Kecelakaan mobil menewaskan kedua orangtua Aleesya saat berusia 5 tahun. Hanya Aleesya yang selamat dari kecelakaan maut itu. Dia diasuh oleh tante dan om-nya yang jahat.
Siap-siap banjir airmata yaa Readers !
Bagaimanakah nasib Aleesya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desty Cynthia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melindungi Aleesya
Setibanya Aleesya di apartment Alarich, dia mendapatkan banyak pertanyaan dari tuan rumah. Bahkan Aleesya belum menyimpan tas besarnya. Tasnya saja masih ada dipinggir kakinya.
"Kenapa ponsel kamu tidak aktif? Saya kan sudah bilang ponsel kamu harus selalu aktif. Terus kenapa kamu diantar pria itu? Jawab Aleesya!!" Alarich terlihat marah dia sedikit meninggikan nada suaranya.
Aleesya hanya bisa menunduk dan menitikan airmata. Dia tidak sanggup bicara badannya terasa lelah hari ini. Padahal ini sudah malam Aleesya pun belum mandi lagi semenjak dari rumah tantenya tadi.
Alarich berdiri dia mendekati Aleesya. Memeluknya erat, dia merasa sudah keterlaluan membentak Aleesya. Padahal dia melihat sekilas luka disudut bibir wanita itu. Sungguh Alarich merasa bersalah.
"Maafkan aku...maafkan aku Aleesya. Aku sangat khawatir." Alarich tetiba mengecup kepala gadis pujaannya Lalu mengelus rambut Aleesya.
Aleesya seperti tidak merasakan apa-apa ketika di peluk Alarich. Pandangannya kosong. Aleesya merasa semua orang hanya memanfaatkan dirinya saja. Dia juga tidak membalas perlakuan Alarich. Dia hanya diam mematung.
"Mana yang belum di bereskan mas? Aku mulai bekerja sekarang." Aleesya melepaskan pelukan Alarich dia juga menghapus air matanya. Dia pergi ke dapur tanpa permisi.
Alarich hanya bisa menghela nafas. Sepertinya tindakannya tadi sedikit melukai hati Aleesya. Alarich ke kamarnya menelepon Bastian. Untuk mencari tahu apa yang di alami Aleesya tadi siang sampai sore.
Alarich keluar dari kamarnya lagi, lalu menghampiri Aleesya yang lagi di dapur. Aleesya sedang mengelap meja dapur. Alarich berdiri dibelakangnya lalu memeluknya. Kegiatan Aleesya terhenti seketika.
"Tolong lepas mas, aku lagi kerja!" Ucap Aleesya dengan bibir bergetar tanpa menoleh sedikit pun. Hati dia benar benar kacau sekarang. Dia masih memikirkan perkataan tantenya.
"harusnya kamu ikut ma-ti waktu kecelakaan itu"
Itulah kata-kata yang diucapkan tante Mira. Masih teringat jelas di benak Aleesya.
Alarich membalikan badan Aleesya. "Alee ... Aku benar benar minta maaf. Aku sudah keterlaluan bentak kamu." Alarich membelai wajah cantik Aleesya.
Aleesya hanya bisa memandang Alarich tanpa berkedip. Dia membalikan badannya lagi. Dia juga tidak menjawab permintaan maaf dari Alarich.
Alarich mengalah, dia pergi membiarkan Aleesya sendiri dulu. Mungkin kalau nanti Aleesya merasa baikan, Alarich akan menemuinya lagi.
Alarich pergi ke kamarnya. Lalu Aleesya melanjutkan pekerjaannya dan juga memasak makan malam untuk tuannya itu. Makan malam itu selesai dibuat oleh Aleesya. Dia mengetuk pintu tuannya.
TOK TOK TOK
"Mas ... Makan malamnya sudah siap." Aleesya menunggu diuar pintu. Alarich tak lama keluar sudah dengan kaos hitam polosnya dan celana jogger panjang membuat aura ketampananya bertambah.
Aleesya mengerjap pelan melihat Alarich sudah nampak segar. "Silahkan mas. Aku permisi." Ketika Aleesya ingin pergi.
Tangan Alarich menarik Aleesya "Kamu mau kemana?"
"Aku mau mandi, sama beresin baju-baju!" Aleesya menunjuk tas yang masih ada di ruang tamu. Alarich melepaskan tangannya.
"Aku tunggu. Kita makan bersama."
Tanpa banyak bicara Aleesya mengangguk pelan lalu pergi dari hadapan Alarich menuju kamar sebelah. Dia masuk dan langsung mandi. Juga membereskan sebentar baju baju dan peralatannya.
-
-
-
Selesai mandi, Aleesya keluar kamar. Dia melirik Alarich yang sudah menunggunya. Dia berjalan perlahan mendekati Alarich. "Aku udah selesai." Aleesya masih berdiri.
