Nesya, seorang gadis sederhana, bekerja paruh waktu di sebuah restoran mewah, untuk memenuhi kebutuhannya sebagai mahasiswa di Korea.
Hari itu, suasana restoran terasa lebih sibuk dari biasanya. Sebuah reservasi khusus telah dipesan oleh Jae Hyun, seorang pengusaha muda terkenal yang rencananya akan melamar kekasihnya, Hye Jin, dengan cara yang romantis. Ia memesan cake istimewa di mana sebuah cincin berlian akan diselipkan di dalamnya. Saat Nesya membantu chef mempersiapkan cake tersebut, rasa penasaran menyelimutinya. Cincin berlian yang indah diletakkan di atas meja sebelum dimasukkan ke dalam cake. “Indah sekali,” gumamnya. Tanpa berpikir panjang, ia mencoba cincin itu di jarinya, hanya untuk melihat bagaimana rasanya memakai perhiasan mewah seperti itu. Namun, malapetaka terjadi. Cincin itu ternyata terlalu pas dan tak bisa dilepas dari jarinya. Nesya panik. Ia mencoba berbagai cara namun.tidak juga lepas.
Hingga akhirnya Nesya harus mengganti rugi cincin berlian tersebut
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia's Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Panggilan Telpon yang membuat jantung berdebar
Hari pertama Nesya di Kang Group tidak berjalan semudah yang ia bayangkan. Meskipun ia sudah terbiasa dengan budaya kerja Korea, nyatanya menjadi karyawan baru tetap penuh tantangan.
Begitu ia diperkenalkan di depan timnya, beberapa seniornya hanya menatapnya sekilas, lalu kembali sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ada pula yang saling berbisik sambil melirik ke arahnya, seolah mempertanyakan bagaimana seorang gadis Indonesia bisa masuk ke perusahaan sebesar ini.
"Sepertinya dia dapat posisi ini karena keberuntungan," bisik seorang wanita berambut pendek dengan suara yang cukup keras untuk didengar Nesya.
"Atau mungkin karena dia kenal seseorang di dalam," sahut rekan di sebelahnya dengan nada mencemooh.
Nesya menghela napas dalam-dalam. Ia bukan tipe yang mudah terpengaruh oleh komentar negatif, tapi tetap saja, perlakuan seperti ini terasa tidak adil.
Hari itu, ia bekerja dengan tekun, berusaha tidak memedulikan tatapan meremehkan dari beberapa seniornya. Ia membuktikan kemampuannya dengan cepat memahami sistem kerja perusahaan dan menyelesaikan tugasnya lebih cepat dari yang diminta.
Saat istirahat makan siang, Nesya duduk sendiri di kantin sambil membuka aplikasi terjemahan di ponselnya, memastikan bahwa ia tidak salah memahami dokumen-dokumen yang diberikan. Tiba-tiba, seorang pria muda berjas rapi duduk di depannya.
“Kamu karyawan baru, kan?” tanyanya ramah dalam bahasa Korea.
Nesya mengangguk. "Ya, saya Nesya," jawabnya sopan.
Pria itu tersenyum. “Aku Han Ji Hoon, dari tim pengembangan bisnis. Jangan terlalu dipikirkan komentar mereka. Di sini memang butuh waktu untuk diterima.”
Nesya tersenyum tipis. Dia tak peduli dengan
Jae Hyun duduk di depan cermin besar di butik perancang ternama di Seoul. Setelan jas pengantin putih sudah melekat sempurna di tubuhnya, dan Hye Jin berdiri di sampingnya dengan gaun pengantin yang indah, tersenyum penuh kebahagiaan.
Namun, saat menatap bayangannya di cermin, Jae Hyun merasa ada yang aneh. Seharusnya ini adalah momen yang membahagiakan, tapi kenapa ada sesuatu di dalam hatinya yang terasa kosong?
Hye Jin sibuk memilih cincin pernikahan, matanya berbinar penuh semangat. "Oppa, yang ini bagaimana?" katanya, menunjukkan cincin berlian dengan desain mewah.
