NovelToon NovelToon
My Crazy Daughter

My Crazy Daughter

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Balas Dendam / Identitas Tersembunyi
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Matatabi no Neko-chan

Setelah diadopsi Verio, kehidupan Ragna berubah. Apalagi saat mendapat ingatan masa lalunya sebagai putri penjahat yang mati akibat penghianatan.
Memanfaatkan masa lalunya, Ragna memutuskan menjadi yang terkuat, apalagi akhir-akhir ini, keadaan kota tidak lagi stabil. Bersama Verio, mereka memutuskan menuju puncak dalam kekacauan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Matatabi no Neko-chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6

Kereta berhenti perlahan di stasiun kecil yang menjadi tujuan liburan mereka. Begitu pintu gerbong terbuka, suasana sejuk khas pedesaan langsung menyapa penumpang. Aroma tanah basah dan angin dingin yang segar memenuhi udara, membuat banyak orang menghela napas lega setelah perjalanan panjang.

Verio berdiri di antara kerumunan penumpang sambil menggendong Ragna dalam pelukannya. Sebuah backpack besar tersampir di punggung pria itu, menambah kesan tangguh pada sosoknya. Dengan langkah santai namun tegas, ia turun dari kereta bersama penumpang lain, melangkah menyusuri stasiun yang sederhana namun penuh kehangatan.

"Ah~ Udara di sini segar banget!" seru Ragna riang, wajahnya berbinar cerah. Gadis kecil itu meniupkan napas dari mulutnya, senang melihat uap yang keluar di udara dingin. Ia cekikikan kecil, sibuk mengulangi permainan sederhana itu, hingga menarik perhatian beberapa orang di sekitar.

Verio hanya tersenyum kecil, mengelus kepala gadis kecil itu. Namun, tiba-tiba Ragna menoleh, mata hijaunya memandang penuh rasa ingin tahu. "Oh, ya, Pa. Apa Papa nggak kerja?" tanyanya polos.

Verio menatapnya sebentar sebelum menjawab santai, "Aku baru menyelesaikan kontrak pekerjaan enam tahun, setahun lalu. Jadi, untuk sekarang, aku masih hidup dari tabungan yang cukup untuk beberapa tahun ke depan."

“Enam tahun?” Ragna menatap pria itu kagum. “Papa kerja apa dulu? Kok sampai kontraknya panjang banget?”

"Dulu aku kerja sebagai tenaga kerja asing dengan kontrak tiga tahun, dua kali," sahut Verio sambil berjalan keluar stasiun. "Risikonya besar, tapi untungnya aku selamat meski pernah diterjang badai besar."

Ragna mengangguk-angguk kecil, kagum mendengar cerita itu. "Sekarang Papa pensiun, ya? Jadi, Papa nggak mau coba kerja yang lebih santai? Misalnya bisnis atau main saham gitu?"

Verio melirik gadis kecil itu dengan senyum tipis. “Aku masih mempelajarinya,” jawabnya singkat.

"Wah, kalau begitu cepat belajar, ya, Pa! Bangun bisnis yang sukses!" serunya dengan semangat, sebelum menambahkan sambil terkekeh nakal, “Aku dengan senang hati menunggu warisan darimu nanti.”

Verio mengangkat alis, menatap Ragna yang tersenyum penuh kepolosan itu. “Warisan, ya? Jadi kau cuma mengharapkan uangku saja, Nak?” godanya, sengaja menyempitkan mata pura-pura curiga.

Ragna hanya terkekeh, memeluk leher Verio erat sambil menggeleng. “Tentu tidak, Pa. Aku juga butuh kasih sayang Papa. Tapi uangnya juga penting.”

Verio mendengus kecil, melangkah lebih cepat sambil menahan tawa. “Dasar bocah tikus mata duitan.”

🐾

Mereka akhirnya tiba di sebuah penginapan kecil yang sederhana namun nyaman. Verio membuka pintu kamar, melangkah masuk dengan tenang. Ia meletakkan backpack besar yang dibawanya di atas meja kecil di sudut ruangan, lalu dengan hati-hati menurunkan Ragna dari gendongannya ke atas ranjang.

Begitu kakinya menyentuh lantai, Ragna langsung melompat dengan penuh semangat. Gadis kecil itu berlari kecil menuju jendela besar di dekat sana, rasa ingin tahunya memuncak. Ia membuka jendela dengan perlahan, dan seketika, pemandangan khas pedesaan menyapa matanya.

“Wah~” Ragna berdecak kagum, tak bisa menyembunyikan kekagumannya. Di hadapannya terbentang pemandangan sawah hijau yang tersusun indah secara terasering, seperti anak tangga raksasa menuju cakrawala. Ladang-ladang berwarna keemasan menambah harmoni, sementara gunung biru menjulang megah di kejauhan, berselimut kabut tipis yang terlihat seperti sapuan kuas seorang pelukis. Rumah-rumah warga yang kecil dan berjauhan tampak menghiasi lembah, menciptakan pemandangan yang damai dan menenangkan.

“Cantik banget~” gumamnya, mata hijau kecilnya berkilauan. “Ini benar-benar berbeda dari yang terakhir aku lihat…” suaranya menghilang, seolah larut dalam keindahan yang menghipnotisnya.

Verio berdiri di belakangnya, memperhatikan gadis kecil itu dengan senyum tipis di wajahnya. Meski tak mengatakan apa-apa, ekspresinya menunjukkan kepuasan melihat Ragna begitu menikmati perjalanan ini. Sambil menatap sebentar ke arah luar jendela, ia melanjutkan menyusun barang-barang mereka dengan rapi.

“Sudah lihat-lihatnya?” tanya Verio lembut sambil melirik Ragna.

