NovelToon NovelToon
Pangeran Pertama Tidak Mau Menjadi Kaisar

Pangeran Pertama Tidak Mau Menjadi Kaisar

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Epik Petualangan / Perperangan / Penyelamat
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Razux Tian

Dilahirkan sebagai salah satu tokoh yang ditakdirkan mati muda dan hanya namanya yang muncul dalam prologue sebuah novel, Axillion memutuskan untuk mengubah hidupnya.

Dunia ini memiliki sihir?—oh, luar biasa.

Dunia ini luas dan indah?—bagus sekali.

Dunia ini punya Gate dan monster?—wah, berbahaya juga.

Dia adalah Pangeran Pertama Kekaisaran terbesar di dunia ini?—Ini masalahnya!! Dia tidak ingin menghabiskan hidupnya menjadi seorang Kaisar yang bertangung jawab akan hidup semua orang, menghadapi para rubah. licik dalam politik berbahaya serta tidak bisa ke mana-mana.

Axillion hanya ingin menjadi seorang Pangeran yang hidup santai, mewah dan bebas. Tapi, kenapa itu begitu sulit??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Razux Tian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

chapter 5

"Jadi, seperti itu?" bertanya pelan dengan senyum di wajah cantiknya, Lilia, Ratu Ketiga Kekaisaran Agung Alexandria sekaligus ibu kandung Axillion menatap putranya tersebut lembut. Dia adalah seorang wanita berambut merah dan bermata hijau berusia petengahan tiga puluh dengan kecantikan sangat luar biasa. "Ibunda berterima kasih untuk bantuanmu dan meminta maaf karena merepotkanmu, Xion."

"Tidak perlu berterima kasih atau meminta maaf, Ibunda," balas Axillion yang duduk dengan santai di kursi sofa dalam ruang tamu istana Lilia. Mulutnya mengunyah sepotong kue kering yang disediakan ibu kandungnya. "Itu bukan apa-apa."

Sikap Axillion hanya membuat senyum lembut di wajah Lilia semakin lebar. Putranya yang selalu mengurung diri dalam kamar sampai melangkah keluar dan memperlihatkan kemampuan tersembunyinya pada dunia—dia jelas tahu, itu bukanlah sesuatu yang mudah.

Lilia kenal dengan baik putra yang dia lahir dan besarkan. Meski selalu dicap bodoh, pengecut dan tidak berguna, dia tahu, Axillion sesunguhnya adalah sosok yang cemerlang, walau dia tidak pernah menyadari bahwa dia secemerlang ini. Tapi, bagaimanapun juga, itu sesuatu yang baik baginya.

Para dayang yang berada di samping melihat keakraban ibu-anak di depan hanya dapat mencuri lihat Pangeran Pertama yang kini menjadi buah bibir setiap orang. Meski mereka telah lama melayani Ratu Ketiga, ini adalah pertama kalinya mereka melihat Axillion. Axillion selama ini mengurung dirinya dalam kamar dan tidak mengijinkan siapapun memasukinya kecuali Ibu kandung dan kadang Ayah kandungnya.

Perasaan gusar dan debaran dirasakan para dayang yang masih muda. Tidak seperti gosip yang selama ini beredar, Pangeran Pertama Axillion sangat rupawan. Dia memiliki wajah yang sangat mirip Ratu Lilia yang dijuluki gadis tercantik Kekaisaran semasa muda, namun begitu, dia tidak kehilangan maskulin seorang pria. Dia sungguh seorang Pangeran yang memiliki pesona tidak biasa. Bagaimana bisa gosip selama ini mengatakan beliau adalah Pangeran jelek, gendut dan obesitas?

"Ibunda akan memanggang Pie Apel untukmu nanti," menuangkan teh yang tinggal sedikit di cangkir Axillion, Lilia memberikannya pada putranya tersebut. "Minumlah tehmu dulu."

Axillion menerima teh yang diberikan Lilia dan meneguknya cepat. Tersenyum, dia menatap wajah lembut ibu kandungnya tersebut. "Tambah Cinnamon Apel Cake, ibunda."

Lilia tertawa mendengar ucapan Axillion. Apel pie adalah kue kesukaan Axillion, sedangkan Cinnamon Apel Cake adalah kue kesukaan Owen. Putranya meminta dirinya membuatkan kue kesukaan sang ayah kandung pasti memiliki tujuan. "Kau ingin menyogok ayahmu?" tanyanya.

