NovelToon NovelToon
My Name Is Kimberly (Gadis Bercadar & CEO Galak)

My Name Is Kimberly (Gadis Bercadar & CEO Galak)

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Pengganti / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Kantor / Epik Petualangan
Popularitas:17.7k
Nilai: 5
Nama Author: Andi Budiman

Kimberly alias Kimi, seorang perempuan ber-niqab, menjalani hari tak terduga yang tiba-tiba mengharuskannya mengalami "petualangan absurd" dari Kemang ke Bantar Gebang, demi bertanggungjawab membantu seorang CEO, tetangga barunya, mencari sepatu berharga yang ia hilangkan. Habis itu Kimi kembali seraya membawa perubahan-perubahan besar bagi dirinya dan sekelilingnya. Bagaimana kisah selengkapnya? Selamat membaca...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andi Budiman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perekrutan yang Aneh

Di ruangannya yang terletak di lantai tiga, Mira, kepala divisi marketing berusia 35 tahun, tampak anteng menikmati momen luang. Dalam tampilan resmi setelan blazer biru laut yang tertata rapi dan elegan, Mira duduk di atas kursi sambil menggulir beberapa short video di layar ponsel canggihnya.

Hari ini ia sedang rehat sejenak dari pemantauan sebuah proses penting: rekrutmen pegawai baru untuk divisinya sendiri. Proses rekrutmen ini terasa begitu panjang dan penuh dinamika. Suatu proses yang hingga detik ini belum berakhir, meski telah berlangsung cukup lama bahkan sedikit menuai kontroversi. Tapi meskipun demikian, tak ada yang bisa menghentikannya.

Mira sering diibaratkan sebagai seorang ratu bagi divisinya, bahkan bagi divisi lain. Ia memiliki pengaruh cukup besar di dalam perusahaan. Meski apa yang dilakukannya terkadang sedikit kontroversi.

Sebagai kepala divisi marketing, posisi Mira memang sangat berpengaruh. Semua tahu, marketing alias pemasaran adalah ujung tombak keberhasilan perusahaan. Sebagus apa pun produk, tanpa pemasaran yang baik, tidak akan memberikan dampak positif bagi keberlangsungan perusahaan.

Namun tak hanya itu, sebagai teman lama Pak CEO dan hubungan cukup dekat dirinya dengan Pak CEO, membuat pengaruh Mira di perusahaan semakin kuat.

Mira terus menggulir layar ponsel. Tampak di atas meja kerja tertumpuk beberapa bundel dokumen penting dan sebuah laptop terbuka. Namun, saat ini perhatian Mira tertuju pada layar ponselnya. Ia sedang menonton video-video pendek wanita bercadar atau ber-niqab dengan penuh kekaguman.

Mira selalu merasa ada sesuatu yang anggun, sopan dan tangguh dalam penampilan wanita-wanita ber-niqab itu. Meskipun ia sendiri tidak berjilbab apalagi bercadar atau ber-niqab, namun ia sangat menghormati dan mengagumi mereka.

Dalam hatinya, Mira menganggap mereka sebagai sosok yang teguh dalam keyakinan dan cukup stylish dengan caranya sendiri. Senyum tipis tersungging di bibirnya setiap kali melihat video tersebut.

"Bu Mira, ada paket untuk Ibu," suara Ghea, salah satu anggota divisi pemasaran, tiba-tiba mengejutkan Mira dari lamunan. Ghea, seorang perempuan muda energik, memasuki ruangan sambil membawa sebuah kotak paket.

Bukan karena keteledoran jika pintu ruangannya terbuka, melainkan Mira memang tak suka menyalakan AC jika gerah. Ia lebih memilih membuka pintu atau jendela untuk mendapat kesejukan yang lebih alami. Selain itu ia juga ingin menciptakan kesan lebih menyatu dan tak terlalu berjarak dengan anggota timnya di divisi marketing.

"Oh, terima kasih, Ghea," Mira tersenyum sambil cepat-cepat menyembunyikan video yang sedang ditontonnya di layar ponsel. Ada sedikit kegugupan yang muncul di wajahnya, namun dia berusaha tetap tenang.

Ghea menyerahkan paket itu kepada Mira. "Ini paket yang Ibu pesan, kan? Saya terima dari kurir, tadi, saat saya di luar," kata Ghea, dengan tatapan penasaran.

"Iya betul," jawab Mira mengangguk sambil meneliti paket itu setelah menerimanya. "Terima kasih, Ghe."

Ghea, yang mengetahui isi paket itu adalah sebuah jilbab dari labelnya, tampak sedikit heran. "Untuk apa sih jilbab itu, Bu? Kan di kantor dilarang pakai jilbab," tanyanya dengan raut muka penasaran.

