Scandal Hubungan Masa Lalu

Aruna menghentikan langkahnya saat matanya melihat salah satu kursi yang berada di kantin tersebut. Kursi itu kosong tetapi mampu mencuri perhatian nya

Flashback.

Aruna yang makan sendirian dan tidak ada yang ingin menemani dia dan sementara orang-orang yang lain makan bersama teman-teman mereka. Aruna tidak mempermasalahkan hal itu dia hanya makan yang fokus pada makanan itu yang tertunduk dengan mata yang tidak melihat kemana-mana. Dia hanya mengurus perutnya saja.

Tiba-tiba Aruna dikejutkan dengan Melvin yang tiba-tiba saja duduk di depannya membuat kepala Aruna terangkat.

"Tidak ada tempat duduk lain dan mau tidak mau aku harus di sini," ucap Melvin makan dengan santai dan Aruna yang tidak protes atau tidak mengatakan apa-apa yang kembali melihat makanannya.

"Apa sangat menyenangkan makan sendirian?" tanya Melvin yang berusaha untuk membuka obrolan di antara mereka berdua.

"Menyenangkan," jawab Aruna dengan jujur ya memang tidak suka banyak orang yang dekat-dekat dengannya dan dia termasuk wanita yang introvert.

"Begitukah!" sahut Melvin yang kembali makan.

Flashback of.

"Aruna kita duduk di sana!" ajak Giselle dan lagi-lagi tidak mendapat sambutan dari Aruna yang membuat Gisela heran dan menegur Aruna sekali lagi dengan menepuk bahu Aruna dan membuat Aruna kaget.

"Iya kenapa?" sahut Aruna.

"Ayo kita makan di sana!" tegas Giselle.

"Iya. Ayo!" jawab Aruna yang kembali berusaha menenangkan diri dan mengikuti Giselle yang geleng-geleng kepala yang berjalan terlebih dahulu.

"Astaga Aruna, kenapa harus mengingat masa-masa sekolahmu, tidak ada yang perlu diingat dari hal itu, semua itu hanya masa lalu dan ini bisa mengganggu konsentrasi pekerjaan ada juga merugikan para pemain yang lain," batin Aruna yang kembali mencoba untuk fokus dan profesional dalam pekerjaannya.

Aruna dan Giselle yang menikmati makan mereka berdua yang duduk saling berhadapan.

"Aku tidak tahu. Jika SMA tempat kita syuting akan diadakan di SMA Harapan Bangsa," ucap Aruna sembari mengunyah makanannya.

"Memang kamu tidak ikut meeting waktu itu?" tanya Giselle.

Aruna menggelengkan kepala.

"Pantes saja. Memang keputusan dari Bu Monica untuk diadakan syuting drama series terbaru kita di SMA Harapan Bangsa, karena sangat cocok lokasi juga dekat dengan kantor," jelas Giselle.

"Apa kita tidak bisa mengganti lokasi syutingnya?" tanya Aruna.

Pasti ada alasan bagi Aruna yang tiba-tiba merasa tidak nyaman jika harus bekerja di SMA tersebut.

"Kenapa harus diganti. Seperti yang aku katakan kepada kamu jika lokasi ini dekat sama kantor kita kan kita juga sudah pasang set yang lain di sini. Selain itu sangat mudah bekerjasama dengan SMA ini dan tidak ada yang memberatkan sama sekali apalagi harus sampai mengganti lokasi syuting. Aruna kita juga sudah berjalan syuting," sahut Giselle.

"Aku hanya bertanya saja," sahut Aruna menghela nafas.

"Lagi pula kamu kenapa sih tiba-tiba tadi tidak konsentrasi gitu?" tahta Giselle.

"Aku tidak apa-apa," jawab Aruna dengan tersenyum tipis yang kembali melanjutkan makannya.

"Oh iya Aruna, untuk film kita. Aku sudah mengirim naskah kepada Melvin dan kita hanya menunggu persetujuan Melvin saja. Semoga dia menerima peran ini, karena memang dia yang cocok untuk melakukan peran itu," ucap Giselle.

Mendengar nama Melvin membuat Aruna memperlihatkan wajah aneh yang tidak terbaca ekspresi di wajah cantik itu.

"Jika dia setuju untuk menjadi pemeran utama dalam film ini. Lalu siapa yang akan menyutradarai film ini?" tanya Aruna.

"Pakai nanya lagi, sudah jelas-jelas di script dibuat kamu yang menyutradarai dan memang kamu sutradara dalam film ini," sahut Giselle.

"Bukankah kita masih ada produksi series dan aku mana mungkin bisa memegang sekali dua dan Bu Monica sendiri ingin syuting filmnya cepat selesai agar langsung launching," sahut Aruna.