Jae Hyun mengangguk tanpa benar-benar memperhatikan. Semua ini terasa seperti adegan dalam sebuah film, di mana dia hanya berperan tanpa benar-benar merasakan apa yang seharusnya dia rasakan.
Pikirannya tiba-tiba melayang ke sosok lain—Nesya. Gadis itu tak pernah meminta apapun darinya, tak pernah menuntut perhatian atau cinta. Bahkan saat meninggalkannya, Nesya pergi tanpa melihat ke belakang.
Entah kenapa, bayangan Nesya dengan hijabnya yang sederhana, tatapan matanya yang tegar, dan senyumnya yang tulus, terus muncul di benaknya.
"Oppa?" Suara Hye Jin membuyarkan lamunannya.
Jae Hyun mengerjapkan mata. "Hm?"
"Kamu tidak mendengarkan aku, ya?" Hye Jin cemberut, lalu tersenyum manis. "Aku tahu kamu gugup, tapi ini pernikahan kita. Kamu harus lebih antusias."
Jae Hyun tersenyum tipis, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa pernikahan ini memang yang ia inginkan. Tapi jauh di dalam hatinya, ada satu pertanyaan yang terus menghantui—Benarkah ini yang dia inginkan?
"Tentu saja sayang,"ujar Jae Hyun.
♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡
Nesya sedang sibuk menyusun laporan di mejanya ketika ponselnya bergetar pelan. Matanya sedikit membelalak saat melihat nama yang tertera di layar: Jae Hyun.
"Jae Hyun?mau apa dia menelepon?"
Tangannya sempat ragu untuk mengangkat. Sudah beberapa bulan sejak dia meninggalkan Korea, dan selama itu dia berusaha untuk tidak memikirkan pria itu lagi. Namun, kenapa sekarang Jae Hyun malah menghubunginya?
Setelah menarik napas panjang, akhirnya Nesya menjawab."Huffft."
"Halo?" Suaranya terdengar datar, berusaha setenang mungkin.
Di seberang sana, ada jeda beberapa detik sebelum Jae Hyun menjawab. Seolah dia juga ragu dengan apa yang akan dikatakannya. "Nesya... Apa kabar?"
Nesya terdiam sesaat. Ini pertama kalinya Jae Hyun bertanya tentang keadaannya, bahkan saat mereka masih bersama di Korea, pria itu jarang sekali menunjukkan perhatian.
"Aku baik," jawab Nesya singkat.
"Kau... sudah nyaman di sana?"
Nesya mengangguk, meski tahu Jae Hyun tak bisa melihatnya. "Ya. Aku sudah mulai bekerja. Semuanya berjalan lancar."
Jae Hyun kembali terdiam. Dia menatap cincin pertunangan yang baru saja dia pilih bersama Hye Jin. Seharusnya dia merasa lega, seharusnya dia tidak perlu lagi peduli pada Nesya. Tapi, entah kenapa mendengar suara gadis itu lagi membuat hatinya terasa aneh.
"Bagus kalau begitu," katanya akhirnya, suaranya sedikit berat. "Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja."
Nesya tersenyum tipis, meski dia tahu percakapan ini tak akan bertahan lama. "Terima kasih, Jae Hyun. Semoga persiapan pernikahanmu berjalan lancar."
Jae Hyun terhenyak. Dia tak pernah menyebutkan soal pernikahan, tapi tentu saja Nesya sudah mengetahuinya. Berita tentang dia dan Hye Jin pasti tersebar di media.
"Ya... terima kasih," jawabnya lirih.
Setelah itu, hanya ada keheningan di antara mereka, seolah ada begitu banyak hal yang ingin dikatakan, tapi tak satupun yang benar-benar bisa terucap.
Akhirnya, Nesya mengakhiri percakapan lebih dulu. "Selamat tinggal, Jae Hyun."
Klik. Sambungan terputus.
Jae Hyun menatap ponselnya lama, merasa ada sesuatu yang hilang—atau mungkin sesuatu yang baru saja dia lepaskan untuk selamanya. Dia mendekap ponselnya ke dadanya. Ada rasa rindu yang datang begitu saja dari sosok Nesya.