Mira tersenyum, berusaha menyembunyikan kegugupan. "Oh, ini untuk salah satu anggota keluarga saya. Dia baru saja mau mencoba memakai jilbab, jadi saya belikan satu yang bagus untuknya," jawabnya diplomatis.

Sebenarnya orang yang Mira maksud adalah dirinya sendiri. Mira sudah lama ingin memakai jilbab, namun selalu ragu karena aturan kantor yang ketat melarang pemakaian jilbab.

Ghea mengangguk, meski masih terlihat sedikit ragu. "Baik, Bu. Kalau ada yang Ibu butuhkan lagi, saya ada di meja saya," katanya sebelum beranjak keluar dari ruangan.

Sejenak Mira menatap kepergian Ghea. Setelah memastikan Ghea tiba di mejanya dan kembali pada pekerjaannya di depan laptop, Mira membuka paket itu perlahan dan mengeluarkan sebuah jilbab yang indah. Sentuhan lembut kainnya di tangan membuat hatinya berdebar.

Dia ingin sekali memakainya. Ingin segera merasakan kenyamanan dan keindahan yang ia bayangkan saat melihat wanita-wanita ber-niqab di video tadi.

Namun, pikiran tentang aturan perusahaan dan pandangan Pak CEO, teman lamanya yang kini menjadi bos cukup kaku dan keras terhadap aturan perusahaan, membuatnya bimbang. Pak CEO adalah sosok dihormati, tetapi juga dikenal karena ketegasannya, terutama dalam hal penampilan dan budaya kerja.

Dia menarik napas dalam-dalam, menatap jilbab di tangannya.

"Mungkin suatu hari nanti," bisiknya pada dirinya sendiri.

Hingga saat itu tiba, ia harus menyimpan jilbab ini sebagai simbol keyakinan dan kekaguman dirinya terhadap wanita-wanita yang berani tampil dengan identitas mereka sendiri, meski di tengah aturan ketat.

Sementara itu Ghea sudah hampir menyelesaikan salah satu segmen pekerjaannya di depan laptop. Namun rupanya ia masih merasakan ganjalan lain di benaknya. Ghea pun memutuskan untuk kembali ke ruangan Mira.

"Bu, saya mau bicara sebentar," kata Ghea dari ambang pintu dengan nada serius, berbeda dari sebelumnya.

Mira menatap Ghea seraya menyembunyikan jilbab yang tadi dipegangnya ke dalam laci meja. "Ada apa, Ghe? Kamu kelihatan cemas."

Ghea mendesah pelan, lalu mulai bicara, "Bu, saya agak bingung dengan perekrutan pegawai akhir-akhir ini. Divisi pemasaran kita sangat butuh anggota baru yang bisa berbahasa Inggris, bahkan kalau bisa bahasa asing lainnya. Perusahaan kan ingin memperluas kerja sama pemasaran secara global. Tapi, saya merasa aneh dengan kandidat-kandidat yang datang. Banyak yang tidak sesuai dengan harapan perusahaan."

Mira mengerutkan kening. "Maksudmu tidak sesuai seperti apa?"

Ghea mulai menjelaskan dengan nada sedikit protes, "Ada beberapa kandidat yang berjilbab, padahal kita tahu ada aturan kantor yang ketat soal penampilan. Lalu, ada juga yang usianya di atas empat puluh tahun, bahkan ada yang sudah sangat tua. Ini sungguh aneh dan tidak biasa, Bu. Saya tidak mengerti kenapa ini bisa terjadi. Saya merasa hal ini tidak sesuai dengan citra dan kebutuhan divisi kita."

Mira mendengarkan dengan seksama. Dia bisa melihat bahwa Ghea benar-benar terganggu dengan situasi ini. Namun, sebagai seseorang yang lebih bijak dan fleksibel, Mira memiliki pandangan yang berbeda.

"Ghea," Mira memulai dengan lembut, "Saya mengerti kekhawatiranmu. Memang, biasanya kita mencari kandidat yang sesuai dengan kriteria tertentu, terutama dalam hal usia dan penampilan. Tapi, siapa yang tahu? Mungkin saja talenta emas justru tersembunyi di antara kandidat-kandidat aneh yang kamu sebut tadi. Kadang-kadang, kita tidak bisa hanya mengandalkan penampilan luar untuk menilai kemampuan seseorang."

Ghea tampak tidak puas dengan jawaban itu. "Tapi, Bu, ini sangat berhubungan dengan divisi kita. Bagaimana kalau nanti kita mendapat anggota yang tidak bisa mengikuti ritme dan budaya kerja kita?"

