Astin. Seorang siswa academy pahlawan peringkat bawah dengan reputasi buruk.
Menyadari dirinya pernah memiliki kehidupan lain. Ia mulai mengetahui tentang kebenaran dunia ini. Dari awal sampai menuju akhir.
Ia yang mengetahui masa depan mencoba merubah garis takdir yang akan menimpa diri beserta orang di sekitar.
Mencoba menyelamatkan. Menghindari tragedi. Dan mencegah akhir dari dunia.
Semoga saja. Dia dapat memanfaatkan semua pengetahuan itu. Jika tidak? Semua hanya akan binasa.
1000 kata per bab. Update? Kalau mood saja.
Lagu : Floating Star. (Kirara).
Lirik : Nemuri no... awa yuki... owari no yume wo miyou wo...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aegis aetna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melawan Alur.
...Cerita berlanjut....
Episode enam.
Dentang.♪.♪.♪ Suara dentingan logam yang begitu keras menggetarkan udara sekitar.
Saat ujung pedang emas yang Edwin hunus, beradu dengan deretan huruf kecil layaknya Rune, yang tiba-tiba muncul mengelilingi leher jenjang Astin.
Woooossh... Menimbulkan gelombang kejut, serta hembusan angin kencang yang menyapu debu lapangan. Sehingga pemandangan Astin yang tidak bergeming sama sekali jadi sedikit terhalangi.
Edwin lantas terkejut, merasa serangannya tidak berhasil mengeksekusi, Astin yang kini menatap tajam sembari berkata dengan nada sinis.
"Oi oi... Bukankah ini suatu pelanggaran? Melakukan serangan dengan aura membunuh bahkan sebelum pertandingan dimulai?"
Ya, tidak salah lagi. Bedebah di hadapan Astin ini benar-benar menyerangnya dengan niat membunuh. Sepertinya Astin sudah terlalu jauh melukai harga dirinya.
Semua orang yang menonton juga tidak menyangka apa yang baru saja terjadi.
Termasuk seorang wanita dengan rambut merah gelap bergelombang, yang bertugas sebagai wasit pertandingan ini.
Edwin menatap Astin dengan penuh kebencian. Ia segera menarik langkah mundur secepat kilat untuk kembali melancarkan serangan. Kemudian...
Wuuung.♪.♪.♪ Sekali lagi pedang emas miliknya mengincar leher Astin. Akan tetapi...
Dentang.♪.♪.♪ Pedang Edwin yang berjarak beberapa senti dari leher Astin, terhalau oleh jemari lentik seorang wanita dengan setelan hitam, yang bertugas sebagai wasit tersebut.
"Astin, lebih baik kamu segera menjaga jarak. Ada sesuatu yang aneh terjadi padanya."
"Dimengerti, instruktur Eris."
Astin lantas segera menjauh. Merasakan gelombang panas yang cukup mengerikan, mulai terpancar dari keberadaan wanita di sebelahnya.
Ya, Astin sudah mengetahui kalau semua ini akan terjadi. Sekarang Edwin sedang ditelan oleh kegilaan.
Kalung berhias permata ruby yang seharusnya memberi efek perlindungan dari serangan fatal. Kini berganti, menjadi sesuatu yang menyebabkan orang yang mengenakannya memasuki mode mengamuk.
Oleh sebab itu, Astin segera melepas kalung yang dipasangkan oleh kakaknya.
Selain dia memiliki informasi terkait insiden ini. Astin yang juga memiliki keahlian dalam mengatasi berbagai artefak, segera menyadari,
Ketidak-murnian dari permata ruby yang merupakan esensi dari jiwa monster.
Sudah jelas kalau item tersebut tidak diproses dengan benar. Sehingga energi negatif yang terkandung di dalamnya masih begitu pekat.
Membuat mental orang yang mengenakannya jadi terkontaminasi. Dan jika itu dibiarkan?
