Abimana jatuh cinta pada seorang gadis cantik bernama Sarah Candra sejak pertemuan pertama dimalam mereka berdua dijodohkan.
Abimana yang dingin tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia menyukai Sarah.
Hal itu membuat Sarah khawatir, jika ternyata Abiamana tidak menyukai seorang wanita.
Berbagai hal ia lakukan agar mengetahui kebenarannya. Sampai pada akhir dimana Abi menyatakan perasaannya dan mengajak ia menikah.
Berbagai ujian menghampiri keduanya, hingga sempat terancam membatalkan pernikahan yang sudah disusun jauh-jauh hari, hingga kembalinya sang mantan kekasih yang meminta nya untuk kembali dan menyebar rahasia yang dilakukan Sarah jika ia menolak.
Akankah hubungan keduanya berhasil hingga ke jenjang pernikahan? Ataukah keduanya akan mencari jalannya masing-masing?
Simak terus disini, yah! 🖐️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairunnisa Nur Sulfani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Tidak Menyukainya
Baiklah, kali ini aku akan melakukannya dengan serius. Setidaknya satu kali. Aku tidak tahu ini pastinya ini untuk alasan apa, tapi aku merasa aku memang harus melakukannya, aku merasa masih ingin melihat senyum Abimana.
Aku hanya diam saja mendengarkan Abi berbicara, sebenarnya aku tidak begitu fokus mendengarkannya sebab aku dengan pikiranku sendiri. Aku memanggil namanya dan menatap matanya, saat aku ingin melakukannya, entah dari mana datangnya gadis dengan pakaian warna-warni menghampiri kami.
Tepatnya ia menghampiri Abi dan menabrakku sengaja. Setidaknya begitulah menurutku. Ia tidak cantik. Ah, sebenarnya dia cantik, dan ia cukup seksi. Apa ia sengaja berpakaian seperti ini untuk menggoda Abi. Ayolah, api amarahku memuncak, ingin sekali aku memakinya dan melemparnya ke laut.
Ia bertanya pada Abi aku siapa baginya. Aku kesal sekali terlebih Abi mengatakan aku hanya teman. Gadis yang ku ketahui namanya adalah Amara. Ya, seperti emosiku saat ini.
Aku sedih sekali terlebih pada Abi. Bagaimana ia bisa mengatakan itu pada wanita lain. Aku tahu, kami sedang bertengkar, tetapi tidak seharusnya Abi mengatakan itu pada wanita lain.
"Sarah, ada apa?,” tanya Abi. Terlihat wanita warna-warni itu menatapku tak suka, ia menatapku meneliti dari kaki sampai kepala, seperti alat memindai saja. Jika bukan karena pesonaku, pastilah aku akan menghabisinya sekarang, dan tentu aku akan membuatnya makin berwarna.
"Tidak apa. Baiklah, Abi. Temanmu ini akan pulang sekarang!," kataku tegas. Bagaimana pun, mau semarah apapun, aku mempertegas jika ia tidak boleh memperlakukanku seperti ini. Terlebih ikatan ku dengannya masih belum diputus oleh siapapun.
"Oh, baiklah kalau begitu. Amara, aku permisi dulu aku akan mengantarnya pulang.”
"Tapi Abi, aku pikir dia bisa pulang sendiri," bantah Amara memegang tangan Abi melarangnya pergi.
"Maaf Amara, dia adalah tunanganku,” jawab Abi melepas paksa tangan Amara.
Aku merasa senang sekali mendengar itu. Bukankah Abi adalah lelaki yang baik, aku tahu mungkin aku sudah tidak memiliki hak setelah ini. Tapi sebelum ada pihak yang memutuskan, bukankah kami akan baik-baik saja. Aku menatap ke arah Amara, aku lihat ia membalas menatapku dengan tatapan tidak suka, apa dia menyukai Abi.
"Selamat tinggal Amara,” ucapku melambaikan tangan perpisahan yang pastinya itu menyebalkan. Amara berlalu pergi dengan wajah kusutnya dihadapan kami.
Aku pikir ini kesempatan ku, untuk mencuri ciuman Abimana. Bukankah ini akan membuat kami berhasil? Setidaknya seperti itulah yang di katakan Meylia.
Aku sengaja mengajak Abi berbicara, ia meresponnya pun dengan baik. Aku menyukai ini, aku mempersiapkan diriku untuk melakukannya.
"Abi, aku.. ada yang ingin kukatakan.”
"Apa? Ayo Sarah kita harus buru-buru, kita pergi sekarang,” Abi menjelaskan bahwa ibuku sudah menelponnya dan meminta kami untuk bertemu, ya, kami berdua. Abimana bilang, ini ada kaitannya dengan yang ia katakan kemarin. Hal itu sukses membuat senyum ku padam seketika. Aku terdiam selama perjalanan dan tidak berbicara apapun. Abimana pun tidak mengatakan apa-apa.
"Bukankah kamu sangat senang, Abimana? Ini yang kamu harapkan, kan? Kamu pasti menunggunya,” kataku tiba-tiba.
