Tanah yang di jadikannya sandaran. Key Lin hidup di dunia yang bukan miliknya. Keras, dan penuh penindasan. Keadilan bagaimana mungkin ada? Bagi bocah yang mengais makanan dari tempat sampah. Apa yang bisa dia sebut sebagai keadilan di dunia ini?
Dia bukan dari sana. Sebagai seorang anak kecil bermata sipit penjual koran di barat, apakah di akan selamat dari kekejaman dunia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jauhadi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Daftar? [Key Lin Tumbuh di Bumi Barat
Alex sudah berdiskusi dengan ayah, dan Key Lin selama beberapa menit. Key Lin tidak ingin berhenti bekerja. Frederick ternyata memang tak pernah menyuruh anak itu bekerja, hanya saja Key Lin tidak percaya dengan Frederick, Frederick sering mabuk, dan berjudi. Meski kebiasaan berjudinya sudah sangat jarang di lakukan, tetapi tidak dengan kebiasaan mabuknya. Dia masih selalu mabuk setiap ada uang besar. Seperti melepaskan kekesalan yang di pendam.
Key Lin merawat ayahnya tiap kali pria itu tak sadarkan diri. Dia sayang pada ayahnya meski kelakuannya tak pernah bisa di tebak. Tapi dia juga waspada, siapa tahu saja Frederick lupa memberi makan Key Lin seperti yang sudah lalu.
Seseorang memegangi keningnya. Memijat sedikit agar tidak merasa pusing dengan keadaan salah satu penghuni rumah itu.
Key menyimak dengan seksama perbincangan ayah, dan kakaknya. Setelahnya Alex hanya tersenyum. Dia tidak menyangka jika Frederick mau menjadi wali untuk sekolah Key Lin. Dia tersenyum seperti biasa, senyum, dan ekspresi yang sama.
Ketidak percayaan Alex itu membuat dia menoleh pada si bungsu yang ada di sampingnya. Key Lin hanya mengangguk. Seperti mengatakan "Aku akan menjelaskannya kemarin, kau terlalu gegabah kak." Tapi Key Lin hanya diam saja.
"Aku akan mengantarkan mu mendaftar hari ini. Kau ijin lah ke bosmu. " Alex memutuskan, dia menggandeng tangan adiknya. Di saat itu Key menatap kakaknya dengan tatapan geli.
"Aku sudah ijin, dan sudah daftar ke sekolah." Key Lin mengambil tasnya. Dia berpamitan pada ayah, dan kakaknya.
Saat Key Lin sudah menghilang batang hidungnya dari rumah, Alex bertanya pada Frederick.
Saat itu Frederick sudah akan berangkat kerja.
Frederick lantas menatap Alex dengan tatapan dingin, karena Alex banyak berulah, dan menjahili Frederick.
Alex mencoba menahan Frederick saat dia akan bertanya soal Key Lin. Apakah anak mungil itu benar mendaftar sendiri?
Tapi Alex kurang cepat, Frederick sudah keluar dari pintu, dan pergi bekerja.
Alex sendiri sebenarnya juga merasa dia agak keterlaluan, dia baru pulang belum ada 24 jam. Dan sudah membuat Frederick marah. Bagaimana pun juga Alex merasa bersalah. Dia merasa jika masih harus menghormati Frederick, karena pria itu adalah ayahnya. Jika saja Key Lin lebih di sayangi, mungkin saja akan berbeda ceritanya, Key Lin memang anak haram ibu mereka. Tapi di sisi lain, jika secara hukum Key Lin adalah anak Frederick. Anak kecil itu tak mengetahui kenyataan jika dia bukan anak kandung ayahnya.
Dia bahkan tidak merasakan kasih sayang ibunya, karena sang ibu sudah meninggal dunia saat dia masih kecil.
Mendaftarkan diri ke sekolah sendiri. Key Lin jelas sangat pintar, dan punya pandangan hidup. Frederick yang acuh tentu tidak masalah, dan akan merasa jika anak-anak memang seharusnya mandiri. Meski begitu, Alex masih merasa jika ayahnya tidak bertanggung jawab. Dulu saat Alex masih sekolah, setelah kematian ibunya, Frederick sudah tidak pernah lagi membiayai hidupnya. Hinga Alex harus memutar otak untuk m mencari biaya sekolahnya sendiri.
Sekarang Alex tidak ingin adiknya mengalami hal yang serupa dengannya. Setidaknya dia ingin adiknya bisa sekolah tanpa mengkhawatirkan soal uang.
Sementara itu.....
Key Lin berada di toko milik Shoe, Shoe sudah menunggu Key Lin. Tidak lupa Shoe mengenalkan Key Lin pada adiknya yang baru saja sampai, dan pada Ibu Shoe.
Key Lin antusias saat bertemu ibu dari Shoe yang ramah.
Itu seperti sosok ibu yang di bayangkan Key Lin selama ini.