NovelToon NovelToon
Pembalasan Istri Lemahku

Pembalasan Istri Lemahku

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Cinta Paksa / Tukar Pasangan
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Fitri Elmu

Laras terbangun di tubuh wanita bernama Bunga. Bunga adalah seorang istri yang kerap disiksa suami dan keluarganya. Karna itu, Laras berniat membalaskan dendam atas penyiksaan yang selama ini dirasakan Bunga. Disisi lain, Laras berharap dia bisa kembali ke tubuhnya lagi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Elmu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pria Pemaksa

Rengekan menjijikkan. Laras menepuk telinganya. Geli dengernya. Menatap julid pada pasangan di depannya itu.

"Tanganku perih. Tadi dia cakar aku."

Seketika Aksa menatap tajam padanya. Laras sendiri mendecih. Ngarang banget. Siapa juga yang nyakar. Palingan bekas cakaran itu, dia sendiri yang nyakar. Kalau rambut pirangnya yang rontok itu memang ulahnya.

Beberapa saat, Aksa selesai mengobati perempuan itu.

"Kamu pulang ya," ucapnya, sembari memberesi kotak obat.

"Kok gitu. Aku kan pengen berduaan sama kamu. Sakit tahu, Yang ... Tangan sama kepalaku."

"Nanti, ya. Aku ada perlu sama dia."

"Tapi ...."

Aksa menuntunnya keluar. "Kamu istirahat saja. Nanti aku ke apartmu."

"Janji?"

Aksa mengangguk.

Barulah wanita itu tersenyum lebar. Sempat melirik mengejek Laras.

"Minta anterin  Rikho saja. Nanti aku hubungi Rikho."

Wanita itu mengangguk. Mencium pipi Aksa. Laras memalingkan wajahnya. Dadanya kembali nyeri. Ah, Bunga ... Bunga. Kamu yang jatuh cinta, Laras yang tersiksa. Rasanya malas untuk memperhatikan pasangan itu. Laras memilih membuka ponselnya. Membuka-buka sosial medianya, menscroll asal. Dia bahkan tidak sadar pria itu sudah kembali lagi ke dalam. Dan bahkan kini berjongkok di depannya. Terang saja Laras terkejut.

"Apa yang kamu lakukan?!" pekiknya terkejut.

Hendak menghindar, tapi Aksa menahannya.

"Duduk," titahnya tegas.

Tubuhnya menolak membantah. Malah nurut dan duduk lagi. Memperhatikan Aksa yang meneteskan obat merah ke kapas.

"Aww!"

Aksa mengangkat wajahnya. Tatapannya datar seperti biasa.

"Kena aja belum."

Benar. Aksa bahkan belum sempat menempelkan kapas itu ke lututnya. Laras memalingkan wajahnya. Rasanya wajahnya panas. Malu.

Dia sedikit meringis saat cairan dingin itu menyentuh lututnya. Dingin, juga perih. Laras bahkan tidak sadar kalau lututnya terluka. Dan Aksa justru menyadarinya. Laras meremat jemarinya. Sumpah, dia gugup. Tapi ini bukan dirinya. Dia bahkan membiarkan Aksa mengobati lukanya. Suasana makin hening.

Beberapa saat kemudian, Aksa selesai mengobati lukanya. Pria itu bahkan sempat memeriksa siku dan tangannya. Laras, dia hanya mematung. Menahan napas yang makin tak karuan.

"Dia pacarmu?" pertanyaan itu akhirnya terlontar saat Aksa  menyimpan kembali kotak p3k ke tempatnya.

Aksa tak menjawab. Melangkah dan duduk di sofa depan Laras. Tatapannya tetap datar seperti tadi.

"Gue ngelanggar perjanjian, kan? Gue tadi jambak pacar lo. Marahin aja gue." Bukan pasrah. Tapi sepertinya juga percuma. Aksa pasti akan lebih membela pacarnya. Ingat saja tadi saat pria itu menatapnya marah. Bahkan membuat pergelangan tangannya merah.

"Gue gak bakal membela diri. Lagian, lo juga gak bakal percaya, alasan gue ngelakuin tadi," tambahnya. Karna Aksa masih diam saja.

"Ngapain kamu kesini?"

Laras membulat. Kok ... Malah nanyain itu?

"A-aku?" sahutnya gugup. Jantungnya tanpa kompromi justru berdetak kencang. Hanya karna Aksa tidak memarahinya saja dia berdebar.

Aksa mengangguk. "Sepertinya bukan tanpa sebab kamu tiba-tiba kesini."

Laras mengerling sembarang. Ayolah, kenapa dia tiba-tiba gugup.

"Aku ... Aku tadi mau nganter bekal." Tanpa dia sadar, bahasa yang dia pakai pun lebih lembut.

Aksa mengangkat alisnya. "Lalu, mana bekalnya?"

Laras terkesip. Dia baru ingat, kotak bekalnya ketinggalan di halaman.

Melihat Laras yang kebingungan, Aksa berdiri dari duduknya.

"Tunggu disini. Jangan kemana-mana."

Setelah itu Aksa keluar.