"Aku...tak mengerti dengan semua ini, takdir apa ini?seharusnya aku bahagia dengan pernikahanku, bukankah ini yang ku inginkan sejak awal?"gumam pelan Jae Hyun.
Nesya meletakkan ponselnya di meja, menatap layar yang kini sudah gelap. Dadanya masih berdegup kencang, tangannya sedikit gemetar. Dia tidak mengerti kenapa satu panggilan singkat dari Jae Hyun bisa membuat perasaannya kacau seperti ini.
Padahal, dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk melupakan pria itu. Sudah berusaha keras untuk tidak menoleh ke belakang. Tapi nyatanya, hanya dengan mendengar suaranya, semua kenangan yang ia coba kubur kembali bermunculan.
"Apa aku masih berharap?" Nesya berbisik pada dirinya sendiri. Tidak. Dia tidak boleh seperti ini. Jae Hyun akan menikah dengan Hye Jin. Itu kenyataan yang harus ia terima. "Tidak Nesya, sadarlah, kau dan dia memiliki pembatas yang sangat tinggi. "
Menarik napas panjang, Nesya menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir kegelisahan dalam hatinya. Dia harus tetap kuat. Tidak ada gunanya membiarkan perasaan ini menguasainya lagi.
Namun, jauh di lubuk hatinya, ada sesuatu yang berbisik pelan, bahwa mungkin, meskipun ia telah pergi jauh, sebagian hatinya masih tertinggal di Korea. Tepat di sisi pria yang seharusnya sudah ia lupakan.
♡♡♡♡♡♡♡♡
Jae Hyun menatap layar ponselnya dengan ekspresi tegang. Berita yang menyebar begitu cepat menghantamnya seperti pukulan telak. Video yang menunjukkan Hye Jin dalam adegan dewasa dengan seorang pria lain beredar di berbagai platform.
Tangannya mengepal erat. Rahangnya mengeras. Napasnya memburu karena amarah yang tak bisa ia bendung. Ini bukan sesuatu yang bisa ia anggap sepele. Hye Jin, wanita yang seharusnya menjadi istrinya, memiliki masa lalu yang tidak pernah ia ketahui. Dan yang lebih parah, itu menjadi konsumsi publik.
Dengan langkah cepat, ia mengambil jasnya dan keluar dari kantornya. Saat tiba di apartemen Hye Jin, ia mendapati wanita itu terduduk di sofa, wajahnya penuh kecemasan dan air mata menggenang di matanya.
"Jae Hyun, aku bisa menjelaskan—"
"Menjelaskan apa, Hye Jin?" suara Jae Hyun dingin, nyaris tanpa emosi. "Seharusnya aku mengetahuinya sebelum semua ini terjadi. Kenapa kau tidak pernah mengatakan apa pun?"
"Aku takut kehilanganmu," suara Hye Jin bergetar. "Itu dulu, aku masih muda dan bodoh! Aku tidak menyangka ini akan muncul lagi sekarang."
Jae Hyun menarik napas dalam, mencoba meredam emosinya. Tapi hatinya sudah terlalu kecewa. Ini bukan hanya tentang skandal, tapi tentang kepercayaan. Dan kepercayaan itu kini hancur.
"Kita perlu waktu," ujar Jae Hyun akhirnya, suaranya lebih dingin dari sebelumnya.
Mata Hye Jin membesar. "Tidak! Kau tidak bisa meninggalkanku hanya karena ini! Kita akan menikah, Jae Hyun!"
Jae Hyun menatapnya tajam. "Aku tidak tahu apakah aku masih bisa melakukannya."
Tanpa menunggu jawaban, Jae Hyun berbalik dan meninggalkan apartemen itu. Di dalam mobilnya, ia memijit pelipisnya, pikirannya kacau. Pernikahan yang sudah di depan mata kini terasa semakin jauh.
ceritanya bikin deg-degan
semagat terus yaa kak