Season kedua dari Batas Kesabaran Seorang Istri.
Galen Haidar Bramantyo, anak pertama dari pasangan Elgar dan Aluna. Sudah tumbuh menjadi pemuda yang sangat tampan. Ia mewarisi semua ketampanan dari ayahnya.
Namun ketampanan juga kekayaan dari keluarganya tidak sanggup menaklukkan hati seorang gadis. Teman masa kecilnya, Safira. Cintanya bertepuk sebelah tangan, karena Safira hanya menganggap dirinya hanya sebatas adik. Padahal umur mereka hanya terpaut beberapa bulan saja. Hal itu berhasil membuat Galen patah hati, hingga membuatnya tidak mau lagi mengenal kata cinta.
Adakan seorang gadis yang mampu menata hati si pangeran es itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon echa wartuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi Teman
PLAK
Tamparan keras mendarat di pipi Lucyana, siapa lagi pelakunya kalau bukan Kania.
Jam istirahat kedua Lucyana memilih tidak bersembunyi untuk menghindar dari Kania. Ia ingin mencoba melawan.
Lucyana berjalan bersama dengan dua teman kelasnya. Rencananya mereka akan ke di lapangan outdoor, melihat kakak kelas laki-laki mereka bermain sepak bola. Namun terhenti karena ulah Kania. Tindakan Kania yang tidak diduga membuat Lucyana tidak bisa menghindari itu.
"Kakak kenapa tampar aku?" tanya Lucyana sambil memegangi pipinya.
"Kamu masih tanya kenapa aku nampar kamu?" ujar Kania geram. "Kemarin aku belum puas kasih kamu pelajaran," imbuh Kania.
Meskipun Lucyana tidak sendiri, tetapi mereka memilih untuk mundur, tidak berani melawan Kania.
"Memangnya Kakak beneran pacaran sama laki-laki yang bernama Galen itu?" Lucyana bertanya, sesuai rencana awal, ketika Kania kembali membully dirinya.
"Heh." Kania mencengkeram kedua sisi wajah Lucyana. "Kamu berani ya bicara seperti itu sama aku!" Kania melepaskan cengkraman tangannya di wajah Lucyana.
"Kalau begitu buktikan!" tantang Lucyana.
Suara lembut, wajah imut seperti bayi, model rambut yang dicurly membuat Lucyana masih imut meskipun dalam keadaan marah.
"Kamu sudah berani nantang aku, hah!" bentak Kania. Suara keras Kania membuat Lucyana memejamkan matanya.
"Aku cuma mau bukti saja, Kak," ucap Lucyana dengan suaranya yang sedikit bergetar.
Kania terdiam sambil berpikir apa tindakan selanjutnya.
"Ada yang bilang sama aku kalau laki-laki yang bernama Galen itu bukan pacar Kakak. Kakak cuma ngaku-ngaku saja," ucap Lucyana berhasil memancing kemarahan Kania.
"Siapa yang berani mengatakan hal seperti itu? Katakan siapa yang bilang!" desak Kania. "Biar aku kasih pelajaran sama orang itu."
"Emmm, kalau tidak salah ingat namanya, Kak Zayn, Kak Sam, sama Kak Alden," jawab Lucyana.
GLEK
Kania dan dua antek-anteknya langsung bungkam, nyali mereka langsung ciut begitu mendengar tiga nama itu. Jelas saja mereka tidak berani melawan antek-antek Galen.
"Sekarang Kakak buktikan dulu sama aku jika memang benar Kakak pacaran sama yang namanya Galen itu," tuntut Lucyana.
"Kamu —"
"Benar kata dia, buktikan jika kamu pacar Kak Galen."
Kania juga Lucyana menoleh ke asal suara. Tidak jauh di belakang Kania berdiri Arabella dengan kedua tangan melipat di depan dada. Bibirnya mengukir senyum miring, seolah sedang mengejek Kania.
Jelas Kania langsung bungkam. Dia tidak memiliki bukti apapun jika Galen merupakan pacarnya. Tetapi bukan Kania jika tidak memiliki seribu alasan untuk berkilah.
"Sekarang aku tidak membawa buktinya. Nanti akan kutunjukkan pada kalian," dalih Kania.
"Kalau begitu, jangan ganggu aku jika Kakak belum menunjukkan bukti itu," ucap Lucyana.
Lagi dan lagi, Kania bungkam. Rupanya Lucyana tidak selugu penampilannya.
"Cari saja sana. Sampai kamu lumutan juga kamu tidak akan bisa menggapai Kak Galen." Dengan santainya Arabella bicara, juga sambil memainkan ujung rambutnya dengan jari telunjuknya.
"Jangan sok kamu!" Kania menarik kerah blazer Arabella. "Jangan karena kamu bisa dekat dengan Galen, kamu jadi sok."
Arabella takut? Jelas tidak, matanya berotasi, merasa malas dengan tindakan Kania.
"Lepas," perintah Arabella. "Tangan kamu bikin kotor seragam aku," ucap sinis Arabella.
"Sialan kamu!" sungut Kania lantas melepaskan cengkraman tangannya seragam Arabella.
"Kakak jangan kasar dong. Kakak kan senior, harusnya bisa kasih contoh yang baik sama adik kelas, bukan malah sebaliknya," tegur Lucyana.
"Diam kamu!" Kania membentak Lucyana lagi.
Sementara itu di atas mereka, Galen dan tiga temannya memerhatikan pertengkaran itu sedari tadi. Zayn merasa geram dengan tindakan Kania, apalagi sudah menyangkut Arabella.
"Sialan banget tuh si pick me!" geram Zayn.
"Enaknya diapain tuh anak?" imbuh Alden.
