelahnya.”
“Yah…seperti klien klien yang telah kau tolong selama ini. Begitu bukan? Pertimbangkan lagi Val, jangan ambil keputusan tergesa gesa. Aku tidak ingin kau kecewa dan menjadi janda berbayaran tinggi, sementara dia melenggang menikah dengan wanita idamannya. Kau khan tidak tahu apakah dia punya pacar atau tidak?”
Sekarang aku yang mengangkat bahu ku tinggi tinggi dan tersenyum sinis,” Entahlah, aku juga tidak punya rencana jatuh cinta pada pria itu. Aku hanya butuh uangnya untuk melepaskanku dari jeratan pekerjaan yang membuat stress di Firma Hukum milik laki laki tua bangka itu.”
Musik jazz mengalun pelan ketika makanan kami datang, dan akhirnya kami pun tenggelam menikmati makan malam di Cafe The Princess tanpa pernah lagi mendiskusikan masalah proposal konyol itu lagi.
*****
“Sinclair…cepat datang ke ruanganku,” teriak Thomas Lancaster memecah ketenangan suasana pagi itu.
Bergegas aku berlari kecil masuk ke ruang kerja yang selalu bau pomade milik Thomas.
“Ada apa Thomas, apa yang kau inginkan dariku?”
“Bagaimana pertemuanmu dengan Tuan Alex? Apakah dia setuju dengan perjanjian kerjasama yang kau rancang untuk Perusahaannya?”
Aku menunduk, bingung harus berkata apa. Sekenanya saja aku menjawab pertanyaan standar macam itu,” Ya nampaknya dia senang.”
Thomas memandangku dengan senyumnya yang menjijikkan.
“Apakah dia mengajakmu tidur? Aku lihat kau pulang larut semalam? Menurut Jacky penjaga gedung, kau baru masuk kantor lagi pukul 9 malam. Kemana saja kau Sinclair?”
Sungguh aku tidak tahan dengan ejekan Thomas dan ingin sekali ku tonjok muka tembem tuanya yang sama sekali tidak menarik itu.
“Aku makan malam dengan Jennifer. Pertemuan dengan Tuan Alex hanya berlangsung satu jam saja, tidak lebih,” jawabku ketus
“Hmm Sinclair, kau nampaknya kurang menikmati hidup. Coba lihat dirimu, kau satu satunya pegawaiku yang belum kunjung menikah. Apa kau tidak ingin menikmati kehangatan laki laki di malam malam yang dingin?” ejeknya dengan senyum memuakkan.
Aku memejamkan mata dan menahan amarah yang menggunung, lalu bertanya dengan nada tinggi padanya,” Apakah ada hal lain yang masih ingin kau tanyakan? Jika tidak ada, maka aku akan kembali ke mejaku.”
“Hahahah dasar wanita jalang, kembalilah sana ke meja mu dan bekerjalah sampai membusuk di meja itu. Ingat laki laki selalu menginginkan susu yang segar dan bukan yang hampir expired,” ujarnya mengejekku dengan suara kencang hingga seluruh pegawai lain mendengar dan menahan tawa.
Kupingku terasa panas dan ingin rasanya aku menyiram muka jelek Lancaster dengan kopi panas yang baru saja kubuat. Aku kembali ke mejaku dengan kepala tegak meskipun hatiku hancur berantakan mendengar tertawa cekikikan rekan kerjaku yang lain. Sialan memang mulut si tua bangka itu. Dan lebih sialnya lagi aku tidak bisa melawan perbuatannya yang tidak pantas, karena takut kehilangan pekerjaan yang nampaknya prestisius ini.
Ruth pegawai paling senior di kantor itu, menghampiriku dan memberikan piring kuenya seraya berkata,” Jangan dengarkan omongan Lancaster tua itu. Dia sudah pikun dan tidak tahu lagi harus bersikap bagaimana terhadap perempuan. Ini makanlah kue buatanku, aku jamin hatimu akan damai.”
“Terimakasih Ruth,” ujarku seraya menerima kue pemberiannya.
Cukup lama suasana Kantor akhirnya bisa kembali Normal tanpa tawa cekikikan dan pandangan sinis rekan kerja di sekitarku. Baru saja aku merasa kembali tenang, tiba tiba Darel mendekat dan membisikkan sesuatu padaku.
“Aku tahu, kau mendapat kasus Tuan Alex Remington dari Thomas kemarin. Dan aku juga tahu pengusaha itu kaya raya dan tampan. Hemm apakah kau tidak menghabiskan malam mu bersamanya? Ayolah jujur saja. Dia pria yang tepat untuk menikmati keperawananmu. Apa lagi dia bisa membayar mahal.”
Hampir saja aku menyiram muka Darel dengan sisa sisa kopiku. Untunglah di saat yang sama, Jennifer menelpon dan mengajak ku bertemu untuk membicarakan kasus Pro Bono yang sedang kami berdua tangani.
“Oh maaf Darel, aku harus menerima telepon terlebih dahulu,” ujarku sambil menatapnya tajam.
