Keidupan normal Karina gadis 17 tahun yang baru saja putus cinta seketika berubah, Dengan kedatangan Dion yang merupakan artis terkenal, Yang secara tidak terduga datang kedalam kehidupan Karina, Dion yang telah mempunyai kekasih harus terlibat pernikahan yang terpaksa di lakukan dengan Karina, siapakah yang akan Dion pilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu
Jam Istirahat
Saat istirahat tiba, Dion berjalan ke kantin untuk makan siang. Namun, kehadirannya menarik begitu banyak perhatian. Para penggemarnya terus mengikuti, membuat Dion merasa sedikit risih. Akhirnya, ia menemukan meja kosong dan duduk sendirian.
"Hai, Dion," sapa Cila yang duduk tak jauh dari tempat Dion. Dia berada di meja yang sama dengan Ricky dan gengnya.
Dion hanya membalas dengan senyum tipis, tak terlalu memedulikan Cila. Sementara itu, Ricky menatap Dion dengan tatapan tajam, penuh kebencian. Dion merasa bingung dengan tatapan itu, tapi dia memilih untuk tidak menghiraukannya.
Tak lama kemudian, Dion memanggil seseorang. "Karinaaa," suaranya terdengar jelas di tengah keramaian kantin. Karina yang baru saja datang bersama Intan tampak tak menyadari panggilan itu.
"Rin, itu Dion manggil lo," ujar Intan sambil menyenggol lengan Karina. "Kenapa lagi sih itu orang?" Karina mengeluh kesal. Namun, Intan dengan cepat menarik tangannya dan membawanya ke meja Dion.
"Ayo, Rin, duduk," ajak Dion, mengisyaratkan mereka untuk bergabung dengannya. Karina menatap meja itu ragu-ragu, tapi kemudian duduk bersama Intan. Saat dia hendak duduk, matanya tanpa sengaja bertemu dengan pemandangan yang mengganggu Ricky dan Cila sedang duduk bersama di meja yang sama, saling menyuapi dengan mesra, seolah keberadaan Karina tak berarti apa-apa bagi mereka.
"Kenapa, Rin?" tanya Dion, melihat Karina yang tiba-tiba terdiam dan matanya tertuju pada Ricky.
"Ah, nggak apa-apa," jawab Karina cepat, berusaha menutupi perasaan yang muncul tiba-tiba. Dia pun duduk, berusaha bersikap biasa. Namun, suasana terasa semakin tidak nyaman. Tatapan sinis para siswa di sekitarnya membuat Karina merasa seperti disorot, dan bisik-bisik terdengar samar, semakin menambah kecanggungan.
Meski Dion dan Intan berusaha mengalihkan suasana dengan mengobrol, pikiran Karina tak bisa lepas dari pemandangan Ricky dan Cila yang tampak begitu akrab, membuat hatinya terasa sedikit perih.
Tetapi, Karina meneguhkan dirinya. Dia berusaha mengabaikan semua itu, meskipun tatapan dari orang-orang di sekitarnya tak kunjung hilang. Di Kantin Sekolah
"Rin, udah ada yang baru lagi nih!" celetuk Agas sambil tertawa kecil, suaranya nyaris sinis.
Mendengar itu, Intan langsung berdiri dari tempat duduknya.
"Heh, Agas! Bilangin ke ketua lo yang brengsek itu, Karina gak butuh cowok tukang selingkuh!" Intan berteriak lantang, suaranya penuh emosi.
Tatapannya tertuju tajam ke arah Ricky, yang saat itu tengah bermesraan dengan Cila di depan mata Karina. Pemandangan itu membuat hatinya sakit.
Ricky, yang mendengar teriakan Intan, tersenyum dingin sebelum balas menyindir, "Aduh, Intan. Daripada lo terus-terusan ngurusin sahabat lo itu, mending lo cari pacar sendiri. Itupun kalau ada yang mau." Ucapannya penuh sindiran tajam.Dengan gaya santai, Ricky dan gengnya meninggalkan kantin, sementara Intan hanya bisa melotot penuh amarah, giginya terkatup erat menahan diri untuk tidak membalas lebih parah.
Karina duduk terpaku, berusaha keras menahan air matanya. Di dalam hatinya, rasa cemburu bercampur sakit hati bergejolak. Melihat Ricky, cinta pertamanya, bersama Cila membuat luka itu terasa semakin dalam. Namun, dia mencoba terlihat kuat, meski di dalamnya dia hampir hancur. Dion, yang duduk tak jauh dari mereka, hanya menyimak adegan itu tanpa banyak bicara. Tapi, matanya tak bisa mengabaikan Karina yang sejak tadi tampak berbeda diam, dengan mata yang mulai memerah.