Mira tersenyum, mencoba menenangkan Ghea. "Kalau kamu benar-benar ingin tahu alasan di balik semua ini, kenapa tidak kamu tanyakan langsung ke bagian SDM? Mereka pasti punya penjelasan."

Ghea mengangguk, meski masih ada keraguan di wajahnya. "Baik, Bu. Saya akan ke sana sekarang."

Ghea pun pergi meninggalkan ruangan Mira dan menuju ke bagian SDM. Di sana, ia langsung menemui salah satu staf SDM yang sedang duduk di belakang meja kerjanya.

"Permisi, saya mau bicara soal perekrutan pegawai yang berlangsung akhir-akhir ini," kata Ghea, sedikit nada protes terdengar di suaranya.

Staf SDM tersebut, seorang pria berusia sekitar tiga puluhan, menatap Ghea dengan ramah. "Hey Ghe, tentu, ada yang bisa saya bantu?"

Ghea langsung mengungkapkan kegelisahannya, "Pak, kenapa banyak kandidat yang datang tidak sesuai dengan kriteria biasa? Saya merasa ini sangat aneh dan tidak sesuai dengan harapan divisi kami."

Staf SDM itu tampak sedikit terkejut dengan keluhan Ghea. "Maaf, kalau ada yang membuat kamu tidak nyaman. Tapi setahu saya, perekrutan dilakukan sesuai dengan prosedur. Apa kamu bisa jelaskan lebih spesifik apa masalahnya?"

Ghea menjelaskan tentang para kandidat yang menurutnya tidak sesuai, termasuk soal usia dan penampilan. Staf SDM itu tampak berpikir sejenak, lalu meminta maaf dengan nada penuh penyesalan.

"Oh iya, saya mengerti sekarang," katanya. "Sebenarnya, ada sedikit kesalahan yang terjadi. Kami sempat menyerahkan tugas pemasangan iklan lowongan kerja kepada seorang mahasiswa magang. Sayangnya, mungkin karena miskomunikasi, dia salah memasukkan informasi. Apa yang seharusnya tercantum, malah tidak tercantum."

Ghea terkejut mendengar itu. "Apa maksudnya?"

Staf SDM lalu mengambil koran yang berisi iklan tersebut dan menunjukkannya kepada Ghea. Di sana tertulis: 'Dibutuhkan seorang pria/wanita berkeahlian bahasa Inggris dan bahasa asing, kirimkan surat lamaran kerja ke alamat PT Adiyaksa Pratama Group...'

Hanya itu yang tertulis. Tidak ada syarat lain seperti usia, pengalaman, penampilan, dan lainnya yang biasanya tercantum dalam iklan.

Ghea menatap iklan itu dengan mata membesar, merasa tertekan dan sedikit marah.

"Bagaimana ini bisa terjadi? Tidak ada syarat yang jelas sama sekali!" kata Ghea dengan nada protes.

Staf SDM mengangguk dengan ekspresi bersalah. "Kami minta maaf atas kekeliruan ini. Seharusnya kami lebih teliti dalam mengawasi pekerjaan mahasiswa magang. Kami akan segera memperbaiki iklan ini dan menyeleksi kembali para kandidat sesuai dengan kriteria yang sebenarnya."

Ghea menghela napas panjang. "Baiklah, saya harap masalah ini bisa segera diselesaikan. Divisi kami sangat membutuhkan pegawai baru yang tepat."

Staf SDM mengangguk lagi. "Tentu, kami akan segera menindaklanjutinya."

Setelah keluar dari ruang SDM, Ghea kembali ke ruangannya dengan perasaan campur aduk. Dia masih merasa jengkel dengan kejadian ini, tetapi sedikit lega setelah mengetahui penyebabnya.

Namun, di dalam hatinya, Ghea masih merasa ragu tentang masa depan divisi marketing di tengah perekrutan yang tidak sesuai dengan harapannya. Ghea pun memutuskan untuk kembali ke ruangan Mira.

"Bu, biasanya kan pihak SDM akan berkoordinasi dengan divisi terkait dalam rekrutmen. Apa mereka nanya ke Ibu dulu sebelum memanggil kandidat-kandidat ini?" tanya Ghea dengan nada sedikit cemas.

"Ya, memang begitu," jawab Mira dengan tenang.

"Lalu kenapa Ibu meluluskan kandidat-kandidat itu?" desak Ghea, masih tidak puas.

"Gini loh, Ghe," Mira menatap Ghea dengan senyuman sabarnya. "Data yang saya terima juga terbatas. Terkadang saya tidak tahu soal penampilan mereka. Sebagian memang menyertakan foto, tapi ada juga yang tidak. Terkadang yang ada cuma ijazah terakhir dan profil keahlian dan pengalaman kerja."

