Kinan hanyalah gadis biasa, dirinya mengadu nasib pergi ke kota bersama temannya setelah mendapatkan informasi kalau ada yang membutuhkan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga, demi kebutuhan dan juga ingin mengurangi beban keluarga Kinan akhirnya pergi ke kota jakarta, Di sana Kinan harus berhadapan dengan Daniel pria tampan yang bahkan tidak pernah terpikirkan dalam hidupnya. Mampukah Kinan bertahan di jakarta atau memilih pulang dan melanjutkan sekolah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon II, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meminta Pulang Lebih Awal
Daniel tersungkur kesamping tubuh Kinan yang polos lalu memeluknya erat seolah itu tubuh Sarah. Karena yang ada dalam pikiran Daniel saat ini adalah Sarah.
Kinan menangis tersedu berusaha melepaskan diri dari Daniel. Gadis malang itu terus memberontak di sisa tenaganya.
"Aku akan bertanggung jawab. Aku tidak akan ingkar janji." Daniel meracau dengan napas yang menggebu. Sampai matanya mulai menutup dan terlelap.
Kinan merasakan tangan Daniel mulai longgar. Segera memungut sebagain bajunya dan lari keluar kamar. Sangat hati-hati Kinan menuruni tangga, takut akan membangunkan semua orang. Apa kata majikannya kalau dirinya ketahun keluar dari kamar tamu yang mana ada Daniel di dalamnya.
"Astaghfirullah, ya Allah, ya Allah." Kinan bergumam di sepanjang langkahnya. Area sensitifnya terasa nyeri dan basah. Terseok menaiki tangga dan masuk kedalam kamar tak lupa menguncinya.
Kinan duduk di pojokan kamar. Menangis membayangkan kejadian yang baru saja terjadi. Begitu cepat dan membekas membuat otaknya terus berpikir keras. Seketika bayangan di kamar tadi membuat tangisnya semakin menjadi.
"Ya Allah, Ya Allah, aku mau pulang ya Allah." Kinan menutup mulutnya yang meraung. Membayangkan bagaimana masa depan dan kedua orangtuanya membuat napas Kinan tersengal. Ia merasa sesak dan pusing trauma berat yang saat ini Kinan rasakan.
Kenapa ya Allah. Kenapa ini terjadi padaku. Salah apa aku ya Allah. Bagaimana kalau mama sama bapak tau,
Kinan menggeleng-gelengkan kepala. Mengusap area tubuhnya yang tadi di sentuh Daniel dengan jijik. Perlahan mengintip kedua pahanya. Di sana ada setitik darah segar melihat itu Kinan kembali menangis.
"Engga, engga, hiks....hiks.." Kinan terus menangis sampai ia kelelahan dan tertidur.
Pagi datang tapi terlihat mendung, tidak ada sinar matahari di atas sana. Jakarta sebentar lagi akan di guyur hujan nampaknya. Aktifitas seperti biasa di lakukan. Sinta pagi-pagi buta sudah meninggalkan kamar anak-anak. Kinan sendiri sudah mandi dan sholat subuh entah jam berapa dirinya bangun. Tapi Sinta nampak terheran melihat wajah Kinan yang sembab tapi Sinta tidak bertanya waktu memintanya untuk bergegas anak-anak akan pergi sekolah semua harus selesai sebelum mereka membuka mata.
Kinan melamun sambil mencuci piring. Menghiraukan bisingnya aktivitas dan suara semua orang. Pikirannya terus mengingat kejadian semalam tak terasa air mata keluar. Mbak Nii yang kebetulan datang untuk meletakkan piring kotor bekas majikan mereka makan menatap Kinan bingung.
"Kinan, kenapa nangis? Kamu ga betah ya?" tanya Mbak Nii.
Kinan langsung mengusap pipinya dan menggelengkan kepala. "Ga mbak, Kinan cuma kangen mama, bapak sama Ade di rumah."
Mbak Nii menepuk pundak Kinan. "Yang sabar, namanya juga merantau ya begitu, saya juga dulu begitu nangis terus."
Mbak Nii terus menceritakan bagaimana dirinya yang dulu tanpa Kinan dengarkan. Ia masih sibuk menangis karena tak kuat dengan apa yang sudah Daniel lakukan kepadanya.
