"Waaa kenapa begini."
Itulah jeritan hati sepasang insan yang di pertemukan di acara perjodohan oleh keluarga mereka yang merupakan mafia terbesar di kota dan membagi kota menjadi dua wilayah. Perjodohan mereka sebagai pewaris adalah kunci perdamaian dan penggabungan dua keluarga mafia yang selalu berselisih dan saling memperebutkan wilayah.
Namun keduanya menjadi sangat bingung dan tidak berani menolak walau mereka ingin menolak karena memiliki kekasih masing masing dan melihat satu sama lain sebagai aib di masa lalu.
Alasannya ketika keduanya sempat melarikan diri dari keluarga mereka karena tidak mau menjadi pewaris sewaktu muda, keduanya bekerja menjadi aktor dan aktris film porno yang selalu tampil bersama dalam setiap syuting.
"Ya, kami mau menikah," ujar keduanya dengan terpaksa demi menjaga perdamaian dua keluarga walau mereka tidak saling mencintai dan hanya tubuh mereka yang saling mengenal satu sama lain.
Mohon di baca dan tinggalkan jejak ya, makasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dee Jhon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23
“Ugh,” Dean yang sedang tidur terlihat mengalami mimpi buruk, keningnya penuh keringat dan dahinya mengerut.
[Pov Dean]
“Mama....ampun ma,” ujar Dean kecil.
“Diam kamu, anak tidak tahu di untung,” teriak Griselda sambil menendang Dean.
“Braak,” Deah terhempas sampai menghantam dinding, “sreeg,” tiba tiba pintu ruangan di buka, seorang pria masuk ke dalam,
“Apa yang kamu lakukan Griselda,”
“Plak,” pria itu langsung menampar Griselda sampai terjatuh di lantai, kemudian dia berbalik dan jongkok di depan Dean kemudian merentangkan tangannya, Dean kecil berusaha bangun dan menoleh melihat pria yang tersenyum di hadapannya,
“Kakek ?” tanya Dean.
“Ayo Dean, ikut kakek,” ujar pria itu sambil menggendong Dean.
Dean yang di gendong melihat mama nya yang jatuh tersungkur dan meneteskan air mata menunduk melihat lantai.
“Kakek...mama kenapa ?” tanya Dean.
“Mama kamu sakit, mulai sekarang kamu sama kakek saja,” jawab kakek.
“Iya kek,” balas Dean tidak mengerti.
Bayangan kembali berubah, sekarang Dean sudah berusia 10 tahun, dia melihat cekcok antara ayah dan ibunya dari balik dinding dan menutup mata Rena yang masih sangat kecil,
“Kamu tidak mengerti Mario, coba pikirkan perasaan ku,” teriak Griselda.
“Kamu berani melawanku Griselda, kamu tahu apa yang baru saja kamu lakukan terhadap anak kita,” ujar Mario.
“Anak kita ? dia bukan anak mu, dia anak ayah mu,” teriak Griselda.
“Plak,” Mario menampar Griselda sampai terjatuh, Griselda memegang pipinya dan meraih pisau di meja siap menusuk Mario, namun “cklik” Mario menempelkan ujung pistolnya ke kening Griselda,
“Aku tidak tahu apa yang papa perbuat padamu, tapi aku akan membalas kan dendam kamu, kamu tunggu dan aku tidak mau lagi melihat kamu melampiaskan dendam mu terhadap Dean, dia anak kita, walau kenyataannya lain, aku tetap dia menganggap anak kita, jadi ku harap sebelum aku bertindak, kamu tidak macam macam, mengerti,” ujar Mario tegas.
“Aku tidak selingkuh Mario.....aku tidak selingkuh, aku mencintai mu dan Rena anak kita,” ratap Griselda dengan lirih.
“Aku tahu, tidak mungkin kamu berani macam macam di belakang ku dan aku tahu betul seperti apa sifat papa ku, aku minta kamu tenang dan untuk sementara terima Dean sebagai anak mu,” ujar Mario.
“Aku tidak bisa, dia mengingatkan ku pada kejadian itu, lebih baik kamu tembak aku daripada memaksa ku mencintai dia,” teriak Griselda.
Melihat Griselda terlihat keras kepala dan malah mendekatkan keningnya ke ujung pistolnya sekali lagi, “cklik,” Mario mengembalikan pelatuknya dan menyimpan pistolnya, dia berbalik dan keluar dari ruangan. Begitu pintu di tutup, “prang,” Griselda melemparkan piring ke pintu dan pecah, “hu...hu...hu,” Griselda menangis tersedu sedu. Dean menyaksikan semuanya dan menutupi mata Rena, dia menunduk dan menitikkan air mata.
Bayangan kembali berubah, saat ini Dean berusia 16 tahun dan sudah remaja. Dia melihat dirinya berjalan di tengah karpet merah pada saat pesta perayaan ulang tahun grup yang di kelola keluarganya, dia menoleh melihat yang berjalan di sebelahnya adalah kakeknya, ayahnya yang menggendong Rena dan ibunya berjalan di belakang dirinya. “Klik...klik,” banyak kamera dan cahaya blitz yang mengarah pada dirinya sampai dia menutup sebelah matanya. Selama berjalan menuju podium, Dean melihat kakeknya berpelukan dan mencium pipi para anggota grup yang berpapasan dengan dirinya. Setelah naik di podium,
“Salam godfather,” teriak seluruh hadirin.