Pertumpahan darah tidak mungkin dapat dihindari. Astin berusaha untuk mencegah tragedi tersebut sedini mungkin.
Itulah mengapa dia terus melancarkan provokasi terhadap Edwin.
Selain mereka mengisi pertandingan pada awal turnamen. Edwin yang menyangka Astin hendak memaksa Alisha, pasti memendam kebencian yang mendalam pada dirinya.
Astin hanya perlu terus memancingnya. Sebaik apapun sifat asli Edwin, dia yang sudah terkontaminasi oleh energi negatif pasti akan meledak juga.
Dengan begitu, instruktur yang menyadari tentang kejanggalan tersebut, akan segera mengatasinya. Tanpa harus Astin terlibat lebih jauh.
Tetapi sepertinya perhitungan Astin tidak begitu sempurna. Ia terlalu meremehkan kekuatan Edwin, yang merupakan seorang protagonis. Pusat dari cerita yang tengah berjalan di dunia ini.
Astin terlalu congkak. Hanya sebab dirinya mengetahui tentang masa depan dunia ini. Tanpa menyadari, bahwa dirinya hanyalah karakter sampingan,
Yang bahkan tidak terlalu penting untuk perkembangan dalam cerita.
Seharusnya yang memasuki mode mengamuk adalah Astin sendiri. Untuk kemudian dihajar oleh Edwin, sampai tidak sadarkan diri dalam waktu lama.
Tetapi kebanggaan Astin tidak mengijinkan dirinya untuk merendahkan diri. Oleh sebab itu, Astin lebih memilih alur lain, berbeda dari alur yang sebenarnya.
Dan sekarang apa yang terjadi? Sangat kacau. Bahkan lebih kacau dari apa yang terjadi dalam skenario.
Seharusnya insiden ini akan berakhir dengan beberapa murid yang mengalami luka. Sebab ada seorang siswi dengan keahlian yang sama seperti Astin, juga menyadari kejanggalan ini.
Walau demikian, Astin tidak akan menarik kembali keputusan yang telah ia ambil. Jika dia yang membuat situasi saat ini jauh lebih kacau?
Maka dia hanya perlu mengambil tanggung jawab untuk meredakannya.
-
Astin yang sekarang berada di tepi lapangan, lantas segera mengedarkan pandangan untuk memperhatikan situasi sekitar.
Semua orang nampaknya masih dilanda kebingungan, tidak mengetahui apa yang tengah terjadi.
Seorang siswa teladan yang berprestasi, dengan tanpa alasan menyerang seorang instruktur secara membabi-buta.
Setelah sebelumnya ia menyerang siswa lain dengan niat membunuh.
.
Edwin terus melesat bagai kilatan emas yang mustahil ditangkap mata manusia normal,
Menerjang instruktur Eris, yang menangkis menggunakan jari kelingking berhias api merah gelap dengan pancaran gelombang panas, yang sepertinya mulai melelehkan pedang emas Edwin.
Astin hanya dapat dibuat tertegun, melihat dua sosok monster itu saling bertarung. Kalau saja tidak ada artefak tingkat Mythic yang melingkari lehernya, kepala Astin pasti sudah terbang bahkan sebelum ia menyadari.
-
Terimakasih untuk ibu tiri tercinta yang telah memasangkannya. Terimakasih juga untuk pengrajin yang telah membuat seragam putih ini, untuk menghalau gelombang panas yang mungkin dapat menghanguskan tubuh Astin.
-
Astin berbalik. Ia memandangi salah seorang gadis yang terduduk di kursi penonton.
Gadis mungil itu mulai tersipu, ketika Astin tersenyum lembut pada dirinya. Akan tetapi...
Ia lantas terkejut, matanya terbuka sangat lebar. Tanpa peringatan, Astin menodongkan Revolver miliknya, kemudian...
...(Magnum Reload).♪.♪.♪...
Ukiran indah pada Revolver tersebut mulai memendarkan cahaya putih,
Saat Astin mengalirkan energi yang segera terserap oleh artefak, membentuk peluru plasma cahaya yang mengisi selongsong Magnum. Nol koma lima detik kemudian...