Darel tersenyum sinis dan meninggalkan mejaku, Aku bernafas lega dan segera membicarakan detail perkara milik klien kami dan setelah itu aku ambil tasku dan melangkah pergi ke pengadilan untuk menghadiri sidang. Huft, setidaknya aku bisa menjauhi lingkungan toksik itu dan tidak berlama lama di sana.
****
Malam itu aku pulang agak larut. Sekitar pukul 22.00 aku baru masuk ke apartemenku yang kecil dan terasa membosankan. Setelah mandi dan mengenakan skincare sebelum tidur, aku duduk di meja kerjaku dan membaca kembali Klausul Perkawinan Kontrak yang di sodorkan oleh Alex beberapa hari lalu.
Ketika aku tengah membaca lagi satu demi satu Klausul itu, mataku tertuju pada imbalan berupa uang Terimakasih atas kerjasama sebesar 20 Juta Poundsterling. Dalam batinku aku berkata, jumlah ini cukup besar. Bahkan jika aku bekerja sampai mati pun di Firma Hukum Thomas Lancaster, aku tidak akan pernah mampu mengumpulkan angka sebanyak itu.
Aku juga mengingat ingat kembali uang gono gini yang diperoleh beberapa klien yang aku urus dari suami kaya mereka, tidak satupun menyamai angka uang terimakasih yang akan kuterima ketika nanti aku bercerai dari Alex. Aku harus jujur, tawaran Alex ini sungguh amat menggoda dan masuk akal. Dia mendapat apa yang dia mau dan aku mendapat apa yang aku butuhkan.
Bila perlu aku akan menambah satu lagi klausul, yaitu aku ingin dia memberiku linknya ke para pengusaha kaya dan kalangan aristokrat, sehingga aku tidak lagi bergantung pada Thomas Lancaster, aku punya link klien sendiri untuk menghidupi Firma hukum milikku kelak.
Baru saja aku berkhayal dan memikirkan apa yang akan aku terima dari Klausul Kontrak perkawinan itu, tiba tiba ponselku bergetar. Panggilan dari nomor tak dikenal. Aku enggan mengangkatnya. Namun tiba tiba nomor yang sama mengirim pesan singkat padaku.
“Angkat panggilanku, ini aku Alex Remington,”
Tak lama ponsel kembali bergetar, dan langsung kuangkat.
“Hallo,” ujarku perlahan
“Bagaimana Valerie ? Sudah kau pikirkan? Apa jawabanmu?” tanya Alex di ujung sana.
“Aku…aku masih memikirkannya,” jawabku singkat dengan suara bergetar.
“Tidak ada waktu lagi. Kau bersedia atau tidak. Besok aku tunggu kau di Hall The Savoy seperti kemarin, ingat pukul 10 pagi tepat. Kau sudah harus menandatangani kontrak itu,” ujar Alex seperti tidak sabar.
“Tetapi aku tidak bisa begitu saja resign dari kantor Firma Hukum milik Thomas Lancaster. Ada pinalti yang harus aku bayar jika…”
Belum sempat aku menyelesaikan perkataanku, tiba tiba Alex memotong dan berkata,
”Semua akan ditangani oleh staffku dan selesai sebelum pukul 10 pagi. Kau tinggal datang, menandatangani semuanya dan langsung berangkat ke Paris bersamaku. Semua urusan di London akan di handle sepenuhnya oleh orangku.”
Sumpah aku merasa sangat bingung, mau berkata apa. Tiba tiba Alex mengatakan sesuatu yang akhirnya membuatku menyerah.
“Aku serahkan semuanya padamu, apakah kau masih ingin tetap bekerja pada Lancaster atau ikut bersamaku ke Paris. Anggap ini sebagai tawaran pekerjaan yang datang padamu sekali seumur hidup. Setelah itu semuanya akan hilang. Aku bisa meminta Lancaster untuk mengirim rekan kerjamu yang pasti akan menerima dengan senang hati apa yang aku tawarkan ini,” ujar Alex ketus.
“Baiklah aku mau,” jawabku dengan cepat
“Good Girl, aku suka jawabanmu. Oke jika begitu, semua masalah selesai, malam ini persiapkan dirimu. Oya kau tidak perlu membawa baju bajumu, sedekahkan saja semuanya karena jelas itu tidak diperlukan di Paris. Kau cukup membawa dirimu, pakaian yang pantas dan perlengkapan Pribadimu.”
“Ba..baiklah Alex,” ujarku terbata bata
Lalu KLIK, dia mematikan ponselnya, meninggalkan aku termenung sendiri memikirkan apa yang baru saja kulakukan. Ya Tuhan aku baru saja menyatakan kesediaan untuk menikah dengan orang yang tak begitu ku kenal dan itu pun hanya pernikahan pura pura selama satu tahun.
OH Damn….semoga aku tidak melakukan kesalahan fatal untuk hidupku. Aku harus berkemas malam ini dan mempersiapkan segalanya untuk besok.
*****