Setelah kematian yang tragis, dia membuka matanya dalam tubuh orang lain, seorang wanita yang namanya dibenci, wajahnya ditakuti, dan nasibnya dituliskan sebagai akhir yang mengerikan. Dia kini adalah antagonis utama dalam kisah yang dia kenal, wanita yang dihancurkan oleh sang protagonis.
Namun, berbeda dari kisah yang seharusnya terjadi, dia menolak menjadi sekadar boneka takdir. Dengan ingatan dari kehidupan lamanya, kecerdasan yang diasah oleh pengalaman, dan keberanian yang lebih tajam dari pedang, dia akan menulis ulang ceritanya sendiri.
Jika dunia menginginkannya sebagai musuh, maka dia akan menjadi musuh yang tidak bisa dihancurkan. Jika mereka ingin melihatnya jatuh, maka dia akan naik lebih tinggi dari yang pernah mereka bayangkan.
Dendam, kekuatan, dan misteri mulai terjalin dalam takdir barunya. Tapi saat kebenaran mulai terungkap, dia menyadari sesuatu yang lebih besar, apakah dia benar-benar musuh, atau justru korban dari permainan yang lebih kejam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Pertempuran Di Reruntuhan Kuno
Seraphina langsung bergerak lebih dulu, tubuhnya melesat seperti bayangan ke arah pria bertopeng yang berdiri paling depan. Dengan gerakan cepat, ia menghunus belatinya dan menebas ke arah leher lawan.
Namun—
Clang!
Sebuah belati lain muncul entah dari mana, menahan serangannya dengan akurat.
Seraphina mundur beberapa langkah, memperhatikan pria bertopeng itu lebih saksama.
"Cepat tanggap," gumamnya.
Di sampingnya, Lucian sudah terlibat pertarungan sengit dengan dua lawan sekaligus. Ia bergerak lincah, pedangnya memantulkan cahaya bulan saat melawan serangan dari dua lawan yang tampaknya juga sangat terlatih.
Sementara itu, pria bertopeng yang menahan serangan Seraphina tadi tertawa kecil.
"Aku penasaran seperti apa kekuatan sang Seraphina Duskbane yang terkenal itu," katanya dengan suara dingin.
Seraphina tersenyum tipis. "Kau akan segera tahu."
Lalu, ia menghilang dalam sekejap.
Pria bertopeng itu hanya sempat menyipitkan mata sebelum rasa dingin menusuk lehernya.
Namun, sebelum belati Seraphina benar-benar mengenai daging, sebuah gelombang energi menghantamnya dari samping, membuatnya terlempar beberapa meter ke belakang.
"Tch!" Seraphina berputar di udara sebelum mendarat dengan stabil.
Ia menatap tajam ke arah pria bertopeng itu, yang kini mengangkat tangannya, memegang sebuah jimat berukir rune kuno.
"Ah, kau tidak hanya mengandalkan teknik fisik," Seraphina mendecakkan lidah. "Kau juga bisa menggunakan sihir."
Pria bertopeng itu menyeringai. "Tentu saja. Apa kau pikir kami hanya pembunuh biasa?"
Boom!
Sebuah ledakan sihir terjadi di tempat Lucian bertarung, membuat debu beterbangan ke udara.
Seraphina menoleh sekilas, melihat Lucian melompat mundur dengan luka kecil di pipinya.
"Seraphina, kita harus cepat," katanya tanpa melepas tatapannya dari lawan-lawannya. "Aku tidak yakin kita bisa menang jika pertarungan ini berlarut-larut."
Seraphina menghela napas.
"Baiklah."
Tanpa ragu, ia menghunus belatinya sekali lagi, lalu meluncur ke depan dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi.
Pria bertopeng itu mencoba mengangkat jimatnya lagi, tetapi kali ini—
Clang!
Seraphina menebas jimat itu dengan cepat, menghancurkannya sebelum sihirnya sempat diaktifkan.
"Apa—?" pria itu terbelalak, tetapi sebelum ia bisa bereaksi lebih jauh—
Cras!
Belati Seraphina menancap di bahunya.
"AARGH!"
Seraphina berputar dengan cepat, menendang pria itu ke belakang hingga tubuhnya menghantam pohon di belakangnya.
Saat itu juga, Lucian berhasil menghancurkan pertahanan lawannya, menghunuskan salah satu pedangnya ke perut musuhnya.
Pria bertopeng yang tersisa melihat rekannya terjatuh dan memutuskan untuk mundur.
"Kita akan bertemu lagi, Seraphina Duskbane!" katanya sebelum menghilang dalam bayangan hutan.