...(Plasma Bullet).♪.♪.♪...
Astin menarik pelatuk. Sebuah bola cahaya putih berbentuk plasma termanifestasi secara bertahap, pada ujung moncong Revolver putih platinum yang Astin genggam. Nol koma satu detik berikutnya...
Pewww!✧✧✧
Itu melesat dengan kecepatan cahaya. Mengarah pada kening gadis mungil yang kini mulutnya juga ikut melebar. Tetapi...
Itu tidak sampai pada gadis mungil yang masih belum sadar akan situasi mendadak yang menimpa dirinya.
Sebuah penghalang transparan bak susunan crystal berbentuk heksagonal, tiba-tiba muncul mengelilingi seluruh lapangan arena layaknya sebuah kubah.
Itu merupakan sistem keamanan academy yang akan otomatis aktif,
Saat serangan peserta keluar dari arena dan membahayakan keselamatan penonton.
Seharusnya sistem keamanan tersebut akan diaktifkan oleh para staff segera sebelum pertandingan dimulai.
Tetapi sepertinya mereka tidak dapat merespon situasi dengan baik.
Dengan begini seharusnya orang di luar arena tidak akan terlibat dengan kekacauan dalam arena.
-
Astin lantas segera melaju dengan kecepatan tinggi bagai membelah udara, menuju di mana pusat kekacauan berada.
Tidak menghiraukan para penonton dan juga gadis mungil yang mulai mengutuk aksinya.
"Junior bodoh! Apa yang kamu lakukan saat situasi seperti ini?! Aku pasti akan memberi kamu pelajaran nanti..."
Swooooosh...
.
Sreeett... Astin menghentikan laju dengan seketika. Tanpa ia sadari, Edwin yang masih menyerang instruktur Eris, tiba-tiba mulai mengincar dirinya.
Wuuung.♪.♪.♪ Sabetan pedang Edwin yang nampak sudah banyak meleleh, menyambar beberapa senti dari wajah Astin yang segera mencondongkan tubuh ke belakang.
Meninggalkan luka sayatan dangkal pada pipi Astin, walau itu segera dipulihkan oleh anting platinum yang menghiasi telinganya.
Akan tetapi, tanpa Astin sadari Edwin sudah berada di belakang, sembari menyabetkan pedang mengincar tengkuk lehernya.
Dentang.♪.♪.♪ Dan sekali lagi, deretan huruf kecil berhasil menyelamatkan kepala Astin tanpa gagal.
Wuuussh... Walau sekarang tubuh Astin terpelanting jauh di ketinggian udara. Disusul serpihan pedang emas Edwin yang hancur berkeping-keping.
Beberapa serpihan menerjang dan menyayat tubuh Astin yang segera bermanuver dan memijak crystal penghalang. Kemudian...
Tap. Swooooosh... Astin menendang keras crystal penghalang yang ia pijak, membuat tubuhnya terjun menukik. Dan ia lantas segera membidik...
Pewww!✧✧✧ Pewww!✧✧✧ Pewww!✧✧✧...
Rentetan peluru plasma menghujani Edwin yang bergerak menghindar secara acak.
Beberapa berhasil mengenainya, tetapi sayangnya itu tidak memberi luka fatal.
...(Magnum Reload).♪.♪.♪...
"Berengsek!"
Astin lantas mengutuk, ketika peluru plasma dalam selongsong Revolver yang ia genggam sudah habis.
Perlu waktu setengah detik untuk melakukan pengisian ulang. Dan dalam waktu selama itu...
Wuuussh... Edwin yang tidak lagi mendapat serangan lantas segera melompat secepat kilat sembari mengepalkan tinju,
Mengincar wajah Astin yang jatuh menukik dengan kecepatan tinggi. Akan tetapi...
...Bersambung....
...Eris Rose Scharlet. Pinterest....