Mendapatkan perlakuan kasar dari ibunya membuat Violetta Margareth seorang anak kecil berumur 4 tahun mengalami traums berat.
Beam selaku ayah daei Violetta membawanya ke sebuah mall, sampai di mall Violetta histeris saat melihat sebuah ikat pinggang karena ia memiliki trauma dengan ikat pinggang. Renata yang saat itu berada di mall yang sama ia menghampiri Violetta dan menenangkannya, ketika Violetta sudah tenang ia tak mau melepaskan tangan Renata.
Penasaran kan apa yang terjadi dengan Violetta? yuk ikuti terus ceritanya jangan lupa dukungannya ya. klik tombol like, komen, subscribe dan vote 🥰💝
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebakaran
Dokter Daren datang ke mansion membawa alat medisnya, dia segera diarahkan ke kamar Renata yang berada di lantai bawah.
Ceklek.
"Wajahnya pucat sekali, aku akan segera membersihkan lukanya." ucap Daren.
Dengan gerakan cepat Daren membersihkan luka di lengan Renata, ia menjahit luka yang terbuka kemudian menutupnya menggunakan kapas dan juga perban. Tak hanya itu, Daren juga membersihkan serta memeriksa bagian tubuh lainnya.
"Kenapa banyak luka lebam ditubuhnya? Apa yang sudah terjadi padanya?" tanya Daren.
"Tadi kami diserang oleh sekelompok orang yang tidak dikenal, beruntung non Rena berhasil melumpuhkan musuh bertarung melawan 4 orang sedangkan dia sendirian." jawab pak Nanang yang tengah berdiri tak jauh dari Daren ditemani bik Marni.
"Astaga, kenapa berani sekali dia." ucap dokter Daren.
Selesai menangani luka ditubuh Renata Daren meminta bik Marni mengganti pakaian yang digunakan Renata dengan pakaian baru, beruntung pas di telpon bik Marni menjelaskan bagaimana keadaan Renata jadi Daren sudah menyiapkan obat dan juga alat yang pastinya dibutuhkan.
Disisi lain.
Bram dan juga Yandi sedang meninjau proyek pembangunan hotel yang mendapatkan serangan dari orang yang tidak di kenal, ada yang sengaja membuat salah satu titik di tempat pembangunan terbakar sampaj menciptakan kobaran api yang lumayan besar namun beruntung tak ada korban karena masing-masing pekerja langsung menyelamatkan diri.
"Bagaimana bisa terjadi kebakaran seperti ini?" tanya Bram pada kepala proyek pembangunan bernama Azis.
"Di titik sana tiba-tiba saja kobaran api muncul tuan, saat ini sedang diselidiki penyebab yang sebenarnya." jawab Azis menunjuk ke tempat awal mula kejadian.
"Kau sudah pastikan tidak ada korban atas kecelakaan ini?" tanya Bram lagi.
"Sudah tuan, alhamdulillah para pekerja selamat jika ada yang luka pun tidak terlalu berat dan masih bisa ditangani." ucap Azis.
Yandi berkeliling memeriksa situasi kebakaran yang sudah berhasil di padamkan oleh pemadam kebakaran, Bram mengikuti Yandi dari belakang menyingkirkan puing-puing yang sudah hangus terbakar agar tidak menghalangi jalan.
"Sepertinya ini disengaja Yan?" duga Bram.
"Aku pun berpikir seperti itu, karena disini banyak alat namun tidak mudah terbakar seperti besi dan beban berat lainnya." ucap Yandi.
Bram menangkap sesuatu yang aneh, dari kejauhan Bram melihat sebuah barang berwarna putih tergeletak dibawah tanah.
"Baunya seperti bensin," ucap Bram mencium botol yang berukuran besar.
Yandi ikut mencium bau botol tersebut, Bram dan Yandi saling memandang satu sama lain. Keduanya menganggukkan kepalanya yakin kalau memang kebakaran terjadi karena disengaja, bukti ditangannya sudah sangat cukup untuk menjawab semua teka-teki dikepala Bram.
"Kau tugaskan lebih banyak keamanan untuk memantau perkembangan proyek ini, aku takut jika ada yang menjadi korban selama pengerjaan proyek ini berlangsung." titah Bram.
"Baik kak." seru Yandi.
"Azis." panggil Bram.
Azis yang merasa di panggil pun segera menghampiri Bram, dia berdiri tepan dihadapan Bram yang sedang memegang sebuah alat bukti.
"Ini adalah bukti kalau kebakaran ini memang sudah direncanakan oleh seseorang, aku ingin kau lebih memperketat lagi keselamatan para pekerja disini." tegas Bram.
"Laksanakan tuan." seru Azis.
"Yandi ayo kita pulang." ajak Bram.
Yandi menganggukkan kepalanya berjalan mengikuti langkah Bram, setidaknya kedatangan Bram menemukan sebuah barang bukti yang harus ia simpan untuk kedepannya jika suatu saat terbongkar siapa pelakunya.
