Lulu, seorang yatim piatu yang rela menerima pernikahan kontrak yang diajukan Atthara, demi tanah panti asuhan yang selama ini ia tinggali.
Lulu yang memerlukan perlindungan serta finasial dan Atthara yang memerlukan tameng, merasa pernikahan kontrak mereka saling menguntungkan, sampai kejadian yang tidak terduga terjadi. “Kamu harus bertanggung jawab!”
Kebencian, penyesalan, suka, saling ketertarikan mewarnai kesepakatan mereka. Bagaimana hubungan keduanya selanjutnya? Apakah keduanya bisa keluar dari zona saling menguntungkan?
Note: Hallo semuanya.. ini adalah novel author yang kesenian kalinya. Semoga para pembaca suka..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Pusaka
“Sudah sampai, Tuan Muda.” Kata Rudi yang sudah memarkir mobilnya.
Atthara membuka matanya, begitu juga dengan Lulu. Seperti tidak terjadi apa-apa, keduanya bersiap untuk turun dari mobil.
Rudi sudah menurun koper keduanya dan tas miliknya sendiri. Mereka memasuki lobi hotel bersama, kemudian Atthara membawa Lulu ke resepsionis.
“Ini kuncinya, Tuan.” Atthara tidak menjawab, hanya mengambil kunci dan menggandeng Lulu menuju lift.
Sampai di kamar mereka, Atthara membuka kunci dan memasukkan koper yang dibawakan Rudi. Setelah Rudi berpamitan, ia menutup pintu kamar.
“Aku mau membersihkan diri.” Kata Atthara yang melepaskan jasnya.
Lulu mengangguk dan segera membuka koper mereka untuk merapikan pakaian di lemari. Ia juga menyiapkan pakaian untuk Atthara dan meletakkannya di tempat tidur.
“Apa kamu lapar?” Tanya Atthara yang baru keluar dari kamar mandi.
Lulu menutup wajahnya dengan bantal sofa karena terkejut dengan Atthara yang hanya mengenakan handuk melilit di pinggangnya. Atthara yang merasa diabaikan, mendekat ke arah Lulu dan mengambil bantal sofa dari tangan istrinya.
“Mas!” Seru Lulu yang segera menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
“Kenapa kamu mengabaikan aku?”
“A-aku tidak mengabaikan mu!”
“Lihat aku!” Atthara menarik tangan Lulu.
“Pakai bajumu dulu, Mas!” Lulu memejamkan matanya erat-erat.
“Kenapa? Bukankah para perempuan suka melihat yang seperti ini?”
“Aku tidak!”
“Kamu yakin? Kamu tidak penasaran dengan otot perutku?” Goda Atthara.
“Tidak!” Lulu menggeleng.
Atthara merasa tersinggung dengan jawaban Lulu. Ia menarik tangan Lulu dan menempelkannya di dada. Lulu yang masih memejamkan mata tidak tahu apa yang dipegangnya. Tetapi ini adalah sensasi yang ia rasakan pertama kali.
“Bagaimana rasanya?” Tanya Atthara.
“Halus, kenyal, hangat dan kokoh.” Jawab Lulu jujur yang sontak membuat Atthara tertawa.
Lulu yang penasaran kenapa Atthara tertawa membuka matanya perlahan.
“Astagfirullahaladzim..” Segera Lulu menarik tangannya.
“Kenapa? Bukankah sudah halal?”
“Mas tahu?” Tanya Lulu.
“Kamu yang mengatakannya.”
“Memang sudah halal dan pahala bagiku. Tetapi kamu masih belum membuka hatimu, Mas. Dan kita terikat perjanjian.” Batin Lulu nanar.
“Iya, tapi aku juga belum siap kalau harus melihatmu..” kalimat Lulu terhenti karena handuk Atthara terbuka.
Pandangannya terpaku melihat benda pusaka suaminya. Ini adalah kali pertama dan halal bagi Lulu. Ia sampai tidak bisa berkata-kata.
“Kenapa kamu melihatku..” Atthara melihat ke arah tatapan Lulu.
“Astaga!” Segera Atthara menutup handuknya dan berdiri meninggalkan Lulu yang masih bengong.
Ia mengambil pakaian yang tersedia diatas tempat tidur dan masuk kembali ke kamar mandi.
“Aku bisa gila!” Gumam Atthara yang melihat benda pusakanya berdiri memperlihatkan keperkasaannya.
“Apa yang dia pikirkan melihatnya seperti itu?”
“Apakah dia membandingkan milikku dengan milik orang lain?”
“Tidak mungkin! Hanya melihat dada saja dia malu, apalagi ini?”
“Apa dia merasa penasaran?” Atthara bermonolog sampai ia selesai mengenakan pakaiannya.
Saat keluar dari kamar mandi, ia menemukan Lulu kembali menutup wajahnya dengan bantal sofa.
