Terlahir dari orang tua yang membenci dirinya sejak kecil, Embun Sanubari tumbuh menjadi laki-laki yang pendiam. Di balik sifat lembut dan wajah tampannya, tersimpan begitu banyak rasa sakit di hatinya.
Ia tak pernah bisa mengambil pilihannya sendiri sepanjang hidup lantaran belenggu sang ayah. Hingga saat ia memasuki usia dewasa, sang ayah menjodohkannya dengan gadis yang tak pernah ia temui sebelumnya.
Ia tak akan pernah menyangka bahwa Rembulan Saraswati Sanasesa, istrinya yang angkuh dan misterius itu akan memberikan begitu banyak kejutan di sepanjang hidupnya. Embun Sanubari yang sebelumnya menjalani hidup layaknya boneka, mulai merasakan gelenyar perasaan aneh yang dinamakan cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dzataasabrn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Is It Her?
Usai kembali ke apartement untuk bersiap-siap, Sanu memacu kendaraannya menuju lokasi yang telah dikirimkan Sandika melalui aplikasi perpesanan online. Tanpa mengatakan sepatahpun kalimat, Sandika hanya mengirimkan sebuah alamat yang lokasinya berjarak 45km dari kediaman Sanu. Meski dirinya belum tahu benar soal jalanan ibukota, Sanu tetap berusaha mengikuti petunjuk dan arahan dari aplikasi maps yang akan membawanya menuju tujuan dengan melalui jalur yang paling efisien.
Usai melenggang di jalanan selama kurang lebih dua puluh menit, Sanu memasuki sebuah area perhutanan yang bahkan tidak ia ketahui dimana. Ia bahkan baru kali ini mengetahui jika ada wilayah hutan di ibukota. Jalanan yang ia lalui tersusun dari aspal mulus yang di kanan dan kirinya membentang pepohonan rindang sejauh mata memandang.
Semakin dalam memasuki jalanan tersebut, Sanu dibawa menuju jalanan yang terus menanjak, seakan hendak membawanya menuju dataran tinggi. Dan benar saja, usai memacu kendaraannya selama kurang lebih satu jam, Sanu berada di sebuah jalanan lengang di antara tebing yang curam tanpa ada satupun kendaraan yang melaluinya.
Sejujurnya, sejak tadi Sanu nyaris tidak melihat kendaraan lain melalui jalanan yang ia lewati. Sejak memasuki area perhutanan, hanya 1-2 kendaraan yang ditemui Sanu. Sejujurnya ia merasa sedikit bingung dan heran. Kenapa rekan bisnis ayahnya tinggal di daerah terpencil di pinggiran ibukota yang bahkan terletak sangat jauh dari pusat kota. Selain itu, lokasinya juga jauh sangat jauh masuk ke dalam perhutanan.
Tanpa mau banyak berpikir, Sanu mengintip jam di tangannya, lantas bergegas memacu kendaraannya dengan lebih cepat. Tak berselang lama, dari kejauhan Sanu dapat melihat sebuah rumah besar berwarna putih yang membentang ratusan meter di kiri jalan. Rumah itu terlihat sendirian dan tidak ada rumah lain di sekelilingnya.
Usai memacu kendaraannya semakin mendekat, Sanu tiba di sebuah pagar besar yang berukuran 10 kali mobilnya. Pagar tersebut nampak terbuat dari logam yang dicat hitam sepenuhnya. Terdapat ukiran-ukiran berbentuk harimau di sepanjang gerbang besar dan tinggi tersebut. Sanu sempat hendak turun dari mobilnya untuk menekan bel atau mencari penjaga agar membukakannya gerbang saat terdengar suara berderap yang diikuti dengan suara nyaring dari arah gerbang.
Tak begitu lama, gerbang logam berukuran raksasa itu terbuka. Saat gerbang mulai terbuka, sesosok pria berbadan besar dengan kumis panjang berwarna hitam pekat muncul dari balik sana sembari berjalan ke arah Sanu. Pria tersebut mengenakan seragam keamanan berwarna biru tua. Wajahnya terlihat garang dan ekspresinya nampak tidak ramah. Tak lama kemudian, ia mengetuk kaca mobil Sanu dari luar.
