Entah dari mana harus kumulai cerita ini. semuanya berlangsung begitu cepat. hanya dalam kurun waktu satu tahun, keluargaku sudah hancur berantakan.
Nama aku Novita, anak pertama dari seorang pengusaha Mabel di timur pulau Jawa. sejak kecil hidupku selalu berkecukupan. walaupun ada satu yang kurang, yaitu kasih sayang seorang ibu.
ibu meninggal sesaat setelah aku dilahirkan. selang dua tahun kemudian, ayah menikah dengan seorang wanita. wanita yang kini ku sebut bunda.
walaupun aku bukan anak kandungnya, bunda tetap menguruku dengan sangat baik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 6
ARGH!
Terdengar suara teriakan yang menggema, membuatku semakin ketakutan. Sudah berlari jauh tapi tetap saja, lorong ini tak berujung. Dari kejauhan, terlihat seberkas cahaya. Semakin lama semakin menyilaukan sampai ....
Huaaa!
Aku berteriak kencang, seraya bangun dari tidur dengan irama jantung tak beraturan. Tubuhku terasa lemas, capek dan haus. Kuraih segelas air di atas nakas, lalu meminumnya. Waktu menunjukan pukul dua pagi. Berarti aku baru tidur sekitar dua jam.
Prang!
Seperti ada bunyi benda terjatuh dari luar, tapi aku tidak berani mengeceknya. Ada apa dengan rumah ini? Baru ditinggal setahun lebih, kenapa suasananya berubah menjadi menakutkan.
Sudah dua jam, aku masih belum bisa tidur. Hanya berbaring sambil memainkan ponsel. Padahal tubuh ini sudah sangat lelah. Namun mimpi tadi, selalu membuatku ragu untuk menutup mata.
***
Pagi menyapa. Aku ke luar kamar dengan mata setengah mengantuk. Tercium aroma makanan dari arah dapur. Bergegasku berjalan ke sana, melewati koridor yang dalam mimpi semalam sangat menakutkan. "Pagi, Mbok," sapaku saat melihat Mbok Wati sedang memasak Nasi Goreng.
"Eh, Non. Udah bangun," balasnya.
"Mbok, tadi subuh denger ada benda jatoh, Gak?"
"Loh! Non juga denger?"
"Iya, emangnya apa yang jatoh?"
"Gelas, Non. Udah Mbok bersihin."
Aku jadi teringat dengan mimpiku semalam. Apa ini ulah leon? Rasanya tidak bisa dipercaya jika adikku menjadi arwah gentayangan.
"Oh ya udah, Mbok. Nanti sarapannya bawa ke kamar aja ya."
"Iya, Non."
Sebelum kembali ke kamar, aku berkeliling rumah dulu, melihat bekas kamar leon dan Kevin. Kubuka pintu kamar leon. Kamarnya gelap dan agak bau. Sepertinya tidak ada yang membersihkan semenjak kepergiannya. Kulangkahkan kaki ke dalam, lalu membuka jendela. Sehingga ada cahaya matahari yang masuk.
Kuedarkan pandangan menyusuri setiap sudut kamar. Hampir semuanya dipenuhi debu. Mataku terpaku pada sebuah papan tulis kecil berwarna putih, yang menempel di tembok dekat meja belajar. Di sana tertulis daftar tugas sekolahnya dan rencana leon ke depan. "Osaka University," gumamku pelan, membaca kampus yang diinginkan leon.
Adikku memang suka sekali dengan hal berbau Jepang. Wajar jika keinginan terbesarnya adalah kuliah di Jepang. Namun sayang, semua rencananya itu hanya tertulis di sana. Tanpa bisa dilaksanakan.
Kriet!
Suara pintu berderit tepat di samping kananku. Pintu kamar mandi. Aku melirik ke sana, aneh pintu kayu sebesar itu terbuka sendiri, padahal tidak ada angin. Rasa takut pun mulai tumbuh.
Kriet!
Kali ini aku melihat pintu kamar mandi bergerak dengan sendirinya. Cepat-cepat aku ke luar kamar. Namun, sebelum melangkah ke luar, kurasakan ada angin dingin bertiup. Terasa sekali di punggung dan belakang leher. Seketika itu bulu kudukku meremang.
Brug!
Cepat-cepat kututup pintu kamar leon.