"Tidak," jawab Axillion cepat. Menatap Lilia, dia tertawa pelan. "Saya hanya merasa beliau sangat kasihan, karena harus menghadapi rubah-rubah licik setiap harinya."

Lilia tertawa keras mendengar penjelasan Axillion. Di dunia ini, mungkin hanya putranya lah satu-satunya yang mengatakan Kaisar Kekaisaran Agung Alexandria kasihan.

"Jika kau kasihan padaku," suara Owen tiba-tiba terdengar menyela tawa Lilia. "—kau seharusnya membantuku, bukan mengurung diri dalam kamarmu selama ini."

Para dayang yang ada segera memberi salam hormat melihat Owen memasuki ruangan, begitu juga dengan Lilia dan Axillion yang segera berdiri dari sofa tempat mereka duduk.

Owen tidak mempedulikan salam mereka semua. Melangkah mendekati Lilia yang tersenyum lembut, dia mengecup ringan kening istrinya tersebut. "Aku telah membuatmu khawatir."

Lilia tertawa dan menggeleng kepala. "Itu sudah kewajibanku sebagai seorang istri."

Axillion memalingkan wajah melihat interaksi ayah-ibu kandungnya. Hubungan mereka selalu seperti ini—penuh kasih. Walaupun memiliki empat istri, dia tahu, ibu kandungnya lah satu-satunya wanita yang ada dalam hati sang ayah.

Memegang kedua tangan Lilia dan membantunya kembali duduk, Owen ikut duduk. Sejenak kemudian, dia menatap Axillion, "Duduk." perintahnya.

Axillion segera duduk. Tanpa membuang waktu, dia segera menuangkan teh dan menyerahkannya pada Owen. Seulas senyum memenuhi wajah. "Silakan diminum, Ayahanda."

Owen menatap sejenak wajah serta senyum putranya yang bagaikan kopian istri ketiganya. Dia tidak mengatakan apa-apa, tapi dia menerima teh itu dan meneguknya.

Axillion yang melihat ayah kandungnya telah selesai meneguk teh hanya dapat menebak-nebak pikiran beliau. Apakah beliau marah karena dia merahasiakan kemampuan dan pengetahuannya? Dalam hidup keduanya ini, ayah kandungnya yang selalu berekspresi datar adalah orang yang tidak dapat dia tebak isi hatinya.

"Apakah semua masalahnya sudah selesai, Ayahanda?" tanya Axillion kemudian. Jika dia tidak bertanya, dia tahu Owen tidak akan memulai pembicaraan.

"Belum." Jawab Owen singkat.

"Baiklah..." Menggaruk kepala yang tidak gatal, Axillion tahu, mengharapkan semua masalah telah selesai adalah sesuatu yang mustahil.

"Akan diadakan pesta kemenangan tiga hari lagi," ujar Owen, mata hijaunya menatap Axillion tanpa berkedip. "—kau harus hadir."

Kerutan kecil muncul di wajah Axillion. Senyum di wajahnya menghilang, dan ekspresi santai menjadi serius. "Boleh saya tidak hadir, Ayahanda?" tanyanya.

Axillion tidak ingin menghadiri pesta. Tempat ramai penuh musik dan makanan, namun juga penuh sandiwara para aktris dan aktor papan atas beridentitas bangsawan. Medan perang yang selalu digunakan para hiena untuk memangsa target mereka—kenapa dia harus hadir?

"Tidak," jawab Owen tidak peduli. Seulas senyum tipis namun bukan senyum memenuhi wajah. Dia tahu jelas apa yang ada dalam pikiran putranya yang pemalas ini. "—orang lain boleh tidak hadir. Tapi, kau wajib hadir."

Senyum tipis di wajah Ayahnya adalah ultimatum. Axillion hanya dapat mendesah putus asa tidak berani melawan. "Saya mengerti. Saya akan hadir."

Lilia tersenyum melihat interaksi ayah-anak di depan matanya. Namun, pemandangan yang sudah sangat biasa di matanya ini justru sangat mengejutkan para dayang yang ada. Walau hanya pembicaraan kecil, mereka bisa merasa jelas hubungan harmonis antara mereka berdua. Kaisar Owen adalah seorang ayah yang terkenal tidak pernah mempedulikan anak-anaknya. Tapi, dia terlihat berbeda sekali saat bersama Pangeran Pertama—dari mana gosip yang mengatakan bahwa Kaisar Owen membenci putra pertamanya yang bodoh, pengecut dan tidak berguna selama ini?

