Andai hanya KDRT dan sederet teror yang Mendung dapatkan setelah menolak rencana pernikahan Andika sang suami dan Yanti sang bos, Mendung masih bisa terima. Mendung bahkan tak segan menikahkan keduanya, asal Pelangi—putri semata wayang Mendung, tak diusik.
Masalahnya, tak lama setelah mengamuk Yanti karena tak terima Mendung disakiti, Pelangi justru dijebloskan ke penjara oleh Yanti atas persetujuan Andika. Padahal, selama enam tahun terakhir ketika Andika mengalami stroke, hanya Mendung dan Pelangi yang sudi mengurus sekaligus membiayai. Fatalnya, ketidakadilan yang harus ia dan bundanya dapatkan, membuat Pelangi menjadi ODGJ.
Ketika mati nyaris menjadi pilihan Mendung, Salman—selaku pria dari masa lalunya yang kini sangat sukses, datang. Selain membantu, Salman yang memperlakukan Mendung layaknya ratu, juga mengajak Mendung melanjutkan kisah mereka yang sempat kandas di masa lalu, meski kini mereka sama-sama lansia.
Masalahnya, Salman masih memiliki istri bahkan anak...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bukan Emak-Emak Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Enam
Andai tahu suaminya tetap tidak berubah, meski sempat menjadi mayat hidup dan hanya dirinya maupun sang putri yang sudi mengurus, tentu Mendung sudah memilih perceraian sebagai akhir hubungannya dan Andika, jauh-jauh hari. Tak peduli, meski saat itu, Pelangi terus memohon agar tidak ada perceraian dalam rumah tangganya. Mendung bahkan rela jika dirinya dibenci oleh Pelangi seumur hidup mereka, asal Pelangi tak berakhir di penjara.
“Sekarang kalau sudah begini, tidak punya uang, tidak punya saudara pula, ... apa yang bisa aku jadikan senjata untuk perlawanan?”
“Andai hukum benar-benar adil layaknya yang digembar-gemborkan, ... tentu rasanya tidak akan sesakit ini!”
“Masalah, seumur hidupku ... hukum yang sudah-sudah mereka alami, benar-benar runcing ke orang kecil sepertiku dan Pelangi!”
Andai hukum tidak semengerikan yang Mendung ketahui. Yang mana si miskin akan selalu dikorbankan demi si kaya dan mereka yang beruang, Mendung tak akan setakut sekarang.
Hingga subuh menjelang, Mendung tidak bisa tidur. Tanpa terlebih dulu mandi atau sekadar ganti pakaian, Mendung buru-buru mengunci pintu rumah kemudian meninggalkannya. Sepeda mini milik Pelangi dan biasa Pelangi pakai untuk bepergian, Mendung kayuh. Dengan tatapan yang masih nanar khas orang banyak beban, Mendung menatap wajah-wajah para tetangga. Melalui tatapan dan tangis tertahan, para tetangga jelas memberi Mendung dukungan. Hanya itu yang mereka mampu, Mendung tahu. Sebab tanpa uang dan orang berpengaruh yang membela, hukum akan benar-benar kejam kepada orang kecil seperti mereka.
Pagi masih benar-benar segar di antara sisa hujan semalaman yang membuat jalanan aspal rusak agak licin. Beberapa bagian jalan masih dihiasi sisa air hujan. Yang mengganggu perjalanan di pedesaan Mendung tinggal bukanlah pengendara lain, tetapi ternak warga yang tak jarang beraktifitas di jalan juga. Dari ayam dan para unggas, atau malah kambing yang jumlahnya banyak. Hingga karena itu juga, perjalanan Mendung dan warga lain sampai terganggu.
Setelah menjalani perjalanan hampir dua puluh menit lamanya menggunakan sepeda, akhirnya Mendung sampai tujuan. Rumah Yanti dan meski masih pagi, ia menyaksikan sendiri bahwa sang suami yang makin necis sekaligus gagah, tengah berpelukan sambil berciuman bibir dengan janda pirang di depan gerbang sana.
Dari tampilan mereka yang memakai pakaian olahraga couple, Mendung menduga keduanya akan olahraga pagi, atau malah sengaja bergaya. Menyaksikan kemesraan suaminya dengan wanita yang telah menjebloskan putri semata wayangnya ke penjara, Mendung sungguh muak. Jika keduanya apalagi Yanti berharap dirinya cemburu, Mendung tegaskan tak sedikit pun dirinya merasakan itu. Yang ada, Mendung justru ingin langsung menika m kemudian men cincang keduanya menjadi bagian paling halus.
Diam-diam, menyaksikan sang istri terlihat pucat dan tatapan saja kosong, membuat hati seorang Andika melunak. Andika merasa iba, kasihan, bahkan merasa bersalah. Andika yang sudah tak lagi berciuman bibir dengan Yanti, sengaja memalingkan wajah. Ia tak tega melihat wajah wanita yang selama tiga puluh tahun terakhir mengabdi kepadanya, terdiam penuh duka layaknya namanya, Mendung.
Lain dengan Andika, Yanti justru merasa menang karena telah mengobrak-abrik istri sah dan juga anak kandung dari laki-laki yang ia cintai. Ia merasa sangat bahagia karena Mendung yang awalnya menentang pernikahannya dan Andika, tak segan berlutut memohon-mohon untuk Pelangi.