***
Awalnya aku ingin mengurungkan niat untuk mengecek kamar Kevin yang ada di sebelahnya. Takut terjadi sesuatu yang aneh lagi. Namun, kuberanikan diri. Berjalan perlahan dan membuka pintu Kamar Kevin.
Berbeda dengan kamar leon. Kamar Kevin lebih terlihat berantakan. Banyak koleksi mobil mainan yang tergeletak di lantai, serta kertas-kertas yang berserakan.
Kulangkahkan kaki perlahan, sambil menyingkirkan beberapa mobil mainan di lantai. Lalu, duduk di atas tempat tidur. Tempat tidurnya masih berantakan. Mungkin Mbok Wati belum sempat merapihkannya. Baju dan celana sekolahnya pun masih tergantung di balik pintu.
Aku bangkit, berjalan mendekati meja belajarnya. Ada sebuah buku gambar yang tergeletak di sana. Kevin memang suka sekali menggambar. Sejak Taman Kanak-kanak dia sering menjuarai lomba menggambar dan mewarnai.
Kubuka lembaran pertama di buku gambar itu. Ada sebuah gambar mobil cantik berwarna hitam. Lalu membuka lembaran berikut, masih bergambar mobil. Sampai di bagian tengah, gambarnya mulai berbeda. Kevin membuat sketsa kasar keluargaku, tapi ada yang aneh ....
Seharusnya kami hanya berlima, tapi di gambar Kevin ada enam orang. Orang lain itu sepertinya seorang wanita, dengan rambut yang panjang. Namun setengah badannya tidak ada. Siapa wanita ini?
Kubuka lembaran berikutnya. Sebuah gambar dengan warna dominan hitam, berbentuk .... "Ular," ucap Seseorang di belakangku.
Kaget. Aku sampai melempar buku gambar yang kupegang. Lalu, menengok ke belakang. "Mbok, ngagetin aja," omelku ketika melihat Mbok Wati sudah berdiri di belakang.
"Maaf, Non. Tadi Mbok cari di kamar gak ada. Ternyata ada di kamar Den Kevin."
"Mbok tau tentang gambar tadi?"
"Iya, Den Kevin pernah cerita," balasnya.
"Mbok masih inget ceritanya?" tanyaku seraya duduk di atas tempat tidur.
"Masih."
"Bisa Mbok ceritain semuanya?"
"Bisa, Non." Mbok Wati menggeser kursi, mendekati tempat tidur. Duduk. Lalu, mulai bercerita.
***
Semenjak kepergian leon, sikap Kevin menjadi berubah. Dia sering ketakutan sendiri. Bahkan pernah meminta Mbok Wati menemani tidur di kamarnya. "Apa yang dia takutin sih, Mbok?" tanyaku.
"Katanya sering ada suara-suara aneh dari kamar Den leon."
"Suara apa?"
"Suara benda jatuh gitu, Non."
Saat mendengar ucapan Kevin, Mbok Wati merasa bingung. Pasalnya dari sehari setelah leon meninggal, kamarnya selalu dalam keadaan terkunci. Mbok Wati sendiri yang menguncinya. Jadi sangat tidak mungkin ada orang yang masuk dan menjatuh-jatuhkan benda di sana. "Jadi kamar leon selalu di kunci, Mbok?"
"Iya, Non."
"Loh? Tadi aku masuk ke sana."
"Kok bisa, Non. Padahal kuncinya selalu ada di kamar Mbok."
"Beneran, Mbok. Tadi aku masuk ke kamar leon. Kalau gak percaya, yuk kita cek!" Aku bangkit dan berjalan ke luar kamar Kevin. Sementara Mbok Wati mengikuti dari belakang.
Kami sudah berdiri tepat di depan pintu kamar leon. Kuulurkan tangan meraih gagang pintu.
Krek!
Pintu tidak terbuka. Kucoba berkali-kali, tapi masih tidak terbuka juga. Bagaimana mungkin? Jelas sekali aku tadi masuk ke dalam. "Udah, Non," ucap Mbok Wati.
"Beneran, Mbok. Tadi aku masuk ke dalem," ucapku masih berusaha membuka pintu.
"Iya, Mbok percaya."
Kulepaskan genggaman, lalu menatap pintu kamar leon. Kalau selama ini pintu selalu dikunci. Lantas, siapa yang tadi membukanya?