“Apa yang kamu pikirkan?” Tanya Atthara yang duduk di sebelah Lulu.
“Aku tidak memikirkan apa-apa, Mas.”
“Aku sudah berpakaian.” Lulu melepaskan bantal sofanya.
“Syukurlah..” Lulu bernafas lega melihat Atthara telah berpakaian rapi.
“Kamu lapar tidak?” Lulu mengangguk.
“Mau makan diluar atau di sini saja?”
“Disini saja, Mas.”
Jawaban Lulu sudah tertebak oleh Atthara, sehingga ia meminta Lulu bersiap karena ia akan membawanya makan di luar.
“Kalau mau mengajak makan diluar, mengapa repot-repot bertanya?” Gumam Lulu di dalam kamar mandi.
Walaupun protes, Lulu tetap mandi dan mengenakan pakaian yang cocok untuk keluar. Hingga beberapa menit kemudian, Lulu keluar sudah dengan pakaian lengkap. Hanya kepalanya yang belum berhijab. Entah mendapat keberanian dari mana, Lulu membuka kepalanya yang tertutup handuk di hadapan Atthara.
Lulu menyisir dan menggelung rambutnya. Ia mulai mengaplikasikan sunscreenndan makeup tipisnya. Kemudian mengenakan ciput dan hijabnya. Semua kegiatan Lulu ternyata diperhatikan oleh Atthara.
“Aku kira rambutnya pendek.” Batin Atthara.
Ia baru pertama kali melihat Lulu melepaskan hijabnya, sehingga ia baru tahu kalau rambut Lulu hitam legam dengan panjang sampai paha.
“Ayo, Mas!” Ajak Lulu yang sudah selesai.
“Hmmm..”
Keduanya keluar dari kamar dan pergi ke lobi. Disana sudah ada Rudi yang menunggu mereka. Segera Rudi membukakan pintu dan memacu mobilnya ke sebuah restoran barat sesuai permintaan Atthara.
Atthara memesan sebuah kamar dan menu andalan hari ini untuk mereka berdua. Seorang pelayan mengantarkan mereka ke kamar mereka dan meminta mereka untuk menunggu pesanan.
“Pak Rudi bagaimana?” Tanya Lulu.
“Dia bisa mengurus makanannya sendiri.”
“Kenapa tidak sekalian? Ruangan ini cukup untuk bertiga.”
“Kamu itu Nona Muda. Kamu harus bisa memberikan batasan!”
“Baiklah..”
“Mana ponselmu?” Lulu menyerahkan ponselnya.
Beberapa saat kemudian saat Rudi datang ke kamar mereka, Atthara menyerahkan ponsel Lulu.
“Kenapa, Mas?”
“Lihat saja nanti! Besok ikut aku ke kantor!”
“Mas yakin?”
“Kenapa? Kamu tidak mau?”
“Bukan itu. Apa Mas yakin membawaku? Apa nanti tidak dibicarakan karyawan, Mas?”
“Siapa yang berani membicarakan ku? Mereka sudah bosan hidup!”
“Tidak bisakah Mas berkata-kata yang lebih baik sedikit?”
“Apa salahnya? Kalau mereka sudah bosan hidup, aku akan mengabulkannya.” Lulu hanya bisa menghela nafas dalam.
Ia masih tidak terbiasa dengan kata-kata yang digunakan Atthara. Lulu tak lagi protes, ia justru bertanya harus mengenakan pakaian apa.
“Pakai saja seperti yang biasa kamu pakai.”
“Baiklah. Tetapi apa yang aku akan lakukan disana nanti?”
“Lihat saja besok!”
Ketika pesanan mereka datang, keduanya makan dengan tenang. Setelah selesai mereka kembali ke hotel. Atthara berkutat dengan pekerjaannya dan Lulu menghabiskan waktunya dengan membaca buku.
Malam harinya, keduanya bersiap untuk tidur. Atthara tidak mengatakan apa-apa, sehingga Lulu berinisiatif untuk tidur di sofa. Tetapi Atthara menyuruhnya untuk tidur di sampingnya.
“Mas yakin?” Tanya Lulu ragu.
Memang bukan pertama kalinya mereka tidur satu ranjang. Tetapi karena telah menyaksikan pusaka Atthara, Lulu menjadi tidak percaya diri. Bagaimanapun ia adalah istri sah Atthara yang memiliki kewajiban memenuhi saat suaminya menginginkannya. Hanya saja, di perjanjian dikatakan kalau Atthara tidak berniat untuk berhubungan. Lulu menjadi serba salah.
“Jangan berpikir macam-macam! Cepat tidur.” Lulu mengangguk dan masuk ke dalam selimut.
Ia yang awalnya enggan, kini telah terlelap begitu merasakan lembutnya tempat tidur. Atthara yang justru tidak tenang dalam tidurnya karena masih memikirkan kejadian tadi siang.