Untuk mengungkap penyebab adiknya bunuh diri, Vera menyamar menjadi siswi SMA. Dia mendekati pacar adiknya yang seorang bad boy tapi ternyata ada bad boy lain yang juga mengincar adiknya. Siapakah pelakunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21
Sagara melangkah dengan cepat menuju ruang guru. Dia sengaja memberi tahu Novan terlebih dahulu karena dia ingin tahu bagaimana reaksi Novan jika Vera terluka. Apa dia khawatir? Atau hanya biasa saja?
Begitu sampai di lorong, dia berpapasan dengan Novan. Guru muda itu tampak baru saja keluar dari ruangannya, ekspresinya tetap tenang seperti biasa.
Tanpa basa-basi, Sagara langsung mendekat dan berkata, “Pak, Vera pingsan. Dia dipukul sama Kevin.”
Dia sengaja mengamati wajah Novan, berharap menemukan sesuatu—shock, panik, atau setidaknya sedikit rasa khawatir. Tapi yang dia lihat hanyalah ekspresi datar.
“Seharusnya kamu lapor saja pada guru BK bukan pada saya. Saya juga bukan walinya."
Sagara hanya mengangguk. "Tapi saya lihat Pak Novan dekat sama Vera. Dia sekarang ada di UKS bersama Dwiki."
Novan tak menjawab lagi. Dia melangkahkan kakinya menuju UKS.
Sagara mengerutkan kening, memperhatikan punggung Novan yang menjauh. Tidak ada perubahan ekspresi, tidak ada kepanikan. Entah karena takut ketahuan hubungannya dengan Vera atau karena memang tak peduli.
Sagara diam-diam mengikuti Novan menuju UKS. Dia menghentikan langkahnya saat melihat Novan yang masuk ke dalam UKS.
Novan melangkah masuk ke dalam UKS, matanya langsung tertuju pada Vera yang terbaring di kasur. Di sampingnya, Dwiki duduk sambil memegang kompres dan mengompres kepala Vera yang memar dengan khawatir.
"Kenapa Vera seperti ini?" tanya Novan sambil berdiri di dekat Dwiki.
Dwiki menoleh, menatap Novan bingung. Mengapa Novan yang datang? "Vera menolong saya" jawabnya singkat. "Dia kena pukul Kevin. Saya akan bertanggung jawab jika terjadi apa-apa pada Vera."
Novan menatap wajah Vera yang tampak pucat dengan luka memar di dahinya.
"Sekarang kamu kembali ke kelas saja," ucap Novan sambil mengambil kompres dari tangan Dwiki. "Saya akan menghubungi orang tuanya."
Dwiki ragu sejenak, tetapi akhirnya mengangguk. Sebelum pergi, dia memperhatikan Novan yang tetap berdiri di samping Vera. Dia penasaran, apa hubungan Novan dengan Vera?
Dwiki melangkah keluar dari UKS dengan pikiran yang masih dipenuhi rasa bersalah. Saat dia hampir mencapai pintu, dia melihat Sagara yang berdiri di sana dan terus mengintai Novan yang berada di dalam UKS.
"Ada apa?" tanya Dwiki setengah berbisik.
Sagara memberi isyarat pada Dwiki agar dia pergi.
Namun, bukannya menurut, Dwiki justru berhenti di sebelah Sagara. Dia juga sangat penasaran dengan hubungan Novan dan Vera. "Memang apa hubungan mereka? Pak Novan kan walinya Rhea." Dwiki masih saja berbisik-bisik di dekat Sagara.
Sagara meliriknya sekilas dengan tatapan tajam, kemudian dia kembali menatap ke dalam UKS. "Bukan urusan lo. Lo ke kelas saja." Sagara mengambil ponselnya dan merekam ke dalam UKS. Ya, siapa tahu ada sesuatu yang dilakukan Novan karena tatapan Novan sangat berbeda saat melihat Vera berbaring tak berdaya.
Tapi, Dwiki tetap berdiri di dekat Sagara. Dia melihat ke dalam UKS itu dari ponsel Sagara yang merekamnya. Terlihat Novan hanya menatap Vera sambil mengompres mengompres kepala Vera. Namun, gerakannya perlahan berubah. Tangannya yang seharusnya hanya menempel di kening Vera, turun perlahan ke leher, lalu semakin turun hingga menyentuh dada gadis itu, meski hanya sesaat.
Dwiki mengepalkan tangannya erat. "Brengsek!" desisnya, tubuhnya sudah siap melesat masuk untuk menghajar Novan.
Namun, Sagara langsung menahannya dengan satu tangan di dada Dwiki. "Jangan gegabah! Gue masih mencari bukti," bisiknya tajam.
