Di tengah gemuruh ombak kota kecil Cilacap, enam anak muda yang terikat oleh kecintaan mereka pada musik membentuk Dolphin Band sebuah grup yang lahir dari persahabatan dan semangat pantang menyerah. Ayya, Tiara, Puji, Damas, Iqbal, dan Ferdy, tidak hanya mengejar kemenangan, tetapi juga impian untuk menciptakan karya yang menyentuh hati. Terinspirasi oleh kecerdasan dan keceriaan lumba-lumba, mereka bertekad menaklukkan tantangan dengan nada-nada penuh makna. Inilah perjalanan mereka, sebuah kisah tentang musik, persahabatan, dan perjuangan tak kenal lelah untuk mewujudkan mimpi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F3rdy 25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebanggaan dan Rahasia
Malam setelah festival musik, mobil Iqbal meluncur pelan di jalanan kota Cilacap. Mereka berenam duduk dengan penuh kebahagiaan, masih terbayang-bayang kemegahan panggung dan sorak sorai penonton yang terus mendukung mereka. Iqbal, sebagai pengemudi, fokus mengantar satu per satu teman-temannya ke rumah masing-masing. Piala besar yang mereka menangkan tadi sore diletakkan dengan hati-hati di kursi belakang, berdampingan dengan alat musik mereka.
"Terima kasih, Iqbal, udah jadi supir malam ini," ujar Tiara, yang duduk di samping Iqbal sambil menguap lelah. "Lo paling keren emang."
Iqbal tertawa kecil. "Santai aja, bro. Ini udah tugas gue. Besok-besok, siapa tahu kita udah punya mobil tur sendiri."
"Tapi seriusan," tambah Ayya dari bangku belakang, "hari ini bener-bener nggak akan gue lupain. Kita bener-bener ngebuktiin kalau *Dolphin Band* bukan sekadar band anak sekolah biasa."
Sambil mengobrol santai, Iqbal mulai menurunkan teman-temannya di depan rumah masing-masing. Ayya, yang turun lebih dulu, disambut hangat oleh kedua orang tuanya, Pak Bambang dan Bu Umi.
"Gimana, Nak? Kalian menang, kan?" tanya Pak Bambang dengan nada penuh semangat.
Ayya mengangguk penuh bangga sambil memamerkan foto-foto dari ponselnya. "Kita menang, Pak! Juara satu!"
Bu Umi tak bisa menahan senyum lebar di wajahnya. "Alhamdulillah. Kamu beneran hebat, Ayya. Mama bangga banget!"
Tiara, yang turun di rumahnya berikutnya, langsung disambut oleh Pak Indra dan Bu Lintang.
Mereka sudah mendengar kabar kemenangan anak mereka dan tak sabar mendengar cerita lebih lanjut.
"Jadi, kalian bakal tampil bareng *Kotak*? Beneran?" tanya Pak Indra tak percaya.
"Iya, Pak! Dan kita bakal ketemu Chua langsung!" Tiara berseru penuh antusias, matanya bersinar-sinar. "Aku nggak sabar buat tanya-tanya soal bass ke dia."
Di rumah-rumah lainnya, suasana serupa terjadi, Damas, Puji, dan Ferdy menceritakan kejadian luar biasa malam itu kepada orang tua mereka dengan penuh kebanggaan.
Mereka semua menunjukkan foto-foto penampilan mereka, dan orang tua mereka tak bisa menyembunyikan rasa bangga melihat anak-anak mereka menorehkan prestasi di dunia musik.
Terakhir, Iqbal akhirnya sampai di rumahnya. Ia masuk ke dalam rumah dengan membawa piala besar yang ia bawa dari mobil.
Di ruang tamu, sudah menunggu Pak Imam dan Bu Ayu, orang tua Iqbal.
"Selamat, Bal," sapa Pak Imam sambil tersenyum. "Ternyata kalian memang bisa juara."
Iqbal mengangguk. "Iya, pah. Ini piala buat kita semua. Terima kasih udah selalu dukung kita."
Sambil menatap piala yang kini berdiri di atas meja ruang tamu, Pak Imam teringat janjinya.
"Dan seperti yang Papa bilang, toko depan yang selama ini nggak kepake, Papa izinkan jadi basecamp *Dolfin Band*."
Iqbal tertegun sejenak, lalu tersenyum lebar. "Serius, Pah? Papa beneran izinin?"
Pak Imam mengangguk. "Bukan cuma izinin. Papa juga bakal bantu renovasi supaya tempat itu bisa dipake buat latihan kalian. Nggak perlu lagi sewa studio."
Iqbal hampir tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. "Terima kasih, Pa! Ini bakal jadi kejutan buat teman-teman."
"Jangan kasih tahu dulu," tambah Pak Imam sambil tersenyum penuh arti. "Tunggu sampai tempatnya siap. Nanti baru bilang ke mereka."
Iqbal mengangguk setuju. "Iya, Pah. Aku bakal bikin ini jadi kejutan yang nggak terlupakan buat mereka."
---
Satu minggu setelah festival, Iqbal mulai sibuk dengan rencananya.
Setiap hari, ia menghabiskan waktu membantu renovasi toko kosong di depan rumahnya.
Dengan bantuan ayahnya, mereka mulai menata ruangan itu menjadi studio band kecil yang nyaman, lengkap dengan peredam suara, sistem audio yang baik, dan ruang untuk alat musik mereka.