Mira kemudian melanjutkan, "Tapi saya cukup punya feeling kalau kandidat yang saya putuskan untuk dipanggil wawancara itu yang terbaik. Ya… meskipun kenyataannya sampai sekarang belum ada yang sesuai harapan. Jadi, kamu tenang saja. Jadilah lebih fleksibel, oke? Jangan cemas, Ghe. Kita lihat saja nanti bagaimana hasilnya."

Mira mencoba menenangkan Ghea, memberikan harapan bahwa proses rekrutmen ini masih bisa berjalan baik meski ada beberapa ketidaksesuaian. Ghea mengangguk pelan, sedikit terhibur oleh sikap optimis dan bijak Mira, meskipun dalam hatinya ia masih merasa sedikit khawatir.

1
Was pray
sania gak bisa kerja mandiri, kenapa vidionya gak dikirim ke grup perusahaan saja? berpikir simpel dan praktis sania
Sunaryati
Pasti masalah yg kau hadapi akan bisa terurai, walau nanti akan ada lagi. Benar hubunganmu Karin memang lebih baik putus, karena Karin cuma ingin dituruti keinginannya, tanpa mendengar / melihat pasangan .
Sunaryati
Up yg rutin, Thoor
Sunaryati
Benar Adi jika hubunganmu dg Karin sampai pernikahan kau tak ada harganya , yg ada kau harus mendengarkan dan menuruti kemauannya. utk perusahaanmu dengan hadirnya Kimi dapat menggaet pasar 5 negara yg bahasanya dikuasai Kimi
Sunaryati
Semoga Authoor mengabulkannya cita- cita dan anganmu, dan besok lancar hasil Baik, dan menerima adab berpakaianmu. Mereka nanti akan takjub dan segan atas kinerjamu dalam penerjemahan bahasa dalam menunjang pasaran produk perusahaan
Sunaryati
Tata hatimu dulu Adi , siapa tahu Rose yang kau maksud itu Kimi yang berpenampilan berbeda. Renata juga mengagumi Kimi, jadi sekarang memang benar harus menyelesaikan masalahmu dengan Karin kepada semua yang berhubungan dengan nya. Semoga semuanya baik dan lancar Adi.
Terima kasih memberikan cerita tentang keteguhan seseorang dalam mempertahankan keyakinannya.
Bravo selamat berkarya, kuharap setiap hari up.
ardan
jangan lama up nya ya thor, seru nih
Sunaryati
Benar Renata jika kamu tertekan akan perilaku Karin, lebih baik pahit sekarang, nantinya manis
Sunaryati
Wah Gea dan Ayesa bakal kena masalah jika malah protes pada CEO Adi, atas hasil survei yang mereka lakukan karena Kimi orang yg berjasa, Adi dan perusahaannya
Delita bae
salam kenal dari saya👋jika berkenan mampir juga ya🙏💪👍
Was pray
banyak orang di luar sana yg lebih menderita darimu adi. kamu lepas dari wanita picik seharusnya berbahagia.tata hati dan pikiran dulu baru cari pengganti karin, dunia tak selebar daun kelor. dan masih urusan hidup yg lebih berharga dari hanya sekedar urusan cari wanita
ardan
Luar biasa
Sunaryati
Tak usah mencari masa lalu Adi, buang waktu dan energi, fokus ke perusahaan dulu, baru diputuskan cari Rose, emang dia ban serep. Dulu emangnya kenapa?
Was pray
untuk kisah adi mencari rose dipersingkat thor, terlalu panjang bab tentang adi mencari rose
Sunaryati
Hanya sama - sama karyawan kok banyak tingkah, berarti perusahaan tersebut karyawannya kurang nasionalisme dan tidak berbhinneka Tinggal Ika, bahkan karyawan muslim diingatkan sholat dzuhur sepertinya keberatan. Menurutku kedatangan Kimi banyak pengaruh positif terhadap tindakan spritual. Awalnya kaget tapi lama- lama terbiasa dan malah jadi kebutuhan
devimaharani rani
Mungkin Rose adalah Kimberly ya
Sunaryati
Menata hati dulu, Adi. Jangan terburu-buru mencari pengganti Karin.
Was pray
seperti kisah sepatu cinderela, nanti yg menemukan sepatu itu maka akan dijadikan istri kalau wanita, dan diangkat saudara jika pria...kisah Cinderella versi laki-laki ini cerita . 😅😅😅😅
Sunaryati
Semangat Kimi percaya diri, pasti mereka yang meragukan dan meremehkan kamu akan kagum dan segan karena kemampuanmu
Sunaryati
Semoga kamu dapa bekerja dengan lancar dan nyaman serta membawa dampak positif perkembangan perusahaan, Kimi. Penampilan tidak mempengaruhi kinerjamu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!