Menyadari hal tersebut, Sanu dengan cepat menurunkan kaca mobilnya. Ia memandang ke arah pria tersebut dengan senyum kikuk, "Ada yang bisa saya bantu?" ujar pria tersebut. Menatap Sanu dengan tatapan tidak ramah serta menelisik wajah hingga setelan Sanu.
"Apa benar ini kediaman Bapak Danendra? Sebenarnya saya kemari dengan ayah saya, tetapi kami datang terpisah." ujar Sanu dengan sedikit tegang.
"Siapa nama ayah Anda?" ujar pria itu menyelidik.
"Sandika Adyatama."
Usai mendengar ucapan Sanu, penjaga tersebut terlihat kaget. Dengan sedikit gemetar, ia menjulurkan sebuah pin lingkaran berwarna emas dan menyuruh Sanu mengenakannya di jasnya. Meski bingung Sanu menuruti pria tersebut dan segera memasang pin tersebut di kerah jasnya. Usai Sanu mengenakan pin yang ia berikan, pria penjaga tersebut mempersilahkan Sanu untuk masuk melalui gerbang raksasa yang dengan segera kembali tertutup sedetik setelah mobil Sanu memasuki jalan beraspal di hadapannya.
Sejauh mata memandang, terhampar taman yang sangat luas di hadapan Sanu. Terdapat berbagai jenis tanaman dan tumbuhan di lahan luas tersebut. Sanu memacu mobilnya secara perlahan melalui jalan beraspal yang dikelilingi taman di kanan kirinya. Dari kejauhan, terlihat sebuah rumah megah yang berdiri kokoh dengan jarak sekitar beberapa ratus meter di hadapan Sanu. Lampu-lampu berwarna emas terlihat memancar terang dari segala penjuru rumah, membuat rumah berwarna putih tulang itu terlihat bak istana raja. Sanu tidak menyangka bahwa di tengah hutan dan tebing yang baru saja ia lewati, berdiri sebuah istana milik salah satu milyarder terkaya di negaranya. Tak heran sepanjang jalan seolah terasa seperti jalanan pribadi.
Sanu terus mendecak kagum melihat apa yang ada di hadapannya. Meski ayahnya juga memiliki banyak rumah dan villa mewah yang tersebar di seluruh negeri, ini kali pertama Sanu melihat tempat semegah ini -salah satunya karena dirinya memang tidak sering keluar rumah-. Sanu terus memacu mobilnya melewati taman-taman dan pepohonan kecil yang membentang di sepanjang jalan hingga ia dihentikan oleh seorang pria yang ternyata bertugas membantunya memarkirkan mobil.
Sanu segera turun dari mobil dan memberikan kuncinya kepada pria tersebut. Tepat di sebelah rumah mewah tersebut, terbentang sebuah lahan beraspal yang nampaknya menjadi tempat parkir bagi kendaraan pengunjung lain. Terbukti dari banyaknya mobil mewah yang sudah berjajar rapih di lahan tersebut. Sanu menarik napas dalam sembari merapihkan setelannya.
Dengan sedikit gugup, Sanu berjalan ke arah rumah megah tersebut. Samar-samar, terdengar alunan musik klasik dari dalam rumah yang terdengar hingga keluar. Meski tidak terlalu kencang, Sanu dapat mendengarnya dan ini membuatnya menjadi kian gugup.
cr : pinterest
Usai memasuki rumah tersebut, Sanu kembali terkejut dengan banyaknya orang yang memenuhi segala penjuru rumah. Di dalam rumah yang amat luas dengan tiga lantai itu telah tertata meja-meja dan kursi serta dekorasi pesta lainnya. Semua tamu undangan terlihat memakai setelan beragam dan elegan, di antara mereka yang hadir Sanu menyadari bahwa banyak orang-orang seusia ayahnya. Selain itu, terdapat pula beberapa anak muda yang mungkin seusianya.
