Pernikahan kekasihnya dengan seorang Panglima membuat Letnan Abrileo Renzo merasakan sakit hati. Sakit hatinya membuatnya gelap mata hingga tanpa sengaja menjalin hubungan dengan putri Panglima yang santun dan sudah mendapat pinangan dari Letnan R. Trihara. R. Al-Ghazzi.
Disisi lain, Letnan Trihara yang begitu mencintai putri Panglima pun menjadi patah hati. Siapa sangka takdir malah mempertemukan dirinya dengan putri wakil panglima yang muncul di tengah rasa sakit hatinya yang tak terkira. Seorang gadis yang jauh dari kata santun dan kekanakan.
KONFLIK TINGGI, HINDARI jika tidak tahan dengan cerita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Bu Danton menggemaskan.
Menarik resleting Rintis bukanlah hal yang sulit. Bagi Bang Hara kini menahan sesuatu yang tidak biasa adalah perkara yang paling sulit.
Bisa-bisanya Bang Hara mengajak Rintis untuk check-in di hotel hanya untuk menarik resletingnya yang sulit untuk di naikan karena tersangkut.
"Ayo Om, sekarang saja..!! Nanti terlambat mengurus persyaratan nikahnya." Kata Rintis kemudian menyingkirkan seragam loreng yang menutupi tubuhnya.
"Kamu benar mau nikah sama saya?" Tanya Bang Hara sembari mendekati Rintis.
"Ya terpaksa, Papa dan Abang sudah marah besar. Masa mau di batalkan??" Kata Rintis.
"Itu juga salahmu. Kenapa harus mengarang bebas sampai buat Papa dan Abangmu murka." Jawab Bang Hara.
Rintis mulai gelisah. Hatinya masih dendam dan kembali ingin memberi pelajaran pada pria yang sudah menjadi suaminya itu. Dirinya masih merasa bahwa semua musibah yang terjadi adalah karena ulah Bang Hara.
'Beraninya melawan anak wakil panglima. Bukankah sama saja seperti Om Har membuka pintu neraka nya sendiri??'
"Kenapa diam?? Apa kamu masih merasa apa yang terjadi sekarang ini adalah salah saya?" Tegur Bang Hara.
"Lalu salah siapa? Masa salahnya Titis????" Jawab Rintis.
Bang Hara menarik nafas panjang. Tetap saja istri kecilnya itu tidak merasa bersalah atas 'musibah' yang membuat mereka berdua menikah.
Tak banyak bicara, Bang Hara segera menarik resleting Rintis. Mata elangnya terus memperhatikan warna kulit Rintis yang putih bersih terawat. Sudah jelas anak gadis seorang wakil panglima pastinya begitu terawat.
Semerbak parfum yang tidak biasa juga semakin 'menguji imannya'. Di kecupnya tengkuk leher Rintis, nafasnya berat tak beraturan.
"Iihh.. Om, sudah apa belum?" Tanya Rintis.
"Neng.. Seandainya Om Har minta anak, kamu mau atau tidak??" Bukannya menaikan resleting di punggung Rintis, Bang Hara malah menurunkannya.
Sebagai seorang pria dewasa dan pastinya sudah matang, sudah barang tentu dirinya tergoda akan pesona wanita. Jika biasanya dirinya lebih memperbanyak istighfar untuk menahan diri, kini sungguh rasa itu begitu sulit untuk di kendalikan apalagi yang ada di hadapannya kini adalah wanita yang berstatus istri.
"Hmm mau nggak ya?? Nggak mau deh, Om. Titis nggak cinta sama Om Har. Tapi bagaimana kalau Titis hamil. Kalau sudah menikah bisa saja tiba-tiba jadi hamil." Tolak Rintis dalam kebingungan dan keluguannya sembari menghindari Bang Hara.
Bang Hara yang kini berstatus seorang suami pun akhirnya merasakan tidak nyaman di dalam hatinya. Sang istri terang-terangan menolaknya tapi ia berusaha menenangkan pikiran dan berdamai dengan keadaan bahwa istrinya adalah salah satu makhluk langka ciptaan Tuhan.
Di dalam hatinya Bang Hara berjanji akan berusaha untuk membimbing dan mendidik hadiah yang telah di berikan Tuhan untuknya.
"Hmm.. Om.. Perempuan yang tadi itu bukannya anak Pak Supri ya?" Tebak Rintis dalam keraguan.
"Iya, dia anak panglima."