Laras menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa. Membuang napas panjang.

"Huft .... Kenapa jadi deg-degan sih. Bunga ... Bunga. Lo kalau suka sama dia, tolong lihat situasi dong. Saat ini gue, yang menguasai tubuh lo. Haish," gerutunya. Tak terima, jantungnya berdetak untuk pria menyebalkan macam Aksa.

"Ternyata selama ini dia punya pacar ya, Bung. Apa lo udah tahu? Tapi dilihat dari sikap santainya, kayaknya lo udah tahu deh."

Demi apa, Laras merasakan sakit yang dirasakan Bunga.

"Kayaknya gue bakal ralat janji gue," urainya, tersenyum tipis. "Bukan cuma membuang perasaan lo sama Aksa, tapi gue juga bakal membuat mereka menderita. Terutama Aksa, lo harus jatuh cinta sama gue. Dan gue bakal membalikkan posisi. Aksa, lo harus tahu gimana rasanya jatuh cinta sepihak dan malah disakiti. Lihat saja."

Laras menyeringai tipis. Tujuannya telah ditemukan!

.

.

Aksa kembali dengan makan siang. Laras aja sampai melongo, saking gak percayanya. Dia kira Aksa bakal marahin dia karna menyakiti pacarnya. Tapi, pria itu sama sekali gak membahasnya.

"Makan. Setelah ini pulang saja."

Laras langsung cemberut. Jadi, dia diusir nih, ceritanya.

"Orang gue bosen di rumah. Malah disuruh balik lagi," keluhnya.

"Gak usah ngeyel. Lututmu lecet. Istirahat saja di rumah."

Apa hubungannya coba sama lutut. Orang dia tadi jalan kaki biasa aja.

Aksa menyodorkan piring yang sudah berisi nasi dan lauk ke arahnya. Laras memperhatikan gerak gerik pria itu. Yang kini menyendok untuk dirinya sendiri.

"Kok gak pake sayur?" tanyanya, melihat Aksa melewatkan sayur, dan hanya mengisinya dengan daging.

"Gak suka."

Laras mendecak. Mengambil sayur dan meletakkan di piring Aksa.

"Gak usah pilih-pilih makanan. Sayuran itu sehat. Daging mulu, lama-lama jadi singa ntar."

Aksa tak menyahut. Tapi juga gak melarang.

Mereka menikmati makanan masing-masing. Dengan Laras yang masih mencuri pandang ke Aksa. Selama ini dia tidak terlalu memperhatikan menu makanan Aksa. Dia bahkan baru sadar, pria itu gak suka sayuran. Bahkan sekarang sayur yang dia ambilkan, Aksa sisihkan dengan sendoknya.

"Ish! Dibilang gak boleh pilih-pilih makanan, ngeyel," Laras menyendok dan menyuap paksa ke Aksa. Aksa belum sempat menolak, sayur itu sudah masuk ke mulutnya. Bahkan mulutnya diapit jemari kecil Laras.

"Gak boleh di lepeh. Makan."

Aksa mengela napas. Terpaksa mengunyahnya. Menelan dengan berat hati. Barulah Laras melepas tangannya. Tersenyum lebar.

"Nah ... Makan sayur gak bikin lo mati, kan? Habisin. Awas aja dibuang. Gue laporin mama."

Aksa hanya menatapnya. Tapi pria itu menuruti ucapannya. Mengambil sayur, meski cuma sedikit.

Di tengah kegiatan makan, ponsel Aksa bergetar. Laras mencoba melirik, tapi gak kelihatan. Layarnya gelap banget.

"Ada telpon tuh. Gak di angkat?" tanyanya, melihat Aksa membiarkan ponselnya.

Aksa hanya melirik sekilas ponselnya. Tetap melanjutkan suapannya.

"Angkat aja. Siapa tahu penting. Jangan malah dicuekin."

Lagi-lagi Aksa bergeming. Menjawab saja enggak.

Tiga kali ponsel Aksa bergetar. Tapi pria itu mengabaikannya. Laras juga malas meladeni. Orang yang bersangkutan aja gak menggubrisnya.

Tak lama, mereka sudah selesai menyantap makan siang. Laras menyandar di sofa, sambil bermain ponsel dan mengelus perutnya yang kekenyangan.

"Sudah cukup istirahatnya? Aku antar pulang."

Suara Aksa mengalih netra Laras.

"Gue pulang sendiri aja. Lagian lo masih kerja," tolaknya. Tanpa mengalih perhatiannya dari ponsel. Mengotak atik layar persegi itu.

"Aku antar."

"Gak usah, Aksa. Nih, gue udah pesen taksi," ujarnya, memperlihatkan aplikasi pesanan taksi online. "Eh, Aksa!"

Aksa merebut ponselnya. Mengotak atik benda persegi itu. Mengembalikan lagi.

"Aku batalkan. Ayo!" mengambil kunci mobilnya dan melangkah lebih dulu.

Laras mendecak. "Dasar, pemaksa," gerutunya. Meski begitu, dia segera menyusul Aksa.

1
kuncayang9
keren ih, idenya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!