Rahang Dwiki mengeras karena menahan amarah. "Gue gak bisa diam aja lihat Vera dilecehin. Apalagi dia guru!" Suara Dwiki penuh penekanan meski sangat pelan.
Sagara mempererat cengkeramannya. "Lo pikir dengan mukulin dia sekarang, semuanya bakal selesai? Jangan kacaukan semuanya!"
"Apa yang kalian lakukan di sini?"
Mereka berdua tersentak dan menoleh cepat. Seorang penjaga UKS berdiri di sana dengan tatapan curiga, menatap mereka bergantian sambil membawa obat.
Sagara langsung menurunkan ponselnya dengan tenang dan menyelipkannya ke dalam saku. "Tidak ada apa-apa, Bu. Hanya mencari Pak Novan karena belum masuk ke kelas saya."
Penjaga itu mengerutkan dahi. "Pak Novan ada di dalam?"
"Iya, tolong sampaikan saja. Saya permisi." Sagara menarik paksa Dwiki agar menjauh dari UKS.
"Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Dwiki. Dia menarik seragam Sagara. "Apa yang lo rencanain? Lo seharusnya laporkan Pak Novan karena sudah melecehkan Vera. Gue gak takut meskipun dia guru, gue akan hajar dia."
"Masalahnya bukan hanya itu. Gue gak bisa cerita sama lo karena ini privasi Vera. Kalau lo ingin tahu, lo tanya saja sama Vera. Satu lagi, lo jangan libatkan Vera dalam masalah lo. Sehebat apapun Vera, dia tetap seorang perempuan," kata Sagara.
"Gue gak pernah libatin Vera! Gue juga gak mau dia kenapa-napa."
"Iya, gue tahu." kemudian Sagara pergi begitu saja menuju kelas.
***
"Pak Novan, ditunggu muridnya," kata penjaga UKS sambil memeriksa Vera. "Sebentar lagi, dia pasti sadar." Kemudian dia kembali duduk di dekat pintu.
Novan hanya menganggukkan kepalanya. Saat dia akan pergi, Vera akhirnya sadar dan menatap Novan yang berdiri di sampingnya.
"Vera, aku antar ke rumah sakit kalau sakitnya parah," kata Novan.
Vera hanya menggelengkan kepalanya.
"Vera, ingat fokus kamu kembali ke sekolah ini. Jangan terpengaruh dengan hal lain. Aku tidak mau kamu dapat masalah. Sudahi semua ini. Kamu juga tidak dapat bukti apapun. Lebih baik kamu kembali kuliah saja," kata Novan.
Vera menatapnya kesal. Perlahan, dia duduk di brankar sambil memegangi kepalanya yang masih terasa sakit. Senyum kaku terbentuk di bibirnya. "Sudah satu minggu aku di sini dan semua tersangka sudah aku selidiki, tapi tidak ada hasilnya. Aku yang terlalu bodoh karena kemungkinan besar pelaku itu tidak sekolah di sini."
Vera turun dari brankar, berniat pergi, tapi tiba-tiba tangannya ditahan oleh Novan. Novan menatapnya tajam. "Maksud kamu apa?"
Vera menghela napas panjang, menatap tangan Novan yang menggenggam pergelangannya dengan erat. Dia kemudian mengangkat wajahnya, menatap Novan dengan tajam. "Aku sudah menyelidikinya bahkan terlibat langsung dengan mereka yang pernah dekat dengan Rhea, tapi tidak ada bukti. Jadi kemungkinan besar pelakunya bukan lagi siswa di sekolah ini."
"Maksud kamu apa?"
Vera menepis tangan Novan, lalu berjalan pada penjaga UKS. "Bu, saya minta obat pereda nyeri saja."
Penjaga UKS itu memberi Vera obat pereda nyeri dan juga air putih. Di belakangnya Novan melangkah pergi dan buru-buru menuju kelas.
Vera segera meminum obat itu tapi dia tak juga pergi.
"Kalau masih sakit, lebih baik kamu periksa ke dokter."
"Saya sudah biasa." Kemudian Vera berdiri dan berjalan pelan keluar dari UKS. Dia mengambil ponselnya yang bergetar beberapa kali di sakunya.
"Lo sudah sadar?" Ada pesan masuk dari Sagara. Dia segera membalasnya.
"Iya. Tapi gue malas masuk ke kelas Pak Novan."
"Lo tunggu di atap, ada satu hal yang mau gue tunjukin ke lo."
Vera menyimpan ponselnya lalu berjalan menuju tangga. Apa yang akan Saga tunjukkan?
ok lanjuuut...