"Udah-udah jangan nangis lagi, bunda sama bapak mau pergi tuh,"
Kinan segera berbalik dan naik ke kamarnya untuk menenangkan diri sedangkan mbak Nii kembali menyelesaikan pekerjaan.
.
Di kamar Daniel yang masih terlelap mulai membuka mata. Perlahan meregangkan otot yang terasa pegal, kepalanya masih agak pusing.
"Astaga," gumam Daniel sembari beranjak dari ranjang. Dirinya terdiam manakala tak sengaja menatap diri di cermin. Tidak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya.
"Semalam!" Daniel terpaku bak patung, otaknya baru saja mengingat kejadian semalam, "Sial!" Daniel bergegas ke kamar mandi dan sibuk membersihkan diri.
Selang beberapa saat. Mbak Cicah mengetuk pintu kamar Daniel.
"Den, bibi boleh masuk engga?" seru Mbak Cicah di balik pintu kamar. Dirinya sudah terbiasa karena Daniel terbilang sering menginap di kediaman bunda Tata.
Tanpa suara pintu terbuka, Daniel sudah tampan walaupun hanya mengenakan kaos dan celana pendek. "Tante udah pergi belum Bik?"
"Belum Den, Bunda masih ada di bawah." sahut Mbak Cicah sembari membuka gorden kamar membiarkan cahaya masuk dan tak lupa membuka jendela.
Daniel segera meluncur ke bawah meninggalkan Mbak Cicah yang sibuk berbenah. Kamar di sapu dan di lap, tak lupa kasur mbak Cicah bereskan tapi ia mengerutkan kening manakala ada darah yang sudah mengering di sana.
"Darah? Den Daniel kenapa?"
.
"Tante." Daniel menyapa Bunda Tata yang kebetulan asik bersantai sembari memainkan ponselnya. Terlihat bunda Tata akan pergi karena memang dirinya selalu pergi untuk urusan pekerjaan, artis yang ia manager'i tengah naik daun otomatis bunda Tata semakin sibuk.
"Baru bangun kamu?" Bunda Tata berdiri dari duduknya lalu mengajak Daniel untuk sarapan. "Sarapan dulu."
"Om udah pergi?" tanya Daniel yang mana ia sibuk menggeser kursi.
Bunda Tata mengangguk dan mulai mengambilkan nasi untuk Daniel.
Diam-diam Daniel mencari sosok wanita yang semalam sudah dirinya nodai.
"Sepi amat Tante?" ucapnya yang mana itu hanya basa-basi saja. Terlihat Daniel sedikit ketakutan karena seumur hidupnya ia baru melakukan hal yang harusnya ia lakukan bersama Sarah nanti ketika mereka sudah menikah. Tapi Daniel melakukannya bersama Kinan pembantu baru Tantenya.
Ini gila, benar-benar gila, gw udah tidur sama pembantu yang bahkan dia ga selevel sama gw.
Batin Daniel murka karena sudah melakukan hal yang pasti akan membuat keluarganya kecewa. Apalagi berhubungan dengan seorang pembantu.
Tante Tata otomatis menatap area rumah.
"Begitulah." jawab bunda Tata datar karena memang rumah selalu sepi hanya ada asisten rumah tangga saja di setiap harinya. Anak-anak dan Sinta akan kembali pada siang hari. Seperti yang kita tau bunda Tata dan pak Arman akan pulang pada malam hari, seperti itu terus berulang hanya Sabtu dan Minggu rumah akan ramai.
Daniel mengangguk saja lalu mulai menyantap sarapan sambil berbincang dengan Bunda Tata membahas banyak hal termasuk kapan dirinya akan menikah.
"Usia kamu udah pas loh untung menikah." kata bunda Tata tersenyum menatap Daniel yang mana memberi respon datar. "Ayo dong kapan lamar Sarah?" lanjut bunda Tata karena dirinya dan kedua orang tua Daniel sudah mengetahui hubungan keduanya.
Sarah selingkuh Tante, Daniel ga bisa nikah sama Sarah.