Di antara banyak orang yang ada di sana, Sanu melihat seorang pria paruh baya yang tengah berdiri di salah satu anak tangga yang letaknya tepat di salah satu sudut rumah. Banyak hiasan dan lampu-lampu mahal yang menghiasi tangga mewah tersebut sehingga dari kejauhan pun tangga itu nampak sangat menarik perhatian. Pria paruh baya dengan rambut putih yang dilihat Sanu itu nampaknya adalah Danendra. Meski Sanu tidak mengerti wajah dari calon mertuanya itu, ia yakin benar bahwa itulah orangnya lantaran semua orang yang baru berdatangan terlihat langsung berjalan ke arah pria tersebut sembari menyalaminya. Ia terlihat seperti pusat dari pesta hari ini.
Sanu terdiam sembari menatap ke arah Danendra saat matanya tak sengaja melihat seorang gadis berambut hitam panjang yang terbalut oleh dress panjang berwarna hitam. Gadis tersebut berdiri di lantai 2 sembari memandang ke arah Danendra.
cr : pinterest
Tak lama kemudian, Danendra terlihat menoleh ke arah gadis tersebut dan melambaikan tangannya, mengisyaratkan agar gadis tersebut segera menghampirinya. Sanu tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas saat gadis itu berjalan menuruni tangga sembari memegangi dress indah yang terlihat sangat pas di tubuh rampingnya.
Usai gadis tersebut telah berada sangat dekar dengan Danendra, pria tua itu menggamit lengannya dan memperkenalkan gadis tersebut ke orang-orang yang ada di sekitarnya.
"Dia..." Sanu bergumam lirih.
Ia masih mengernyitkan dahi dan berusaha berpikir, apakah gadis tersebut adalah putri Danendra atau bukan saat matanya tanpa sengaja menyaksikan wajah yang sedari tadi tertutup rambut hitam panjang itu mendongak. Mengulas sebuah senyum sembari memandang dan menyalami orang-orang yang ada di sekitar Danendra.
Sanu terdiam. Ia mematung sejenak saat melihat betapa cantik wajah gadis tersebut. Hidung lancipnya terlihat sangat indah beserta kedua mata berwarna cokelat terang yang akan menyipit layaknya bulan sabit saat gadis tersebut tersenyum. Kulitnya yang seputih salju nampak bersinar di tengah kerumunan orang lain yang ada di sekelilingnya.
Tanpa sadar, jantung Sanu mulai berdebar kencang. Napasnya tercekat saat di tengah senyumnya yang masih mengembang, gadis tersebut menoleh ke arah Sanu. Memandang tepat di kedua mata lelaki tersebut. Keduanya bertatapan selama beberapa detik. Entah kenapa, Sanu merasa detak jantungnya kian bertambah cepat. Di sisi lain, gadis tersebut juga tampak terkejut melihat Sanu. Senyumnya yang semula terkembang berangsur menghilang tergantikan dengan ekspresi terkejut.
Sanu masih terdiam dengan kedua mata yang terkuncu pada gadis cantik tersebut saat dirinya mendengar suara berat dari arah belakang sontak membuatnya menoleh ke arah datangnya suara.
"Disini kamu rupanya. Ayo kita temui calon mertuamu." ujar Sandika yang lantas berjalan mendahului Sanu tanpa meliriknya sedikitpun.
Sanu dengan segera mengikuti langkah kaki Sandika yang kian mendekat ke arah lelaki paruh baya yang sebelumnya sempat ia asumsikan sebagai Danendra. Di saat yang sama, mereka juga melangkah semakin dekat dengan gadis cantik tersebut. Entah kenapa, Sanu merasa jantungnya seperti diremas. Ia bahkan tidak mengenal gadis itu, kenapa pula ia sebegininya? Sanu tidak pernah berdebar ataupun merasa segugup ini jika bukan karena Layla.
Sanu menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan, mencoba mengatur napasnya agar setidaknya ia bisa lebih tenang. Usai merasa sedikit tenang, Sanu berjalan mantap sembari membetulkan kerah jasnya. Ia memandang lurus ke depan saat mendapati ayahnya telah berpelukan dengan Danendra beberapa meter di hadapannya.
Saat Sanu hendak menggamit tangan Danendra, sekali lagi kedua matanya bertemu dengan gadis tersebut. Kedua manik cokelat terangnya terlihat berkilauan di bawah dekorasi lampu-lampu pesta. Sedetik setelahnya, gadis tersebut membuang muka. Ekspresinya tampak berubah. Sanu yang melihatnya pun terlihat heran.
Kenapa dia kelihatan... sedih?