"Apa maksudmu, aku melakukan ini karena kamu tidak menyukainya,” sahut Abi singkat sambil fokus mengemudi. Aku kesal sekali. Benarkah ia melakukan ini.
"Tidak dewasa sama sekali,” kataku mendumel pada diriku sendiri.
"Apa katamu, aku tidak dewasa?.”
"Ya, tidak dewasa sama sekali,” sahutku membalas kata Abi. Setelah itu kami terdiam tanpa mengatakan apa-apa lagi.
***
Ternyata ibu dan ayah sudah menunggu kedatangan kami. Tampak kecemasan pada wajah Ayah, dan Ibu sepertinya menahan kesal.
"Kalian duduklah,” kata Ibu tanpa berbasa-basi.
"Sarah benarkah kamu ingin mengakhiri hubunganmu dengan Abimana?.”
"Bu, aku,..aku.”
"Dengar Sarah, kamu tak perlu khawatir. Ibu tidak akan menyalahkanmu. Ini hidupmu katakan saja, dan Ibu akan menghubungi Ibu Luna untuk mengakhiri semua ini.”
"Ibu, aku, ijinkan aku mengatakannya, kemarin aku.”
"Apa, kemarin kau sangat ingin mengakhirinya, karena calon suamimu tidak jujur sejak awal darimu.” kata Ibu sambil melirik ke arah Abi.
"Ya, Ibu keberatan. Jadi ibu sudah memberitahukannya pada Ibumu, jadi kau bisa pergi sekarang,” tambah ibu kembali menatap Abimana.
Ayah hanya diam saja, memberitahukan pada kami untuk menyelesaikan masalah dengan dingin kepala, terutama untuk aku dan Abimana. Karena aku dan abimana lah yang menjalani kehidupan yang di rencanakan nanti, aku setuju, tapi begitulah, pesona ku, aku tidak mungkin merusak pesona ku pada Abimana, dan Ibu, jika ibu sudah memutuskan maka kami tidak bisa memberi pendapat sekarang.
Kami harus menunggu beberapa waktu saat ibu sudah mulai berpikir dingin. Ayah memintaku untuk tidak berdebat dengan Ibu saat ini. Ayah juga mengatakan pada Abimana agar pulang terlebih dahulu.
Sungguh aku merasa bersalah, tapi aku tidak bisa membayangkan apa yang dipikirkan Abimana untuk sampai memberitahukannya pada ibu.
Bukankah sebuah hal yang wajar jika pasangan kekasih berdebat? Mereka bahkan bertengkar berhari-hari, kemudian berbaikan di hari selanjutnya. Mereka tertawa, kemudian bertengkar lagi. Bukankah itu adalah hal yang wajar, sungguh! Tapi Abimana, aku tidak mengerti dengan jalan pikirannya, dia sungguh ingin bertunangan denganku, benarkah?
Tapi lagi, kata Meylia begitu terngiang-ngiang di kepalaku. Bahwa jika begitu, kemungkinannya ada dua, petama ia tidak menyukaiku, kedua, jika dia penyuka s*s*m*a j*n*s. Ini pertama kali bagiku, menjalin hubungan dengan seseorang. Ku akui aku tidak begitu pandai.
***
"Abi, kamu bahkan tidak mengerti. Salahkah jika pasangan kecewa pada pasangannya?,” ucapku kecewa pada Abi.
"Tidak, Sarah. Itu tidak salah jika pasangan saling berdebat dengan pasangannya. Itu hal yang wajar, tapi bukankah kamu memang ingin mengakhiri hubungan ini,” kata Abi kini menatapku.
"Ya, aku tahu aku salah, tapi tidak seperti ini,” lanjutku beranjak pergi.
"Aku mencintaimu, Sarah. Kau benar, harusnya aku jujur padamu lebih awal. Aku melakukan ini, memberitahu nya pada Ibumu. Mungkin ini yang harus kulakukan sebagai tanda permintaan maaf!,” jelas Abi kemudian meninggalkanku.
Degh, kini aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Aku merasa terkejut dengan pengakuan yang begitu tiba-tiba ini. Jika itu benar, maka kata Meylia itu salah! Aku cukup terkejut tapi disatu sisi aku merasa bahagia. Entah apa, tapi aku harus melakukannya sekali, tidal peduli bagaimana pesonaku tampak di mata Abi.
Mungkin aku harus mencuri ciuman pertama dari Abi, mungkin itu akan benar-benar bisa memperbaiki hubungan di antara kami. Aku segera berlari mengejar Abimana. Ya, dia masih disekitar sini. Aku bahagia sekali, tanpa terasa aku menetaskan air mata, aku merasa begitu terharu.
"Abimana,” panggilku lirih, Abi menoleh menatapku, aku berlari menghampirinya. Aku berhenti sejenak mengatur nafasku. Aku harus melakukannya sekali ini, tidak peduli bagaimana reaksi Abi. Mungkin ia akan terkejut tapi aku tidak peduli. Aku sungguh tidak peduli.
"Aku mencintaimu,” kataku tegas menatap mata Abi. Aku tidak ingin melewatkan kesempatan ini.
"Aku mencintaimu,” lirihku sekali lagi. A
ku menutup mataku dan..