"Rin, lo nggak apa-apa?" tanya Dion perlahan, suaranya terdengar tulus. Karina menggeleng pelan.
"Gue gapapa," jawabnya singkat. Dia lalu berdiri dan menatap Intan. "Tan, gue ke toilet dulu," katanya dengan nada datar, sebelum bergegas meninggalkan kantin.
Setelah Karina pergi, Intan yang kini tinggal berdua dengan Dion tiba-tiba merasa canggung. Dia menoleh ke Dion dan tersenyum gugup.
"Eh, kenalin... gue Intan," ucapnya sambil mengulurkan tangan dengan ragu. Dion menatapnya sejenak sebelum menyambut tangan itu dengan senyum kecil. "Dion."
...****************...
Di Toilet Sekolah
Begitu Karina masuk ke toilet, dia segera mengunci pintu dan akhirnya membiarkan air mata yang sejak tadi ia tahan tumpah. Tangisnya pecah, dan isakannya memenuhi ruangan yang sepi. Hatinya masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Ricky, cinta pertamanya, kini sudah bersama orang lain. Semua kenangan manis yang pernah mereka jalani bersama terus menghantui pikirannya, dan setiap kali ia mencoba melupakan, ingatan itu selalu datang kembali.
...****************...
Jam Pulang Sekolah
Di depan sekolah, Karina dan Intan berdiri di halte bus, menunggu angkutan yang akan membawa mereka pulang. Biasanya, Karina selalu pulang bersama Ricky, duduk di belakang motornya, berbagi tawa sepanjang perjalanan. Namun, kini semuanya berbeda. Karina terpaksa menunggu bus bersama Intan, merasakan kesepian yang begitu dalam.
Selama dua tahun terakhir, Karina terbiasa bergantung pada Ricky, Ricky yang selalu mengantarnya pulang, Ricky yang selalu ada di sisinya. Sekarang, semua itu hanya tinggal kenangan.
Intan, yang berdiri di sampingnya, melirik Karina dengan penuh simpati. Dia tahu betapa beratnya perubahan ini bagi sahabatnya, tapi tak tahu harus berkata apa untuk menghiburnya.
Mereka berdua hanya bisa berdiri dalam diam, menunggu bus datang, sambil mencoba meredakan perasaan yang tak menentu.
"Tin tin!" Tiba-tiba, sebuah mobil berhenti tepat di depan halte. Pintu terbuka, dan seseorang keluar menghampiri Karina dan Intan. "Rin, Tan, mau bareng gak?" tanya Dion yang ternyata pemilik mobil tersebut.
Sebelum Karina sempat menjawab, Intan dengan cepat mendorongnya ke arah Dion. "Ini Karina yang mau numpang, katanya," ujar Intan sambil tertawa kecil.
"Eng... enggak, gue bareng Intan aja," tolak Karina terbata-bata, jelas tidak nyaman dengan situasinya.
Namun, tepat di saat itu, bus yang mereka tunggu tiba. Intan berlari menaiki bus dan, tanpa peri
ngatan, meninggalkan Karina sendirian dengan Dion. "Intan, tungguin gue!" teriak Karina panik, melambaikan tangan ke arah bus.
Dari dalam bus, Intan hanya menoleh sebentar dan tersenyum nakal. "Rin, lo bareng Dion aja!" jawabnya sebelum bus melaju pergi. Karina mendesah kesal, menatap kepergian bus itu dengan tangan terlipat. "Awas aja lo, Tan," gumamnya pelan.
Dion yang melihat semua kejadian itu hanya tertawa kecil. "Yaudah, ayo Rin, masuk aja," ajak Dion, membuka pintu mobil untuk Karina.
Dengan enggan, Karina pun masuk, karena memang tak ada pilihan lain. Di dalam mobil, Karina sibuk dengan ponselnya, matanya tak lepas dari layar. Sekitar sepuluh menit perjalanan berlalu tanpa sepatah kata pun.
Suasana di dalam mobil terasa sangat canggung, terutama bagi Dion yang sesekali mencuri pandang ke arah Karina, berharap ada percakapan yang bisa mengusir keheningan itu.
Akhirnya, Dion memberanikan diri memecah kesunyian. "Rin, lo udah gapapa?"Tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel, Karina menjawab dengan nada yang sedikit tajam, "Emang gue kenapa? Gue gapapa kok."Respon dingin Karina membuat Dion menghentikan upayanya.
Dia memutuskan untuk diam, tak ingin memperpanjang percakapan yang tampaknya tidak diinginkan.