Bilqis melemparkan hp miliknya saat mendengar kabar dari orang suruhannya yang telah gagal menyingkirkan Renata, sia-sia sudah usahanya membalaskan dendam atas perlakuan Renata padanya.
"Dasar tidak berguna!" amuk Bilqis.
Bilqis ingin menyingkirkan Renata dan juga Violetta yang menjadi penghalang untuk ia kembali pada Bram, tujuan utama dihidupnya adalah kaya dan juga populer di tengah masyarakat luas. Begitu mendengar mantan suami sukses pun ia langsung tergiur dan meninggalkan Regan begitu saja, dia tidak peduli akan Violetta karena memang sejak anaknya hadir dalam kandungannya pun ia tidak pernah menginginkannya.
"Aku harus mencari cara lain untuk kembali pada mas Bram, cara yang paling utama adalah menyingkirkan anak sialan itu dan juga wanita bodoh yang selalu membelanya. Heh, lihat saja apa yang akan aku lakukan." ucap Bilqis tersenyum licik.
Bagi Bilqis sebuah ketenaran belumlah cukup untuknya, apalagi menjadi simpanan sangatlah tidak mungkin untuk dia lakukan dalam jangka panjang. Satu-satunya jalan mencapai bahagia untuk dirinya sendiri adalah memiliki pendamping kaya raya untuk menujang gaya hidupnya yang hedon, tidak mungkin ia tampil di layar kaca menggandeng seseorang yang menjadi simpanannya hal yersebut bisa menghilangkan citranya sebagai model terkenal.
Bram dan Yandi kini tengah dalam perjalanan menuju mansion Bram, sesampainya di halaman rumah Bram mengernyitkan dahinya melihat mobil Daren yang terparkir di depan.
"Bukannya itu mobil Daren? Sedang apa dia disini?" tanya Bram heran.
"Loh iya kak, itu mobilnya Daren." ucap Yandi.
Bram bergegas turun daei mobilnya diikuti oleh Yandi, dia penasaran siapa yang sakit karena biasanya Daren datang jika ada yang memanggilnya, begitu Bram masuk kedalam mansion ia berpapasan dengan pak Nanang yang ia tugaskan untuk menjemput anaknya juga Renata.
"Pak Nanang." panggil Bram.
"Iya tuan." seru pak Nanang.
"Pak Nanang sudah jemput Vio ke alamat uang saya berikan bukan?" tanya Bram.
"Sudah tuan, tapi begitu saya hendak membawa non Vio ditengah jalan kami dihadang oleh beberapa orang sampai non Rena terluka." jawab pak Nanang.
Deg!.
"APA?!" ucap Bram syok.
"Benar tuan, jumlah orangnya ada 4 badannya pun besar-besar dan non Rena keluar menghadapi komplotan tersebut sendirian, saya ditugaskan untuk menjaga non Vio di dalam mobil karena non Vio ketakutan. Di kamar non Rena ada dokter Daren yang sedang menangani luka di lengan non Rena, sedangkan non Vio sudah tidur diatas tuan." jelas pak Nanang.
"Kalau begitu akau akan melihat kondisi Rena." ucap Bram berjalan tergesa menuju kamar Renata.
Sampai dikamar Renata dilihatnya wajah Renata yang pucat serta mengalami luka memar di sekitar wajahnya, lengannya pun di pasangkan perban untuk menutupi luka agar tidak terinfeksi.
"Daren bagaimana keadaannya?" tanya Bram khawatir.
"Beruntung bik Marni langsung menghubungiku dan menjelaskan kondisi perempuan ini, aku membawa alat dan juga obat yang dibutuhkan agar tidak bolak-balik. Kondisinya sekarang cukup lemah mungkin tenaganya habis terkuras melawan beberapa penjahat, aku juga sudah menangani luka di lengannya agar tidak terinfeksi." jelas dokter Daren.
Bram menghela nafasnya lega, dia duduk disamping Renata menatap wajahnya yang pucat. Bram merasa bersalah karena meninggalkan anaknya dan juga Renata begitu saja, kalau saja ia pulang bersama mungkin jika ada kejadian sepertin ini pun Renata tidak akan sendirian.
"Tugasku sudah selesai, aku berpesan luka di lengannya tidak boleh terkena air karena masih basah dan jangan lupa minum juga obat pereda nyeri lengkap dengan vitaminnya." ucap dokter Daren.
"Oke, thanks Daren. Nanti aku akan mentransfer uang ke rekeningmu." ucap Bram.
"Its oke Bram." ucap Daren.
Daren pergi meninggalkan kamar Renata dan berjalan menuju mobilnya, kini tinggal Bram dan juga Renata yang berada dikamar tersebut.
"Terimakasih kau telah melindungi puteriku." ucap Bram tulus.
Bram memegang tangan Renata dan mengusapnya dengan lembut, dia tidak tahu bagaimana jika tidak ada Renata disamping Violetta mmebayangkannya saja membuatnya takut.