Yang baik hati boleh follow akun ig di bawah.
ig: by.uas
Tag: comedy, slice of life, sistem, Kaya raya, semi-harem.
Jadwal Update: Random—kalo mau upload aja.
Sypnosis:
Remy Baskara, pemuda sebatang kara tanpa pekerjaan, sudah lelah dengan hidupnya yang hampa. Saat hampir mengakhiri hidupnya, tiba-tiba sebuah suara menggema di kepalanya.
[Sistem "All In One" telah terikat kepada Host...]
Dengan kekuatan misterius yang bisa mengabulkan segala permintaannya, Remy bertekad mengubah nasibnya—membalas semua yang menindasnya dan menikmati hidup yang selama ini hanya ada dalam angannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bayu Aji Saputra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 - Salah kira
Remy merogoh sakunya, mencari ponsel yang ternyata tidak ada di saku nya. "Lah?" wajahnya sedikit panik.
Tangannya merogoh seluruh saku di celananya. kanan, kiri, belakang. ga ketemu-ketemu.
"Anjir dimana hp gue cok?!" seru Remy dalam hati. Mencoba mengingat dengan keras di mana ponselnya berada.
"Huftt.." Dia menghembuskan napas panjang, seraya memegang dahinya. "Hp gue kan lagi di cas ya."
Remy menatap langit-langit lift, "Sistem, ambilin hp gue dong." pikirnya.
[Di konfirmasi. Ponsel Host telah di di teleportasikan ke saku Host.]
Remy tersenyum kecil, "Ngebantu gue banget nih Sistem."
Pria itu membuka aplikasi kontak, mencari nomer bernama Manager Agesta. Tiba-tiba udah ada di kontaknya aja, gatau dapet darimana.
"Agesta dimana ya?" gumamnya, sambil menekan tombol telpon. Memposisikan ponsel yang berada di telapak tangannya di samping telinga.
Berdering....
Sebelum telponnya di jawab, pintu lift terbuka, memperlihatkan dua pemuda berjas hitam rapi.
Mata pemuda yang rambutnya botak menelusuri Remy dari atas rambut hingga ujung kaki, tatapannya berubah menjadi meremehkan.
Di matanya, harga pakaian yang di kenakan Remy terpampang jelas. Expertnya kah?
Ponsel 2 jutaan, baju yang harganya 35 ribuan rupiah, celana 50 ribuan, pake sandal jepit lagi.
Mereka berdua berjalan memasuki lift, "Bang" panggil lelaki satunya. Yang ini rambutnya sedikit enak di lihat.
Remy menoleh ke arahnya, "Iya?" sautnya dengan sopan.
"Ngapain pengemis disini?" serobot si botak, nadanya ngeselin banget.
"Hah?" Remy tak percaya dengan ucapan pemuda itu, ingin mendengar ulang agar lebih jelas.
"Ngapain pengemis disini??" ulang si botak, nadanya meninggi.
Remy cuma nyengir sambil ngeliat si botak. Bukannya marah, dia malah ngerasa geli.
"Serius, Bro? Gue keliatan kayak pengemis di mata lo?" tanyanya santai, tangan disilangkan di dada.
Si botak mendengus, jelas-jelas merendahkan. "Ya iyalah. Dari atas sampe bawah barang lo murahan semua."
Temennya, yang rambutnya lebih enak dilihat, nepuk bahu si botak. "Eh, udahlah, bukan pengemis kayaknya." katanya. "Tapi ya, jarang juga sih ada orang kayak gini di sini."
"Kasih tau nama kalian berdua dong" ucap Remy ramah, memberikan senyuman licik.
Si botak menyipitkan mata, terlihat tidak nyaman. "Buat apa lo tau nama kita?"
Remy mengangkat bahu santai. "Yah, cuma formalitas aja. Siapa tau nanti kita sering ketemu."
Teman si botak, yang rambutnya lebih rapi, menghela napas. "Gue Febri, kalo dia Dani." Lalu dia mengulurkan tangan, meski tampak ragu-ragu.
Remy menyambut uluran tangan Febri, mengabaikan sikap dingin dari Dani. "Senang bertemu kalian berdua."
Ia menatap Dani dengan pandangan tajam, sebelum akhirnya suara wanita dari ponsel Remy memecahkan ketegangan.
"Halo, Tuan Remy?" ucap Agesta di telpon, membuat Dani dan Febri tampak terkejut.
"Wait.. Gue kayak kenal suaranya." batin Dani panik pake banget.
Febri menyikut lengan Dani pelan, sambil berbisik. "Bro, suara di telpon itu mirip sama mbak Agesta yang pas itu nyeleksi kita pas wawancara engga sih?"