Iqbal tak sabar untuk segera memberitahukan hal ini kepada teman-temannya.
Namun, selama seminggu itu, teman-temannya mulai curiga dengan perubahan sikap Iqbal.
Biasanya, Iqbal selalu yang paling semangat ketika diajak latihan.
Tapi belakangan, setiap kali diajak berkumpul, Iqbal selalu punya alasan.
"Eh, Bal, latihan yuk besok?" ajak Puji suatu hari. "Gue kangen mau nge-drum bareng lo."
"Ah, gue lagi sibuk, Ji. Ada janji sama Santi besok," jawab Iqbal dengan nada malas.
Begitu seterusnya, Iqbal terus memberi alasan bahwa dia sibuk atau punya urusan lain.
Ini membuat teman-temannya bingung, terutama karena mereka sudah tidak ada urusan sekolah lagi. Mereka semua sudah menyelesaikan ujian, dan hanya tinggal menunggu pengumuman kelulusan.
"Lo ngerasa aneh nggak, Tiara?" tanya Ayya suatu hari saat mereka nongkrong di kafe langganan mereka.
"Aneh gimana?" balas Tiara sambil menyeruput es kopinya.
"Iqbal. Dia belakangan kayak susah banget diajak latihan. Padahal kita kan udah nggak sibuk sekolah lagi," jawab Ayya sambil mengerutkan kening.
"Iya, gue juga perhatiin itu," tambah Damas yang duduk di sebelahnya. "Dulu dia yang paling semangat ngajak latihan, sekarang malah selalu bilang sibuk."
"Jangan-jangan dia bosen sama kita?" celetuk Puji dengan nada bercanda, tapi jelas ada kekhawatiran di balik kata-katanya.
Ferdy, yang lebih santai, menepuk bahu Puji. "Santai aja. Gue yakin dia ada alasan yang bagus. Mungkin lagi sibuk sama urusan keluarga atau Santi."
Tapi, setelah seminggu penuh dengan alasan-alasan yang sama, Tiara mulai merasa ini lebih dari sekadar kebetulan. "Gue bakal tanya langsung ke Iqbal," katanya pada akhirnya.
---
Beberapa hari kemudian, Tiara dan Ayya memutuskan untuk datang ke rumah Iqbal tanpa memberi tahu sebelumnya.
Mereka ingin tahu apa yang sebenarnya sedang dilakukan oleh teman mereka yang satu ini.
Ketika mereka sampai di rumah Iqbal, pintu toko kosong di depan rumahnya terbuka.
Tiara mengintip ke dalam dan terkejut melihat apa yang ada di sana.
"Astaga, Ayya! Liat ini!" seru Tiara dengan suara tertahan.
Ayya segera menghampiri dan ikut terkejut melihat ruangan yang sudah berubah total.
Toko kosong itu sekarang menjadi studio musik yang lengkap dengan peralatan baru.
"Duh, kenapa dia gak bilang apa-apa ke kita?" ujar Ayya sambil memandangi alat-alat musik yang sudah tertata rapi.
Tiba-tiba, Iqbal muncul dari dalam ruangan dengan wajah terkejut melihat kedua temannya berdiri di sana. "Eh, kalian ngapain di sini?"
"Kami harusnya yang nanya, Bal," kata Tiara dengan nada setengah kesal. "Kenapa lo gak bilang soal ini?"
Iqbal tersenyum malu. "Gue pengen bikin kejutan buat kalian semua. Toko kosong ini sekarang jadi basecamp kita. Nggak perlu lagi repot sewa studio."
Tiara dan Ayya saling pandang sebelum akhirnya tertawa kecil. "Lo beneran bikin kita semua khawatir, tahu nggak?" ujar Ayya sambil memukul pelan lengan Iqbal.
Iqbal tertawa kecil. "Maaf ya. Gue cuma pengen semuanya sempurna dulu sebelum gue kasih tahu."
---
Keesokan harinya, Iqbal mengundang semua anggota *Dolpfin Band* ke toko depan rumahnya. Mereka semua berkumpul dengan rasa penasaran, terutama setelah Tiara dan Ayya membocorkan sedikit rahasia itu.
Saat mereka semua sampai di sana, Iqbal membuka pintu toko dengan senyum lebar. "Selamat datang di basecamp *Dolpfin Band* yang baru!"
Semua tertegun melihat betapa sempurnanya tempat itu.
Puji langsung berlari ke arah gitar yang sudah terpasang, sementara Damas mencoba peredam suara di dinding.
"Ini keren banget, Bal!" seru Ferdy sambil memeriksa set drum yang sudah siap pakai.
Iqbal tersenyum puas. "Ini semua buat kita. Sekarang kita nggak perlu sewa studio lagi. Kita bisa latihan kapan aja."
Mereka semua tertawa, dan rasa bangga terhadap persahabatan dan perjalanan musik mereka semakin dalam.
Mereka tahu, ini bukan sekadar kemenangan festival, tapi awal dari sesuatu yang jauh lebih besar.
Mereka siap melangkah bersama, menggapai mimpi yang semakin nyata di depan mata.
saya Pocipan ingin mengajak kaka untuk bergabung di Gc Bcm
di sini kita adakan Event dan juga belajar bersama dengan mentor senior.
jika kaka bersedia untuk bergabung
wajib follow saya lebih dulu untuk saya undang langsung. Terima Kasih.