Asyifa rela jadi adik madu dari Naura, wanita cantik yang bersosialita tinggi demi pendidikan yang layak untuk kedua adiknya. Hanya saja, Adrian menolak ide gila dari Naura. Jangankan menyentuh Asyifa, Adrian malah tidak mau menemui Asyifa selama enam bulan setelah menikahinya secara siri menjadi istri kedua. Lantas, mampukah Asyifa menyadarkan Adrian bahwa keduanya adalah korban dari perjanjian egois Naura, sang istri pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Enam - Apa Mau Saya Sentuh Sekarang?
Cletak!
Adrian menjentikkan jarinya ke kening Asyifa yang melongo karena mendengar dirinya akan menambahkan uang belanja Asyifa.
“Awwh ... Bapak!” ringis Asyifa dengan mengusap keningnya.
“Lagian kamu melongo begitu?” ucap Adrian.
“Ya habisnya uang yang tiga bulan saja masih utuh, ngapain bapak ngasih tambahan uang lagi? Mubazir lho pak?” jawab Asyifa.
“Aku tidak suka dibantah, Asyifa! Mau tidak mau kamu harus menerima uang tambahan dari saya, dan mulai sekarang belilah baju yang layak pakai, sepatu, tas, make-up, parfum, dan lainnya! Jangan sampai kosong lagi ini meja rias!” tegas Adrian.
“Memang pakaian saya tidak layak pakai, Pak?” tanya Asyifa polos dan meneliti pakaian yang ia gunakan. Menurutnya sudah sangat layak pakai, bahkan itu adalah pakaian yang lumayan mahal harganya menurut Asyifa. “Ini sudah mahal lho, Pak? Saya beli di toko depan sana dekat sama Pasar itu, harganya sudah mahal sekali,” imbuhnya.
“Mahal? Berapa, Asyifa?” tanya Adrian yang tidak yakin pakaian yang Istri Keduanya pakai itu harganya mahal.
“Du—dua ratus ribu, Pak. Mahal, kan? Saya biasa beli harga lima puluh ribu saja di pasar?” jawabnya polos.
Adrian memijit keningnya, lalu membuang napasnya dengan kasar, berpikir kenapa masih ada perempuan seirit Asyifa di zaman milenial ini. Jarang sekali Adrian menemukan perempuan yang apa adanya, tidak neko-neko. Bahkan baju dua ratus ribu saja dibilangnya sudah mahal. Padahal bagi seorang Adrian dan Naura untuk membeli satu setel baju saja sudah habis jutaan bahkan puluhan juta.
“Ya sudah biar saya yang belikan pakaian kamu! Kalau nanti dikasih uang pasti belinya di toko pasar lagi!” ujar Adrian gemas. Apalagi melihat wajah Asyifa yang polos.
“Memangnya harus beli di mana, Pak? Mall atau butik begitu? Haduh ... sayang uangnya, Pak. Dua ratus ribu saja sudah mahal sekali, Pak,” ucapnya.
“Jangan membantah, Asyifa!” tegasnya. “Saya mau mandi, gerah bicara sama kamu!” tukasnya.
Asyifa mengangguk, lalu dia meninggalkan kamarnya, dan segera ke dapur menyiapkan sayuran untuk ia masak, untuk makan siang nanti.
^^^
Masih pukul sembilan pagi, pekerjaan Asyifa sudah selesai semua, menyiapkan sayuran untuk ia masak nanti siang juga sudah selesai. Sebelum memulai masak, ia istirahat sejenak sambil menonton acara Infotainment di Televisi. Santai sejenak sambil menikmati keripik singkong yang ia beli kemarin di toko sebelah, juga ada kue kering yang ia buat kemarin.
Sementara Adrian masih berdiri di depan cermin setelah mandi. Badannya yang kekar, dada yang bidang, perutnya kotak-kotak bak roti sobek, terpampang jelas di pantulan cermin. Segera Adrian ambil kaos yang Asyifa siapkan tadi, dan memakai nya. Untung saja Adrian memakai celana pendek.
“Ironis sekali, seorang CEO yang katanya terkenal tegas, angkuh, dingin, sekarang pakai kaos pink, gambarnya Hello Kitty pula? Sudah nikmati saja, Adrian. Hari ini itung-itung kamu kenalan dengan Asyifa, pendekatan gitu sama istri kedua,” rutuk Adrian sambil melihat dirinya di cermin.
**
Brugh sreet!
Adrian tiba-tiba duduk di sebelah Asyifa dan mengambil toples yang sedang dipegang oleh Asyifa.
“Bapak? Ngagetin saja ih!” ucap Asyifa sedikit terjingkat.
“Lagian serius sekali nonton televisinya? Acara apa sih?” tanya Adrian.
“Biasa, acara gosip, Pak,” jawab Asyifa.
Asyifa beralih memandangi Adrian yang memakai kaosnya, berwarna pink dan bergambar Hello Kitty, Adrian hanya memakai kaos dan celana pendek saja, karena baju dan celananya baru saja dicuci Asyifa. Terlihat jelas Asyifa menyembunyikan tawa di wajahnya. Asyifa memang ingin tertawa, tapi ia tahan, takut suaminya malah marah.