“Belum puas, Pa. Aku pengen lihat terus!” jawab Ragna cepat, masih terpaku pada pemandangan di depannya.

Verio menggeleng kecil sambil tersenyum. “Kalau begitu, nikmati saja sebentar. Setelah ini kita makan siang di kamar, supaya kau punya tenaga untuk jalan-jalan sore nanti.”

Ragna mengangguk antusias, masih belum mampu mengalihkan pandangannya dari keindahan luar sana.

Selama liburan, Ragna menikmati setiap momen bersama Verio. Mereka menjelajahi pedesaan dengan sepeda, berburu kuliner khas, memancing di danau kecil, hingga mengikuti kegiatan agrowisata. Setiap pengalaman sederhana terasa luar biasa bagi Ragna, membuatnya tertawa lepas dan melupakan beban yang pernah menghantuinya.

Tanpa sepengetahuan Ragna, Verio diam-diam mengabadikan momen-momen tersebut dengan kamera. Senyuman tipis menghiasi wajahnya setiap kali melihat gadis kecil itu tampak bahagia. Melihat kebahagiaan putrinya adalah hadiah terbesar bagi pria itu.

Namun, waktu liburan akhirnya hampir usai. Beberapa hari sebelum keberangkatan, mereka mulai berkemas, merapikan barang-barang mereka di kamar penginapan. Malam itu, Ragna membaringkan dirinya di sebelah Verio. Kedua tangannya memeluk erat lengan pria itu, dan wajah kecilnya terbenam di dada sang ayah, seolah mencari kenyamanan. Kakinya yang menggantung di sisi ranjang bergoyang pelan, seakan melampiaskan kegembiraannya.

“Pa, aku benar-benar menikmati liburan ini,” gumam Ragna dengan suara pelan, namun terdengar penuh kebahagiaan. Ia mendongak menatap Verio, wajah imutnya tersembunyi di balik kostum koala yang kini ia kenakan tanpa protes. Kali ini, ia tampak menerima keunikan pakaian itu dengan senang hati.

Verio menatap putrinya dengan lembut, jemarinya terulur mengacak pelan rambut Ragna. “Selama kau senang, itu cukup buatku.”

“Terima kasih, Pa,” ucap Ragna tulus, matanya yang hijau berkilauan memancarkan rasa syukur.

“Tidak perlu terima kasih, Nak. Sekarang tidurlah. Besok kita harus pulang.”

Ragna mengangguk kecil, matanya mulai terpejam sambil tetap memeluk lengan Verio dengan erat. “Ya, Pa. Selamat malam.”

“Selamat malam,” jawab Verio pelan, memandang putrinya yang perlahan terlelap dengan senyum puas di wajahnya.

🐾

Kereta meluncur dengan cepat, membawa Ragna dan Verio menjauh dari stasiun. Gadis itu duduk di dekat jendela, matanya terpaku pada pemandangan sawah hijau yang membentang luas. Sesekali, ia tersenyum kecil melihat langit biru yang membentang, seolah melupakan segala beban yang pernah membebani hidupnya.

Di hadapannya, Verio duduk dengan santai, membaca sebuah majalah dengan ekspresi datar khasnya. Pria itu tampak seperti tidak terlalu peduli pada dunia di sekitarnya, tetapi Ragna tahu lebih baik dari itu. Di balik sikap dinginnya, Verio selalu memperhatikan segala hal yang terjadi padanya.

Berbeda dari semua orang yang pernah mengasuhnya, Verio tidak pernah melukai Ragna, baik secara fisik maupun mental. Pria itu merawatnya dengan cara yang aneh—lebih banyak sarkasme dan teguran tajam daripada kata-kata manis. Namun, Ragna tahu bahwa semua itu dilakukan dengan tulus, meski sering disembunyikan di balik sikap acuhnya.

"Papa," panggil Ragna tiba-tiba, suaranya lembut tapi cukup jelas untuk menarik perhatian Verio.

Pria itu mengangkat pandangannya dari majalah, sebelah alisnya terangkat seperti biasa. "Ada apa?" tanyanya singkat.

"Terima kasih," ucap Ragna, suaranya tulus, meski dia tahu kata-kata itu mungkin tidak cukup untuk mengungkapkan rasa terima kasih yang sebenarnya.

Verio menatapnya selama beberapa detik, lalu sudut bibirnya tertarik membentuk senyum tipis. Ia meletakkan majalahnya di pangkuan, kemudian menjulurkan tangan untuk mengusap kepala Ragna dengan lembut.

"Sudah kubilang, tidak perlu berterima kasih," sahutnya dengan nada sarkasme yang samar. "Tumbuhlah yang sehat, itu sudah cukup bagiku."

Ragna tersenyum kecil, menatap Verio dengan mata yang sedikit berkilau. "Baik, Papa."

Verio hanya mendengus kecil, kembali mengambil majalahnya. Namun, tangannya sempat terhenti sejenak, seolah ingin mengatakan sesuatu lagi, tetapi akhirnya memilih diam. Kereta terus melaju, membawa mereka menuju tujuan berikutnya, sementara di antara mereka, kehangatan yang sederhana namun penuh makna terus tumbuh tanpa kata-kata.

1
Listya ning
kasih sayang papa yang tulus
Semangat author...jangan lupa mampir 💜
Myss Guccy
jarang ada orang tua yg menujukkan rasa sayangnya dng nada sarkas dan penuh penekanan. tp dibalik itu semua,, tujuannya hanya untuk membuat anak lebih berani dan kuat. didunia ini tdk semua berisi orang baik, jika kita lemah maka kita yg akan hancur dan binasa, keren thor lanjutkan 💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!