"Kenapa sepertinya dekat sama Om Har?? Om Har kan suaminya Titis, nggak boleh donk dekat sama perempuan???" Oceh Rintis bercicit membicarakan tentang aturan.
Bang Hara mengulum senyumnya, tanpa di duga dirinya mendapatkan moment untuk menekan Rintis secara halus. "Mana bisa di salahkan, Rena tidak tau kalau kita menikah dan lagi kamu tidak mau punya anak dari saya. Wajar saja kalau Rena suka sama saya. Kamu sendiri ada pacar, kan??"
Kening Rintis berkerut. Tiba-tiba saja hatinya merasakan jengkel. Sepuluh hari pernikahan yang tanpa komunikasi sudah membuatnya merasakan bahwa pernikahannya seakan sia-sia, gagal dan berantakan. Entah kenapa ia merasakan pernikahannya berbeda dengan pernikahan orang tuanya.
"Titis hanya sekedar suka karena Om Bimo ganteng, hidungnya mancung, tinggi, gagah, perutnya kotak enam, dadanya bidang, pahanya.............."
"Kenapa bisa sampai lihat paha???????" Tegur keras Hara. "Bimo punya tinggi badan seratus tujuh puluh empat centimeter. Apa kamu lihat saya kurang tinggi?????" Ujar pria bertinggi badan seratus delapan puluh dua centimeter itu.
"Tapi kalau Om Har itu nggak ganteng, mancung sih tapi dadanya................"
"Waahhh.. benar-benar minta di hajar kamu ya..!!" Bang Hara membuka kaos lorengnya.
Sontak kedua bola mata Rintis membulat besar. Tanpa rasa malu dan begitu polos dirinya tersenyum nakal.
"Yang lainnya nanti saja..!!" Kata Bang Hara.
Entah kenapa wajah Rintis langsung berubah kecewa.
Sebenarnya Bang Hara bisa saja mengerjai gadisnya sekarang juga namun ia pun tidak sampai hati melakukannya bahkan memanfaatkan situasi dalam kepolosan istri kecilnya.
"Bu Danton kenapa?? Penasaran sekali pengen gelar senjata?" Tegur Bang Hara kemudian merapatkan kembali resleting di punggung Rintis. "Kalau Bu Danton pengen punya anak, barulah saya tembak dalam. Tapi kalau hanya sekedar ingin tau dan bermain-main, lebih baik jangan..!! Bahaya..!!" Kata Bang Hara mengingatkan.
Terdengar Rintis membuang nafas berat. Sudah barang tentu dirinya tidak sepenuhnya memahami perkataan suaminya.
"Kalau bicara yang jelas donk, Om. Kita sudah menikah, masa nggak hamil juga." Protes Rintis.
Sebenarnya kamu paham atau tidak sih, Neng. Kalau mau punya anak jelas harus hamil dulu." Rasanya Bang Hara harus melebarkan urat sabar yang kini mulai menyempit.
"Paham lah. Yang Titis tanya.. kenapa Titis belum hamil juga padahal kita sudah menikah sepuluh hari." Rintis menyambar tas kecilnya lalu mengambil sesuatu dari dalamnya kemudian menyerahkan sepuluh bungkus testpack ke tangan Bang Hara. "Sepuluh bungkus ini hasilnya negatif. Sebenarnya bagaimana cara kerja Om Har sebagai suami."
"Haaaaaaahh??????" Setengah mati Bang Hara terkejut dengan ulah istrinya. "Kau niat sekali, Neng?????"
Bang Hara membuka satu persatu alat test kehamilan tersebut dan memang kesemuanya bertanda negatif.
"Kau jangan bikin malu saya ya???? Sebenarnya kamu mau hamil anak saya atau tidak?? Tadi bilang tidak mau, sekarang bilang mau.. Labil sekali kau, Neng..!!! Jangan sampai saya sudah terlanjur tanam singkong, malah nantinya kamu marah nggak jelas." Omel Bang Hara kini mendadak naik darah menghadapi Rintis.
"Idiiihh.. gaya kaleeee bapak Danton satu ini. Buktinya apa??? Rintis belum hamil juga." Ejek Rintis.
"Duuuhh.. Tuhaaann.. mati akuuu..!!" Bang Hara menepuk keningnya. "Kamu.... Aaaarrgghhhhh..!!!! Sini kamu..!!!!!!!!" Bang Hara melonggarkan ikat pinggangnya.
.
.
.
.
semoga lancar persalinan ya.. sehat ini dn baby ya.. 🤲🏼😍