"Ya ampun Aruna, kamu seperti baru bekerja saja, bukankah biasanya juga kamu itu selalu menyutradarai dua bahkan sampai tiga film sekaligus. Aneh kamu..." sahut Giselle dengan geleng-geleng kepala.

Giselle cukup heran dengan sahabatnya itu yang tidak pernah mengeluh tentang masalah pekerjaan yang menumpuk dan dia hanya akan mengeluh jika Monica membuat dia ribet.

"Bagaimana mungkin aku menyutradarai film ini. Jika pemeran utamanya adalah dia," batin Aruna yang memperlihatkan wajah gusar.

Tiba-tiba saja ada yang menjadi kegelisahan di dalam hati Aruna. Dia dan tim sangat bersusah payah untuk mencari pemeran yang cocok dalam film mereka. Mereka sudah memutuskan untuk memakai aktris yang sedang naik daun. Tetapi justru ditolak karena alasan yang kurang masuk akal.

Mereka mencoba untuk bekerja sama dengan artis terkenal yang karirnya tetap saja naik. Tetapi bukannya semangat Aruna malah terlihat lemas yang justru tidak ingin menyutradarai film itu tersebut.

**

Setelah melakukan pekerjaan sampai sore Aruna yang kembali pulang ke rumah.

"Mama!" suara yang membuat dia semangat yang tak lain adalah putranya yang langsung menghampirinya dan memeluk pinggang Aruna.

"Mama sudah pulang?" tanya Rain.

"Iya sayang. Mama juga sangat capek, boleh tidak Mama minta dipijit," keluh Aruna yang terlihat lelah dengan lehernya tampak miring.

"Sini, sini, biar Rain pijit," Rain yang dengan semangat menarik tangan Aruna dan membawanya ke sofa.

Aruna tersenyum yang langsung mendapatkan service dari Rain yang membuat rasa lelah hilang.

"Mama lain kali harus membawa Rain ke lokasi syuting agar Rain bisa memijit Mama kapanpun mama merasa pegal," ucap Rain.

"Memang boleh Mama merepotkan putra Mama yang tampan ini?" tanya Aruna.

"Tidak masalah sama sekali," jawab Rain.

"Baiklah, nanti Mama akan membawa kamu ke lokasi syuting dan pasti Mama tidak akan pernah capek kalau selalu dipijit," sahut Aruna tersenyum.

"Rain juga senang ikut ke lokasi syuting, Rain soalnya bosen di rumah sendiri. Nenek selalu saja pergi mengantar pesanan," keluh Rain.

"Kalau Rain bosan. Kenapa tidak telepon tante thalia dan nanti Rain bisa main dengan Michi," ucap Aruna menyarankan.

"Michi sangat sulit diajak main. Dia sangat manja dan sangat cengeng. Rain tidak suka melihatnya yang sebentar-bentar pasti mengadu kepada tante Thalia," keluh Rain.

"Namanya juga anak cewek. Jadi wajar saja Michi manja dan mengadu," sahut Aruna.

"Tapi Rain tidak suka," protes Rain.

Dratttt-dratt dratt

Tiba-tiba ponsel Aruna berdering yang melihat panggilan itu yang ternyata dari Monica bosnya.

"Mama angkat telpon sebentar!" ucap Aruna. Rain hanya mengangguk.

"Iya Bu?" Aruna langsung mengangkat.

"Aruna kamu ke kantor sebentar, ini soalnya ada yang penting!" titah Monica.

"Saya baru saja sampai rumah," sahut Aruna.

"Iya saya tahu. Tapi ini sangat penting!" tegas Monica.

"Apa tidak bisa besok pagi saja!" kesal Aruna yang paling sangat membenci jika jam kerja di naik-naikkan.

"Aruna saya mengatakan ini sangat penting dan berarti tidak bisa besok. Cepat buruan kamu datang ke kantor!" tegas Monica.

"Ta___

Tut-tut-tut-tut.

Telpon itu sudah dimatikan secara sepihak.

"Issss apaan sih, main matematika!" kesal Aruna dengan penuh emosi.

"Mama mau pergi lagi?" tanya Rain yang bisa melihat dari ekspresi Aruna.

"Benar sayang, wanita yang punya kuasa ini menyuruh Mama untuk balik ke kantor. Mama bener-bener sangat kesal dengan nenek-nenek ini!" oceh Aruna dengan wajah cemberutnya.

"Nenek-nenek siapa?" tanya Rain.

"Siapa lagi kalau bukan Mak Lampir itu," Aruna kalau sudah kekal akan mengatai orang dengan sesukanya.

Bersambung