Sang kakek mengangkat tangannya dan seluruh hadirin langsung diam dalam sekejap, kemudian dia memberikan pidatonya dan terakhir,
“Sekarang aku akan tunjuk pewaris ku, cucu ku, Dean, dia akan menjadi pewaris tunggal ku, kalian semua harus menghormati dan mendukungnya,” ujar kakek memperkenalkan Dean.
Seluruh ruangan mendadak diam, suasana menjadi hening, Dean hanya bisa menunduk, dia merasa dirinya tidak pantas berada di depan dan di perkenalkan dengan cara seperti itu, tapi tiba tiba sang kakek mengangkat tangannya, "cklik" terdengar suara pelatuk di tarik, Dean menoleh ke atas melihat banyak sekali laras senapan buru keluar dari sisi lantai dua. Dean bisa melihat wajah para peserta berubah dan terpaksa menerima pernyataan kakek nya.
Tiba tiba sorak sorai dan tepuk tangan yang meriah memenuhi ruangan, Dean menoleh melihat ayahnya yang sedang menggendong Rena tersenyum namun terlihat tangannya gemetar dan ibunya menunduk diam tidak berkata apa apa. “Aku tidak mau menjadi pewaris kalau keluarga ku jadinya seperti ini,” terbesit pikiran di benak Dean muda ketika melihat keluarganya.
Bayangan pun berganti, kali ini menampilkan Dean yang berusia 18 tahun dan baru lulus sma, dia berada di rumah sakit dan duduk di sebelah ranjang kakeknya yang terbaring di ranjang. Sang kakek menoleh melihatnya,
“Dean, setelah kakek tidak ada, langsung ambil puncak pimpinan, kamu kepala keluarga yang baru dan pewaris kakek, jangan percaya ayah mu, dia ingin menggunakan mu untuk berkuasa, begitu aku tiada, bunuh dia agar tidak ada masalah di kemudian hari,” ujar sang kakek.
Mendengar sang kakek menyuruhnya membunuh ayahnya sendiri, Dean merasa muak, dia langsung melepaskan tangan sang kakek dan berdiri,
“Maaf kakek, aku menolak menjadi pewaris, aku ingin hidup mandiri lepas dari keluarga ini, berikan saja semua pada ayah ku,” ujar Dean.
“A..apa ? kamu tidak mau ? tidak bisa, kamu darah daging ku, kamu harus meneruskan keluarga kita,” ujar sang kakek.
“Masih ada papa, dia lebih pantas di banding diriku, maaf kakek tapi aku mau bebas,” balas Dean.
“Kamu...kamu keterlaluan, kamu anak ku, kamu harus menjadi pewaris ku,” ujar sang kakek penuh emosi.
“Apa yang kakek katakan, aku anak papa dan mama, Mario dan Griselda,” ujar Dean.
“Kamu anak ku, panggil aku papa, bukan kakek, kamu anak ku,” ujar kakek memaksakan diri berteriak.
Dean yang bingung dan mengira kakeknya mengalami delusi karena sakitnya, langsung berbalik dan pergi, sebelum keluar pintu dia menoleh sekali lagi,
“Maaf, aku tidak mau menjadi pewaris, selamat tinggal kakek, karena kakek tidak akan melihat ku lagi,” ujar Dean.
“Hei...tunggu Dean,” teriak sang kakek.
Dean sudah terlanjur keluar dan berjalan di lorong rumah sakit, dengan perasaan geram dan tekad yang kuat dia ingin pergi melarikan diri dari keluarganya yang terus menekannya menjadi pewaris. Ketika sampai di rumah, dia tidak berbicara dengan ayah atau ibunya, dia langsung ke kamarnya dan membereskan barang barangnya, ketika sedang memasukkan baju bajunya ke dalam koper,
“Kakak mau kemana ?” tanya Rena di depan pintu.
Dean menoleh melihat Rena yang masih berusia 12 tahun bediri di depan pintu kamarnya, dia langsung menghampiri Rena dan memeluknya,
“Rena, kakak mau pergi dulu, nanti suatu hari nanti, kakak akan kembali menjemput Rena,” ujar Dean.
“Benar ya kak, Rena tunggu,” ujar Rena tersenyum.
Dean kembali berdiri, dia menutup kopernya dan mengelus kepala Rena, kemudian dia pergi meninggalkan Rena yang masih tertegun di depan pintunya sambil menatap dirinya dan melambaikan tangan.
*******
“Uaaah,”
Dean terbangun dan terduduk di tempat tidurnya, tubuhnya yang telanjang dada penuh dengan keringat dan nafasnya terengah engah, dia memegang keningnya dan mencoba mengatur nafasnya, kemudian dia menoleh melihat di luar masih gelap,
“Aku ingat....aku ingat...alasan kenapa aku melarikan diri....aku harusnya tidak kembali dan tidak menikah, aku harusnya memberikan semua ke papa, mama dan Rena,” ujarnya dalam hati.
“Uh,”
Dean menoleh karena mendengar suara di sebelahnya, dia melihat Layla yang sedang tidur menghadap arah berlawanan dengan dirinya juga terlihat sedang bermimpi,
“Dia juga mimpi,” ujar Dean dalam hati.
Dean mengusap rambut Layla dan menaikkan selimutnya untuk menutupi tubuh Layla yang polos. Dia melihat mata Layla bergerak gerak,
“Entah apa mimpi yang dia alami, yang penting aku harus pergi dari sini...bersama Layla,” ujar Dean mengelus kepala Layla di sebelahnya.