Dengan jarak tak kurang dari satu meter, Mendung yang penampilannya mirip orang minta-minta dan rambut sepundaknya saja tergerai lusuh, benar-benar mengemis.
“Aku berjanji akan melakukan apa pun, asal kalian membebaskan Pelangi!” ucap Mendung dengan nada jauh lebih tinggi di antara tangisnya. Sebab Yanti dengan sengaja memintanya untuk berucap lebih keras. Yanti berdalih bahwa bos suaminya itu tidak mendengar suara Mendung.
Sambil bersedekap Yanti berkata, “Tidak semudah itu kamu memintaku membebaskan anak setanmu. Apalagi, harga perawatan kulitku jauh lebih mahal dari harga diri maupun nyawa kalian!” Ia menatap remeh Mendung yang masih bersimpuh di hadapannya.
Di sebelah Yanti, Andika tak melakukan apa pun. Andika hanya diam dan hanya sesekali melirik Mendung. Tetangga yang melihat dari kejauhan dan tahu kisah ketiganya, refleks geleng-geleng pada kelakuan Yanti apalagi Andika. Tega-teganya memenjarakan anak sendiri untuk membela calon istri. Yang mana, kelakuan Yanti dan Andika yang tak segan mengumbar kemesraan, diyakini mereka juga sudah menjadikan zina sebagai hal biasa. Hanya saja, uang-uang Yanti membuat mereka tak berdaya. Mereka terlalu takut melawan Yanti karena kekayaan yang Yanti miliki.
“Untuk urusan biaya perawatan kulitmu, aku usahakan untuk mencicilnya. Aku bahkan ikhlas membuang suami sampah seperti Andika, untukmu. Silakan kalian menikah, tidak ada yang melarang lagi! Aku juga dengan sadar sudah tidak menganggapnya sebagai suami lagi. Apalagi aku tahu, jalan cerita dia menikahimu untuk apa!” ucap Mendung.
Meski ucapan Mendung ada saja yang melawannya, Yanti tetap tersenyum sinis sebagai bagian dari kemenangannya.
Di sebelah Yanti, Andika yang disindir Mendung, tetap diam layaknya orang yang tidak berdosa. Karena pada kenyataannya, Andika memang tidak merasa bersalah.
“Baiklah kalau begitu. Karena kelembutan hatiku yang selalu baik kepada orang lain. Bahkan suami orang aku tampung sekaligus puaskan hingga mereka bertekuk lutut di bawah selangka nganku, ... aku akan memberimu keringanan, wahai nenek-nenek miskin!” tegas Yanti benar-benar sombong.
Jujur, Mendung sangat emosi mendengar balasan Yanti yang kali ini. Apalagi ketika janda kaya itu menyebut menampung suami orang, kemudian memuaskannya hingga mereka bertekuk lutut di bawah selangka ngan Yanti. Sudah bisa dipastikan itu juga yang Yanti lakukan kepada Andika.
“Amit-amit ya Allah ... jauh-jauh dariku bahkan keturunanku orang-orang menjijikan seperti mereka. Bismillahirrahmanirrahim, jika ini maumu ya Allah. Kokohkanlah tubuhku, agar aku tetap mampu bertahan membahagiakan putri semata wayangku!” batin Mendung.
“Kalau begitu, mulai hari ini juga, jadilah pembantuku, seumur hidupmu. Hanya dengan begitu, aku akan membebaskan putri setanmu.” Yanti sengaja memberikan syarat tersebut kemudian tersenyum bahagia karenanya. Hanya saja karena ia tak sengaja memergoki gurat kesedihan di wajah Andika kala ia mengatakan syaratnya, di dalam dadanya seolah langsung ada yang berkobar dan membakarnya.
“Lepaskan dulu Pelangi. Setelah itu, jangankan jadi pembantumu seumur hidupku. Mati di tanganmu saja, aku ikhlas asal itu demi anak yang sudah menjadi kewajibanku untuk bertanggung jawab kepadanya!” ucap Mendung penuh ketenangan. Ia tak lagi menangis apalagi sampai tersedu-sedu, sejak Yanti berdalih biasa menampung suami orang kemudian memuaskannya hingga suami orang yang Yanti begitukan, bertekuk lutut di bawah selangkanga n Yanti. Mendung berpikir, dirinya telanjur mati rasa karena kelakuan Andika.
“Semoga setelah ini, kamu bisa bahagia Ngie. Maaf karena hanya ini yang bisa Bunda lakukan untukmu. Andai tahu akhirnya jadi begini, lebih baik Bunda tidak pernah hamil kamu agar kamu juga tak pernah merasakan luka-luka Bunda," bantin Mendung.
(Ramaikan ya. Maaf kalau banyak typo. Namun beberapa sengaja aku buat typo biar cepat lolos penilaian. Kalau enggak, lolosnya bisa besok. Mohon pengertiannya karena nulis di sini memang harus pintar-pintar. Yang belum paham, ayo sama2 belajar biar sama2 enak ya. Jangan marah -marah langsung, hanya karena nemu typo. Ini hapeku juga agak eror buat ngetik lari-lari. Apa efek terlalu penuh memorinya 🙏)