Seraphina tidak mengejarnya.
Ia menghela napas panjang, lalu menoleh ke arah Lucian.
"Kau baik-baik saja?"
Lucian mengusap luka di pipinya, lalu tersenyum miring. "Hanya luka kecil. Kau?"
Seraphina mengangkat bahu. "Biasa saja."
Lucian tertawa kecil. "Tentu saja."
Setelah memastikan tidak ada lagi musuh di sekitar, mereka melanjutkan perjalanan menuju Reruntuhan Kuno.
Setelah beberapa jam berjalan, akhirnya mereka tiba di depan reruntuhan besar yang tertutup kabut tebal.
Dari kejauhan, reruntuhan itu tampak seperti sisa-sisa istana kuno yang telah lama ditinggalkan, dengan pilar-pilar tinggi yang sudah mulai runtuh dan dinding-dinding yang dipenuhi lumut.
Namun, begitu mereka mendekat—
Sebuah suara bergema di udara.
"Aku sudah menunggumu, Seraphina."
Seraphina berhenti di tempat, tatapannya mengeras.
Di atas salah satu reruntuhan, sosok Xerath berdiri dengan jubah hitam panjangnya.
Di tangannya, ia menggenggam sebuah bola hitam yang berdenyut seperti jantung yang hidup.
"Selamat datang di akhir perjalananmu."
Seraphina mengetatkan genggaman pada belatinya.
"Kita lihat siapa yang akan berakhir di sini, Xerath."
Dan dengan itu—
Pertarungan terakhir pun dimulai.
.
.
Suasana berubah mencekam.
Kabut tebal di sekitar reruntuhan berputar dengan sendirinya, seolah merespons kehadiran Xerath, pria berjubah hitam yang berdiri di atas puing-puing pilar raksasa. Bola hitam yang ia genggam berdenyut pelan, memancarkan aura gelap yang membuat udara di sekitar terasa lebih berat.
Seraphina mengencangkan genggamannya pada belati, sementara Lucian menghunus kedua pedangnya dengan sikap waspada.
"Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini," kata Seraphina dengan nada dingin. "Apa yang kau inginkan, Xerath?"
Xerath tersenyum tipis, tatapannya tajam dan penuh kepercayaan diri.
"Aku sudah memberitahumu," katanya sambil mengangkat bola hitam itu. "Aku menunggumu."
Seraphina mengerutkan kening.
Dari cara Xerath berbicara, seolah-olah kehadiran mereka sudah diprediksi jauh sebelumnya.
"Jangan bilang kau memang sudah menyiapkan perangkap," Lucian menyela, matanya menyipit penuh kewaspadaan.
Xerath terkekeh pelan. "Perangkap?" Ia mengangkat bahu. "Aku hanya mengatur keadaan agar kalian berdua datang ke tempat ini. Lagipula... aku yakin kau juga penasaran, bukan?"
Seraphina tidak membantah.
Ia memang merasa ada sesuatu yang aneh sejak awal. Mengapa Xerath, seseorang dengan kekuatan yang begitu besar, tidak pernah menyerangnya secara langsung?
Jika Xerath benar-benar ingin membunuhnya, ia pasti sudah melakukannya sejak lama.
Lalu, apa tujuannya?
Sebelum ia sempat berpikir lebih jauh—
Boom!
Sebuah ledakan energi muncul dari bola hitam di tangan Xerath, menyebarkan kabut gelap ke seluruh reruntuhan.
"Awas!" Lucian segera menarik Seraphina ke belakang, tepat sebelum kabut itu menyentuh tanah.
Saat kabut hitam menyelimuti area sekitar, sesuatu yang mengerikan terjadi.
Pilar-pilar batu yang hancur mulai bergetar.
Dari balik kabut, terdengar suara retakan keras, seolah-olah ada sesuatu yang bangkit dari dalam tanah.
Seraphina dan Lucian mundur dengan hati-hati, mencoba mencari celah untuk menyerang, tetapi kabut itu terlalu tebal.
"Seraphina, kita harus keluar dari kabut ini—"
Namun sebelum Lucian menyelesaikan kata-katanya, sesuatu bergerak di dalam kabut.
"GROAAAAHH!"
Makhluk-makhluk raksasa dengan tubuh yang terbuat dari batu dan kegelapan mulai bermunculan.
Seraphina langsung menyerang.
Dengan kecepatan luar biasa, ia meluncur ke depan, belatinya berkilat di udara saat ia menebas salah satu makhluk batu itu.
Namun—
"Tch!"