Dani hanya mengangguk pelan, keringat dingin mulai bercucuran di dahinya.
Lift berhenti di lantai dasar. Pintunya perlahan terbuka, menunjukkan siluet wanita yang mereka bertiga jelas mengenalinya.
Setelah pintu lift terbuka lebar, Agesta tersenyum ramah kepada Remy.
"Bagaimana pertemuan Anda dengan pak Mason, Tuan?" tanya perempuan itu lembut, matanya melirik tajam ke arah Dani dan Febri.
Remy membalas senyuman Agesta seraya berjalan keluar, di ikuti kedua pemuda yang gemetar ketakutan.
"Tuan?!" batin Dani menyadari sesuatu, ketakutan dan kepanikan menjalar ke seluruh tubuhnya. "Mampus udah karir gue.."
"Dani bangsaaaattttt...." umpat Febri dalam hati. "Udah gue suruh berhenti juga tadi, mampus kan udah anjing."
"Lancar dong." jawab Remy kepada Agesta, matanya berkilat licik melirik Dani.
Dia menahan senyum melihat kedua pemuda di belakangnya.
Agesta menundukkan kepala sedikit. "Anda memang yang terbaik," jawabnya, tapi mata tajamnya kembali melirik Dani dan Febri yang sekarang tampak pucat pasi.
Remy melirik keduanya dengan ekspresi penuh arti, lalu menepuk bahu Febri pelan, membuat pemuda itu semakin gugup.
"Dani, Febri," katanya, sengaja memanggil nama mereka dengan nada formal. "Senang ketemu kalian, mudah-mudahan kita bisa bekerja sama lebih baik ke depannya."
Dani menelan ludah, berusaha menguasai diri. "Ma-maaf, Tuan... saya benar-benar tidak tau—"
Remy hanya mengangkat satu tangan, memotong kalimatnya. "Udah, tenang aja. Semua orang berhak menilai, kan?
Ia menepuk pundak Dani. "Jangan terlalu dipikirin, gue orangnya ga pendendam kok." ujarnya lembut, namun terasa mengerikan.
Kemudian dia berbalik ke arah pintu keluar, di ikuti Agesta yang tampak tak memperdulikan dua pemuda itu.
Ketika mereka sudah jauh, Dani menggigit bibirnya. "Bro, gila gue malu banget tadi."
Febri menghela napas panjang. "Yah, lo tolol sih, udah gue suruh berhenti juga." umpatnya kesal.
Sementara itu, di luar gedung, Remy tertawa kecil. Agesta menatapnya dengan senyumannya yang manis.
"Apa Anda ingin saya memecat mereka berdua, Tuan?" tanyanya kepada Remy.
Remy menggelengkan kepalanya, "Gak perlu." balasnya.
Agesta tampak bingung dengan jawaban Remy. Siapa yang engga bingung coba, ada orang abis di ejek sebagai pengemis, masih bisa tenang banget.
Mata Remy melirik ke arah Agesta, lalu bertanya. "Kamu yang nyeleksi mereka pas wawancara kan?"
Agesta mengangguk beberapa kali, tambah bingung dengan pertanyaan Remy.
Remy tersenyum tipis, menyadari kebingungan yang terpampang jelas di wajah perempuan cantik di sebelahnya.
Remy memasukkan tangan ke dalam saku, sambil menatap Agesta dengan tatapan jahil. "Ternyata cewe secantik kamu, seleranya... rada ngaco ya?" sindirnya santai.
Agesta mengangkat alis, tapi ada senyum tipis di wajahnya. "Mereka cukup kompeten, Tuan," jawabnya diplomatis. "Cuma mungkin... sedikit butuh pengarahan."
Remy tertawa kecil, mendekatkan diri sedikit, "Yang bener kamu?." ucapnya.
Agesta menghela napas kecil. "Mungkin saya memang harus lebih selektif di rekrutmen berikutnya."
Remy tertawa. "Kamu gak bakal milih yang nganggep aku pengemis lagi kan?" candanya sambil melirik Agesta.
"Jangan khawatir, Tuan," balas Agesta dengan nada percaya diri, "Saya akan pastikan mereka mengenali bos mereka dengan lebih baik."
Remy melirik Agesta dengan senyum tipis. "Good." pujinya. "Kalau gitu, kayaknya kamu harus dapet bonus buat kerja keras kamu hari ini."
Agesta tersentak, tampak terkejut dengan kebaikan Remy. "Beneran?!" serunya.
"Benerannn." balas Remy panjang. Suaranya lembut banget kalo ama cewe dia mah, udah kayak ibu-ibu pas ngomong sama anak bayinya.