"Sini duduk sebelah aku." Aleesya dengan langkah ragu dia pun mendekati boss tampannya itu. Dia duduk di pinggir Alarich.
"Ayo makan." Aleesya mengangguk pelan. Dia mengambil nasi untuk dirinya sendiri. Dia tidak menyadari Alarich tengah memperhatikannya.
"EHM...!" Alarich berdeham.
Aleesya melirik Alarich "Kenapa mas? Engga enak?"
"Nih, harusnya aku dulu yang kamu tuangi nasi." Ucap Alarich yang menyodorkan piring kosongnya ke tangan Aleesya.
Aleesya tanpa membantah dia menuruti keinginan Alarich. Dia mengambilkan nasi dan lauknya. "Ini mas sudah."
Aleesya lanjut makan, dia tidak bicara. Hari ini dia sedikit pendiam. Memang pendiam sebelumnya juga, tapi malam ini Aleesya lebih pendiam lagi.
Alarich melirik Aleesya dari sudut matanya. Hanya suara dentingan sendok dan garpu. Makan malam itu selesai. Aleesya beranjak dari meja makan membawa piring kotor dirinya dan punya Alarich. Dia pergi ke wastafel untuk mencuci piring.
Alarich berdiri dia pindah ke sofa ruang tamu sambil membuka laptopnya. Menunggu Aleesya selesai.
Dia ternyata membuatkan teh hangat untuk Alarich. Dia tak sengaja melihat Alarich serius didepan laptopnya. "Ini mas di minum dulu. Aku permisi mas."
Ketika Aleesya ingin pergi, Alarich berdiri menahan tangan Aleesya. Tatapan mereka bertemu, Aleesya hanya diam tak bicara. Alarich mendekat mengikis jarak. Dia membelai wajah wanitanya yang cantik.
Satu tangan Alarich meraih pinggang Aleesya agar semakin rapat. Aleesya hanya diam dan menatap wajah tampan itu tanpa membalas perlakuannya.
CUP
Alarich mencium bibi merah itu. Alessya sontak membulatkan matanya. Aleesya menelan salivanya. Alarich malah menciumnya lagi dengan lembut.
Aleesya masih belum membuka bibirnya. Dia masih polos dekat dengan pria saja tidak pernah. Baru pertama kali bersama Alarich.
Alarich menciumnya melumatnya, dia menggigit bibir bawah Aleesya. Hingga wanita itu membuka mulutnya. Alarich semakin gencar mengeksplore rongga mulut Aleesya.
Bibir Aleesya sudah basah. Dia akhirnya mencoba mengikuti alur Alarich. Meskipun dia tidak bisa. Dia mencoba membalas ciuman Alarich.
Alarich tersenyum penuh kemenangan. Akhirnya Aleesya membalasnya. Suara decakan itu memenuhi ruangan di apartment itu.
Aleesya melepaskan ciumannya. Aleesya sendiri tidak bisa menebak isi hatinya seperti apa. Yang jelas dia merasa aman berada dekat Alarich.
"Besok kita ke dokter yah, kita obatin luka di punggung kamu. Maafkan aku yang bodoh ini. Aku akan melindungimu mulai sekarang." Ucap Alarich.
"Iya mas."
"Masih sakit enggak?" Alarich menyentuh pelan ujung sudut bibir Aleesya yang agak memar. "Masih perih sedikit mas, tapi enggak terlalu." Aleesya tersenyum lembut.
Ternyata Alarich sangat perhatian padanya. "Mas, aku boleh tidur duluan? Aku lelah sekali hari ini." Aleesya menunduk dia tak enak sebenarnya tapi dia sangat amat lelah setelah kejadian hari ini.
"Boleh, aku masih ada kerjaan, kamu tidur duluan aja."
Aleesya pamit duluan ke kamarnya. Dia juga langsung memejamkan matanya. Aleesya berlinang air mata dalam tidurnya.
"Mah ...pah ...Aleesya benci tante Mira...! Kenapa mamah papah enggak bawa Aleesya aja? Aleesya sendirian mah, pah!" Aleesya bergumam dalam hatinya sembari memejamkan matanya.
-
-
-
Alarich melihat photo yang dikirimkan Bastian. Disana terlihat Aleesya ditampar lalu di dorong oleh tantenya. Alarich bersumpah akan melindungi wanitanya. Dia akan membuat perhitungan pada perusahaan Lukman, omnya Aleesya.
"Kau akan jatuh perlahan Lukman. Aku paling benci adanya penyiksaan. Jangan harap kalian bisa hidup tenang."
Alarich seringai licik, senyumannya mematikan. Dia memang dari dulu kurang begitu suka dengan Lukman, tapi karena ayahnya yang memaksa dia untuk investasi ke perusahaan Lukman, mau tidak mau dia menuruti perkataan ayahnya.