“Kenapa lihat saya begitu, Fa?” tanya Adrian.
“Bapak lucu sekali, pakai pink terlihat menggemaskan,” jawab Asyifa jujur dan tawanya meledak.
“Ketawamu kayak kuntilanak, Fa!” tukasnya geram.
“Habis lucu dan menggemaskan bapak ini? Pinky boy!” ucapnya dengan gelak tawa.
Bisa-bisanya Asyifa tertawa terbahak melihat suaminya memakai kaos pink bergambar hello kitty. Yang Adrian tahu Asyifa gadis pendiam, ternyata dia tidak terlalu pendiam, dan bisa tertawa terpingkal seperti itu di depannya.
“Kamu gemas dengan saya? Kalau gemas sini dekat dengan saya,” ucap Adrian dengan menarik tangan Asyifa.
“Ih enggak, Pak. Bukan begitu. Jangan begini, Pak,” ucap Asyifa gugup.
“Memang kenapa? Saya kan suami kamu?” ujar Adrian.
“I—iya, tapi kan tidak begitu juga, Pak?” ucap Asyifa gugup.
Asyifa sedikit menggeser tubuhnya, menjauh dari Adrian, karena takut Adrian macam-macam. Padahal enam bulan dia menunggu Adrian supaya memberikan hak batinnya, akan tetapi setelah didekati Adrian, dia tidak keruan rasanya, Asyifa malah canggung dan ketakutan. Apalagi dia belum pernah merasakan sedekat itu dengan laki-laki.
“Fa, kamu kenapa mau disuruh Naura jadi istri kedua? Kamu masih muda lho?” tanya Adrian.
“Kan bapak sudah tahu alasannya? Kenapa bapak tanya lagi?” jawab Asyifa.
“Karena ekonomi?”
“Iya itu lebih tepatnya, Pak,” jawabnya.
Adrian melirik Asyifa yang masih fokus dengan acara televisi yang ditontonnya. Entah kenapa selama enam bulan baru ketemu lagi dengan Asyifa, pagi ini dia merasa sudah begitu akrab dengan Asyifa, bahkan Adrian semakin penasaran, ingin mengenal Asyifa lebih jauh lagi.
“Fa?” panggil Adrian.
Asyifa sontak menoleh ke arah suaminya itu. “Iya, kenapa, Pak?” sahutnya.
“Kamu yakin mau melakukannya dengan saya? Kamu tidak tahu saya, saya juga tidak tahu kamu, bahkan saya tidak ada perasaan sama kamu, apa kamu mau disentuh oleh laki-laki yang tidak memiliki perasaan apa pun pada dirimu?” tanya Adrian.
“Saya tahu konsekuensinya, Pak,” ucap Asyifa.
“Bukankah kamu sama saja seperti menjual dirimu, Asyifa?”
“Kalau menjual diri itu kita melakukan tidak ada ikatan, Pak. Saya sudah dinikahi Bapak, meskipun dengan menikah siri,” jawab Asyifa.
“Iya betul. Tapi, nikah siri juga harus dengan Wali yang sah, Asyifa? Bukan seperti kemarin, sewaan Naura semua orangnya. Kita tidak sah kalau melakukan seperti itu. Apa kamu mau, anakmu lahir dengan tidak sah menjadi anak saya? Saya memang ingin anak, saya butuh memiliki keturunan, tapi dari istriku yang sah, bukan istri siri,” ucap Adrian.
Asyifa mengangguk paham apa yang Adrian jelaskan. Asyifa membenarkan ucapan suaminya itu, memang kalau anak hasil pernikahan siri, tidak bisa tercantum di catatan sipil, jadi untuk mendapatkan hak apa pun dari ayahnya juga akan dipersulit. Asyifa semakin memperdalam pikirannya, bagaimana kalau suatu hari nanti Naura hamil? Bagaimana nasib anaknya dengan Adrian nantinya? Pasti akan tersisihkan.
Sejenak mereka diam, hanyut dalam pikirannya masing-masing.
“Ucapan Bapak benar. Kalau anak saya lahir, bukan anak yang sah, terus kalau suatu hari Mbak Naura punya anak dari Bapak, kasihan anak saya,” ucap Asyifa lirih.
“Kamu baru sadar akan hal itu?” ucap Adrian, yang dijawab oleh anggukkan kepala Asyifa.
“Baiklah, sekarang aku butuh bantuanmu. Apa kamu mau membantuku, Asyifa?” tanya Adrian, lagi.
“Bantu apa, Pak? Biar punya anak sekarang? Saya siap kok, Pak,” ucap Asyifa, polos.
Melihat itu, Adrian menggelengkan kepala. Padahal, baru saja gadis itu sadar kalau nanti anaknya lahir bukan anak yang sah di mata hukum.
Sekarang, kok malah nawarin?
“Apa kamu sudah ingin saya sentuh? Disuruh duduk dekatan saya saja malah menjauh?”
Ucapan Adrian membuat Asyifa tersipu. “Jadi, bantuan apa yang harus saya lakukan, Pak?”
"Bantu aku untuk...."