"Kamu gak mau kasih pelajaran sama tuh orang?" tanya Zayn pada Galen. "Dia sudah kasar sama Arabella loh."
Galen yang berdiri menyandarkan tubuh belakangnya ke pembatasan, melirik tampa minat ke arah bawah, lantas mengangkat kedua bahunya.
"Tapi Arabella —"
"Kamu tahu Arabella itu kaya gimana." Galen menukas ujaran Zayn. Galen lantas berbalik, berdiri sambil memerhatikan Arabella. "Mereka masih kelas teri untuk lawan Arabella."
"Iya, sih?" Zayn menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal.
"Lagian aku gak mau ngotorin tanganku ngurusin tuh orang gak jelas," kata Galen.
"Ngomongin yang kotor-kotor, aku jadi punya ide buat ngerjain tuh Kania." Sam berseru, ia langsung memiliki ide cemerlang ketika melihat petugas kebersihan membawa ember. Sam lantas memanggil dan meminta pada petugas kebersihan itu untuk mengisi satu ember dengan air kotor.
"Cepetan ya!" perintah Sam.
"Iya, Den," sahut petugas kebersihan itu. "Tapi memangnya untuk apaan ya?"
"Nanti juga tahu," jawab Sam. "Udah sana, cepet bawa!"
"Tapi jangan aneh-aneh ya, Den. Nanti saya yang kena teguran," pesan sang petugas kebersihan itu.
"Bos saya ini yang tanggung jawab." Sam menepuk pundak Galen mencoba terus meyakinkan petugas kebersihan. "Iya, 'kan, Bos?"
"Hmmm," gumam Galen.
Mengetahui siapa Galen, petugas kebersihan itu mengangguk tanpa ragu lagi, lantas pergi mengambil apa yang diminta oleh Sam.
"Mau ngapain kamu?" tanya Zayn.
"Ada deh," jawab Sam diikuti senyum jahatnya.
Tidak lama petugas kebersihan itu membawa apa yang Sam minta. Satu ember berisi air yang sangat kotor.
"Taruh sini saja!" perintah Sam pada petugas kebersihan.
"Mau diapain tuh air?" tanya Zayn.
"Bantuin, Zayn." Bukannya menjawab Sam justru meminta bantuan pada Zayn untuk mengangkat ember itu.
"Mau ngapain sih?" tanya Zayn lagi.
"Angkat! Siram ke tuh si pick me," jawab Sam.
"Wih seru nih!" Bukan cuma Zayn yang membantu, tetapi Alden juga. Galen yang melihat kelakuan ketiga temannya hanya tersenyum tipis juga menggeleng kecil.
"Angkat! Satu, dua, tiga!"
"Woy, Kania!" seru Sam sembari melihat ke bawah. "Lihat sini!"
BYUR
"Aaaa!" pekikan Kania menggema.
Semua orang jelas syok melihat kejadian itu. Seluruh tubuh dan seragam Kania basah dan juga kotor. Beruntung Lucyana dan Arabella masih sempat menyingkir dari dekat Kania ketika Sam membuang air dari atas sana.
"Siapa yang berani siram aku!" Kania berteriak, sebelum mengetahui siapa yang memanggilnya, tubuhnya lebih dulu tersiram air, membuatnya tidak mengetahui siapa yang melakukan hal itu padanya.
Semua orang mendongak, begitu juga dengan Kania. Mereka melihat Zayn, Sam, dan Alden bersorak, tidak dengan Galen yang nampak tidak peduli dengan apa yang dilakukan oleh ketiga temannya.
"Kalian yang melakukan ini padaku?" teriak Kania dari bawah.
"Betul," jawab Sam lantang.
"Tadi kamu mau kasih kita pelajaran, 'kan? Tuh kita duluan yang kasih kamu pelajaran," balas Zayn.
"Kakak!" Lucyana melambaikan tanganya dari bawah sana, menyapa ke empat pemuda itu. Lantas menunjukkan jarinya yang membentuk huruf O.
Sam paling bersemangat membalas lambaian tangan Lucyana.
"Awas kalian!" ancam Kania.
"Cabut!" perintah Galen.
Sebelum pergi Galen tersenyum pada Arabella.
Bukan cuma Galen, Arabella pun pergi dari tempat itu, meninggalkan Kania yang masih histeris lantaran kondisinya saat ini macam anak kucing kecebur parit.
Namun langkanya kembali terhenti oleh panggilan Lucyana.
"Arabella," panggil Lucyana sembari berlari lantas berhenti di depan Arabella.
"Katakan!" ucap Arabella.
"Nanti, sebentar. Napasku." Lucyana menarik napas dalam-dalam untuk menetralkan napasnya. Setelah napasnya kembali normal, Lucyana kembali bicara, "ayo berteman?" Lucyana mengulurkan tangannya ke hadapan Arabella.
Arabella menerimanya, tentu tidak. Ia menatap ragu uluran tangan Lucyana, malah justru melipat kedua tangannya di depan dada.
Lucyana yang mendapatkan penolakan, mendesah kecewa, melunturkan senyumnya juga menurunkan tangannya.
"Kenapa kamu mau berteman dengan aku?" tanya Arabella setelah lama diam.
"Itu … karena … kamu cantik dan berani," jawab Lucyana lirih, tetapi masih bisa didengar oleh Arabella.
Arabella menatap Lucyana dengan satu alisnya terangkat, diam-diam menatap lucu Lucyana. Padahal mereka satu angkatan, umur juga tidak jauh, tetapi entah mengapa kepolosan Lucyana jauh di atasnya.
"Satu minggu kamu harus turutin apa yang aku mau. Jika kamu lolos, kita temenan."