NENEK PAHLAWANKU

Sementara di rumah pak Lurah Lesmana selesai memakai baju dinas menuju ke kantor sedangkan istrinya bu Sudarsih dan kedua anaknya yang sulung laki-laki bernama Pambudi Prasetyo dan adiknya cewek bernama Dewi Puspasari.

Mereka berempat menuju meja makan untuk sarapan. "Pak jadi panggil Sumi untuk membantu ibu jualan di warung kita."

"Jadi lah bu, sebentar lagi Sumi datang." jawab suaminya.

"Sumi anak Samirah yang sudah mati ya pak.?" tanya Wati.

"Huuus jangan gitu nduk. Iya Sumiyem anaknya mendiang Bu Samirah." tegasnya.

"Kenapa harus dia pak. Mang gak ada yang lain pak.?" gerutu putrinya.

"Sudahlah yang penting mau berkerja."

Sedangkan Pambudi cuma diam dan mempercepat sarapannya karena ada upacara nanti di sekolah.

"Assalamualaikum..." sapa Sumi yang sudah tiba.

"Walaikum salam. Sudah datang nduk, sini sarapan dulu nduk." kata pak lurah.

"Maaf pak, Sumi sudah sarapan di rumah." jawabnya.

Mata Pambudi tak lepas memandang Sumi yang cantik dan imut, Sumi seukuran adiknya. Pambudi kelas XI sedang Wati baru kelas VI.

"Nduk sekarang ikutlah dengan istriku membuka warung, bapak mau ke kantor." kata pak lurah.

"Baik pak." jawab Sumi.

Pambudi dan Wati segera pamit dan salim dengan kedua orang tuanya berangkat ke sekolah.

Bu lurah segera mengajak Sumi membuka warung kelontong di depan rumah. Suaminya segera berangkat ke kantor, rumah pak lurah memang besar namun sudah gonta ganti pembantu karena tidak betah dengan kelakuan bu Sudarsih yang suka marah dan memerintah tanpa henti.

"Sumi.. Sebelum kamu di warung kamu cuci baju sana dulu baru ke sini." perintah Bu Sudarsih ketus.

"Baik bu." jawab Sumi dengan sopan.

"Pakaian sudah di ember besar tinggal kamu cuci. Sana..!!"

Sumi tak menjawab langsung menuju dapur dan membawa ember berisi pakaian kotor ke sumur belakang rumah, Sumi menimba air dan mencampurkan deterjen ke dalam ember.

"Aduuuh Sumi.... Kenapa ngak pakai mesin cuci di dalam sana..?!" bentak bu Sudarsih yang datang melihat Sumi.

"Saya ngak tahu nyonya." jawabnya.

"Sudah sudah bawa itu ke dalam dan masukan ke mesin cuci ayo tak kasih tahu caranya.. Huuf sebel kamu ini."

"Baik nyonya."

Sumi membawa ember berisi pakaian kotor dan mengikuti bu Sudarsih memberi arahan cara mencuci dengan mesin cuci.

"Sekarang kamu peras dan jemur pakai hanger itu, bisa kan kamu Sumi..!!"

"Bisa nyonya." jawab Sumi.

Setelah tahu cara mengunakan mesin cuci dan menjemur di luar. Tanpa membantah Sumi melakukan apa yang di perintahkan bu Sudarsih.

Kedul yang melihat Sumi menahan emosi setelah tahu semuanya. Ingin rasanya menghajar ibu Sudarsih namun semua di tahan. Karena untuk mendidik Sumi agar tak menyerah dengan keadaan.

Semua di kerjakan dengan kesabaran oleh Sumi walaupun terkadang salah sedikit selalu kena bentak dan omelan, Sumi tetap sabar dan iklas mengerjakan semua pekerjaan rumah.

Jika di lihat Sumi bukan bekerja di warung tapi di jadikan pembantu yang mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel, nyuci. Kerja di warung hanya saat suaminya pulang dan rumah.

Hari demi hari Sumi kerjakan semua yang di bebankan ke pundaknya tanpa sedikitpun mengeluh.

"Sumi... !!" panggil Dewi saat pulang sekolah.

"Saya nona.." jawab Sumi.

"Ambil sapu dan bersihkan kamarku cepat..!"

"Baik nona.." jawab Sumi seraya berjalan menuju kamar Dewi.

"Yang bersih ya.. Awas kalau ada barang yang hilang atau ngak bersih ku pecat kamu." bentak Dewi.

Sumi hanya diam dan menganggukan kepala lalu mengerjakan tugasnya. Baru beberapa menit di dalam kamar Dewi, bu lurah mendekati Sumi dan.. "Plak..."

"Dasar anak tak tahu diri kamu..! Tadi aku suruh kamu ngapain hah malah di kamar putriku, mau sembunyi kamu.?

"Maaf bu, tadi Sumi di suruh membersihkan kamar nona Dewi." jawab Sumi sambil memegangi pipinya.

"Sudah cepat selesaikan dan antar ini ke rumah pak Hasan." bentaknya.

"Baik bu." jawab Sumi.

Dengan cekatan Sumi menyelesaikan tugasnya dan keluar menuju warung. Bu Sudarsih memberikan 1 karung beras dengan berat 40kg.

"Antar ini ke rumah pak Hasan sekarang." kata Bu lurah Sudarsih.

"Aduh mana kuat saya bu.?"

"Terserah kamu bagaimana bawanya. Nih pake selendang ini kamu gendong. Pokoknya beras ini harus kamu antar sekarang." kata Bu Sudarsih seraya masuk ke warung.

Sumi terdiam dan melihat ke kanan dan ke kiri lalu mengangkat karung beras itu dengan ringan bagai mengangkat kapas. Tanpa kesulitan apapun Sumi menggendong 1 karung beras dengan memakai selendang.

Dalam perjalanan Sumi berpapasan dengan tetangganya, dengan agak menunduk hormat Sumi terus berjalan. Orang yang melihat banyak yang kaget dan kasihan.

"Duh kasihan benar tuh Sumi.. Masih kecil harus ngangkut karung beras, tapi kok ngak keberatan ya..?" kata Bu Yani.

"Iya, kasihan banget mbak, masih kecil harus kerja berat lagi." jawab ibu Atun.

"Mana bu..? Ooh itu apakah itu Sumi..?" tanya mbah Darjo.

"Betul mbah itu tadi Sumi."

"Dari mana mau kemana itu bu.?"

"Dari warung bu lurah mbah, kayaknya di suruh antar beras.?"

"Waduh.. Kalau sampai neneknya tahu bisa kacau."

"lho emang kenapa mbah.m?" tanya bu Yani.

"Kalian tahu ngak.? Neneknya Sumi itu dulunya adalah pendekar di jaman PKI."

.....