Serangannya tidak menembus!
Belatinya hanya memantul dari tubuh keras makhluk itu, tanpa meninggalkan bekas sedikit pun.
"Mereka kebal terhadap serangan fisik!" Lucian berteriak, melompat mundur untuk menghindari serangan dari makhluk lainnya.
Seraphina menggeram.
Jika serangan fisik tidak mempan, maka ia harus menggunakan sihir.
Dengan cepat, ia mengaktifkan mantra sihirnya, menarik energi dari udara di sekitarnya.
"Ignis Flamma!"
Ledakan api muncul dari tangannya, membakar salah satu makhluk batu itu hingga terbakar habis.
Namun, sebelum ia bisa menyerang yang lain—
Xerath tiba-tiba muncul di belakangnya!
"Kau terlalu lambat, Seraphina."
Xerath mengayunkan tangannya, dan bola hitam yang ia pegang melepaskan gelombang energi kuat yang langsung menghantam tubuh Seraphina.
"UGH!"
Seraphina terlempar jauh, menghantam reruntuhan batu dengan keras.
Lucian mencoba menyerang Xerath dari samping, tetapi Xerath mengangkat satu tangan, dan tubuh Lucian mendadak membeku di tempat.
"Aku sudah mempelajari kelemahan kalian," Xerath berkata dengan suara dingin. "Dan aku ingin melihat seberapa jauh kau bisa bertahan, Seraphina."
Seraphina mendesis kesakitan, tetapi ia memaksakan diri untuk berdiri.
Tidak.
Ia tidak akan kalah di sini.
Ia harus menang.
Seraphina menutup matanya sejenak, mengatur napasnya.
Ia tahu bahwa jika ia menggunakan kekuatan aslinya, kemungkinan besar identitasnya akan terbongkar.
Namun, tidak ada pilihan lain.
"Baiklah, Xerath," gumamnya. "Kau ingin melihat kemampuanku yang sebenarnya?"
Mata Seraphina berubah menjadi warna emas terang, dan sebuah aura yang luar biasa kuat mulai mengalir dari tubuhnya.
Xerath terbelalak.
"Apa—?"
Sebelum ia sempat bereaksi, Seraphina sudah melesat dengan kecepatan yang tidak bisa diikuti mata manusia biasa.
"Apa kau pikir aku akan membiarkanmu menang begitu saja?"
Boom!
Satu pukulan dari Seraphina menghancurkan kabut hitam di sekitarnya, dan dalam sekejap—
Ia sudah berada tepat di depan Xerath.
"Game over."
Dengan satu gerakan cepat, Seraphina menusukkan belatinya tepat ke dada Xerath.
"AAAAARGH!"
Xerath menjerit kesakitan, tubuhnya bergetar hebat saat cahaya emas dari tubuh Seraphina membakar kegelapan di dalam dirinya.
Bola hitam di tangannya retak, lalu pecah berkeping-keping.
"T-tidak mungkin..." Xerath jatuh ke tanah, tubuhnya melemah dalam sekejap.
Lucian, yang akhirnya terbebas dari cengkeraman sihir Xerath, segera melompat ke sisi Seraphina.
"Kau baik-baik saja?" tanyanya.
Seraphina mengangguk. "Ya, tapi kita belum selesai."
Mereka menoleh ke arah Xerath, yang kini terkapar di tanah dengan napas terengah-engah.
Namun sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh—
Xerath tertawa pelan.
"Kalian pikir... ini sudah berakhir?"
Seraphina dan Lucian langsung bersiap kembali, tetapi—
Boom!
Tiba-tiba tanah di bawah mereka retak, dan sebuah kekuatan yang jauh lebih gelap muncul dari dalam reruntuhan.
"Kita akan bertemu lagi, Seraphina Duskbane..."
Dalam sekejap, Xerath menghilang dalam kegelapan, meninggalkan mereka berdua dalam reruntuhan yang kini mulai runtuh.
Seraphina menghela napas panjang.
"Ini baru permulaan."
Lucian mengangguk, matanya dipenuhi keseriusan.
"Ya... kita harus bersiap untuk yang lebih besar."
Dan dengan itu, pertempuran di Reruntuhan Kuno berakhir.
Al-fatihah buat neng Alika beliau orang baik dan Allah menyayangi orang baik, beliau meninggal di hari Jumat bertepatan setelah malam nisfu syabaan setelah tutup buku amalan.. semoga beliau di terima iman Islamnya di ampuni segala dosanya dan di tempatkan di tempat terindah aamiin ya rabbal alamiin 🤲