"Untuk saat ini Daniel ga mau buru-buru dulu. Aku sama Sarah masih muda, lagipula banyak mimpi yang Daniel mau kejar dulu."
"Sudah Tante duga kamu pasti ngomong begitu." Bunda Tata menggelengkan kepalanya karena sudah tidak bisa lagi membujuk Daniel untuk segera meminang Sarah. Tidak mengerti dengan pikiran anak muda jaman sekarang.
"Kamu selesaikan aja ya makannya, Tante mau pergi. Udah siang nie." Lalu bunda Tata pamit undur diri di ikuti mbak Nii yang sibuk membawa tas.
"Hati-hati Tante." Teriak Daniel lalu kembali mengisi perut.
Berbarengan dengan itu Kinan yang nampak sudah tenang keluar kamar dan menuju dapur. Di sana ia melihat ada Daniel yang tengah sarapan. Daniel pun melihat Kinan ia acuh pada awalnya tapi ketika keadaan rumah sepi, Daniel melangkah menghampiri Kinan.
Melihat Daniel ke dapur Kinan bersiap untuk menaiki tangga lagi mengindari Daniel, tapi tangannya di tarik Daniel.
"Mau kemana kamu?"
"Sa-saya mau ke atas sebentar." jawab Kinan gugup. "Lepaskan." pinta Kinan.
"Lupakan tentang semalam, aku akan kasih kamu uang berapapun kamu mau. Asal kamu jangan beritahu Tante." Lalu Daniel melepaskan tangan Kinan, ia pergi untuk kembali ke meja makan.
Kinan kembali menangis.
Kamu yang sudah merenggut kesucian ku tapi kamu bertingkah seolah aku yang salah. Kamu bahkan tidak ingin meminta maaf.
"Kinan, ambilkan aku air." Daniel berteriak dengan sengaja.
Kinan segera mengambil gelas dan mengisinya dengan air.
.
Sore harinya. Kinan duduk bersama Sinta di dapur. Anak-anak tengah tidur siang, Daniel sendiri pergi dan belum kembali.
"Kamu tadi subuh kenapa kaya abis nangis?" tanya Sinta mengingat tadi subuh mata Kinan nampak sembab.
Kinan melirik Sinta sejenak, ingin rasanya memberi tau Sinta tentang semalam dimana Daniel sudah menodainya, Tapi kalau dirinya membuka mulut apa kata Sinta dan kedua majikannya. Baru berkerja lima hari sudah tidur dengan keponakan majikan.
"Sin, kalau aku minta pulang gimana? Aku kok ngerasa berat kalau harus tunggu satu Minggu lagi mah, aku kangen keluarga aku." kata Kinan, dirinya berusaha menenangkan diri dengan begitu air mata tidak akan keluar lagi.
"Kamu ga betah?"
"Aku betah, tapi aku berat aja sama keluarga."
Sinta diam sejenak. "Tapi kamu baru kerja lima hari loh Nan, sayang satu Minggu lagi." Sinta membujuk Kinan untuk tetap bekerja tapi Kinan terus mendesak Sinta agar mau memberi tahu bunda Tata.
"Ya udah, nanti aku bantu ngomong sama bunda."
.
Malam harinya. Bunda Tata dan pak Arman sudah kembali, Daniel sendiri nampak suntuk dan masuk ke kamar, katanya Daniel besok mau kembali ke Bandung.
"Bun, Kinan mau ngomong katanya." Sinta datang bersama Kinan, menghampiri Bunda Tata dan pak Arman yang baru saja selesai makan malam.
"Mau ngomong apa Kinan?" Tanya bunda Tata. Langsung menatap Kinan yang berdiri kaku.
"Bunda maaf, Kinan mau pulang aja ke kampung," kata Kinan tanpa ragu.
"Loh, kok pulang? Kenapa, ga betah?" bunda Tata dan pak Arman kaget mendengar ucapan Kinan. Kebetulan Daniel turun dan ikut bergabung.
"Ada apa ini?" Daniel ketakutan karena Kinan ada di sana membuat pikirannya tidak karuan.
Dia ngadu ke Tante?
"Nie Kinan, katanya mau pulang."
Daniel bernafas lega.
"Aku pikir dia ngadu." gumam Daniel sedikit lega.