"Bagus," puji Owen. Tapi, Axillion tahu itu buka pujian. Wajah ayah kandungnya tersebut telah kembali datar seperti semula. "Sekarang kau bisa kembali ke kamarmu."

"Iya, Iya," berdiri, Axillion segera melangkah menjauh. Dia juga tidak berencana tinggal dalam ruangan ini melihat ayah dan ibunya memadu kasih. "Saya akan kembali ke kamar."

Melihat senyum di wajah Lilia dan Owen yang berujar pelan di samping—melihat kedua orang tua kandung yang sangat mencintainya, Axillion tersenyum. Menurut novel yang dibacanya dulu, baik Owen maupun Lilia akan mati karena monster yang tidak terkendali hari ini. Tapi, disinilah kedua orang tua kandungnya—sehat dan sangat mesra.

Melangkah beberapa langkah, Axillion kemudian berhenti dan menoleh ke belakang menatap para dayang. "Susan, bisakah kau mengikutiku sebentar? —aku ingin kau membantuku membawakan sesuatu untuk Ayahanda."

Susan terkejut begitu mendengar namanya disebut Axillion, karena meskipun dia adalah kepala dayang Ratu Ketiga, mereka tidak pernah bertemu. "Hamba mengerti." Menjawab cepat penuh hormat, Susan segera mengikuti Axillion keluar dari ruangan.

Kamar Axillion sebenarnya masih ada dalam istana Ratu Ketiga. Biasanya saat menginjak usia lima tahun, seorang Pangeran maupun Putri akan pindah ke istana lain. Namun, untuk Axillion, dia menolak dan mengurung dirinya dalam kamarnya di istana Ratu Ketiga.

Mengikuti Axillion dari belakang, Susan diam membisu. Dia tidak berani bersuara karena dia tidak tahu seperti apa sebenarnya sosok Pangeran Pertama Kekaisaran tersebut. Rumor-rumor yang ada selama ini jelas salah, kenyataan sungguh berbeda.

"Susan," panggil Axillion tiba-tiba. Mereka kini berada dalam lorong sunyi menuju kamar Axillion di bagian timur istana Ratu Ketiga. "Sudah berapa lama kau menjadi Kepala Dayang Ibunda?"

"Enam tahun, Yang Mulia," jawab Susan cepat. Mempertahankan suaranya tetap datar, dia tidak ingin menunjukkan celah sedikitpun pada Pangeran di depannya. "Hamba menjadi Kepala Dayang menggantikan Nyonya Eliza yang pensiun."

"Eliza?—Ah, nenek Eliza." Ujar Axillion sambil tertawa pelan. Dia jelas ingat Nenek Eliza yang merupakan pengasuh ibu kandungnya sejak kecil tersebut. Wanita tua yang selalu membantu dirinya berpakaian saat kecil dulu.

Susan diam membisu, dia tidak tahu apa arah pembicaraan ini. Tapi, suara Axillion jelas cukup bersahabat walau dia tidak bisa melihat ekspresi wajahnya.

"Susan," panggil Axillion lagi. Langkah kakinya berhenti, dan dia membalikkan badan menatap Susan yang ada di belakangnya.

Bulu kunduk Susan langsung berdiri, perasaan takut luar biasa memenuhi hatinya. Senyum masih ada di wajah rupawan tersebut, namun mata hijau yang menatapnya tidak—ada tekanan dan otoritas tidak terbantah dalamnya.

"Aku tidak peduli kepada siapa kesetiaanmu sesungguhnya tertuju," ujar Axillion pelan. Suaranya pelan, tenang dan damai, tapi itu membuat Susan semakin takut. "Tapi, jangan pernah menyentuh ibundaku seujung rambut pun."

Dia tahu! Susan tidak dapat menyembunyikan perasaan terkejut dan takut dalam hatinya. Bagaimana Pangeran yang selalu mengurung dirinya dalam kamar tahu dia adalah seorang mata-mata?

"Sampaikan itu pada majikanmu." Selesai mengutarakan niatnya, Axillion kembali membalikkan badan dan berjalan menuju kamarnya.

...****************...

1
Raja Semut
dri berapa bab yg saya baca kenapa tidak pernh di jelaskan asal muasal kekuatan dari sang MC?
Razux Tian: Terima kasih untuk komentnya😀

Aku tidak bisa me jelaskan asal muasal kekuatan MC karena semuanya akan terjawab seiring dengan jalan cerita😄

Sekali lagi, terima kasih telah membaca novel ini🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!