Author menulis cerita ini karena terinspirasi dari sebuah lagu, tentang seseorang yang selalu menunggu cintanya, dan akhirnya bersama.
Pernahkah kalian merasakan dejavu? Perasaan aneh seakan mengalami kejadian yang sama, yang pernah kita alami di masa lalu.
Gita mengalami dejavu, mimpi buruknya yang terus berulang...
"Duarrr..."
Kali ini kulihat mobil hitam yang sama di mimpiku menabrak sisi Nino. Refleks Nino sama seperti di mimpiku, ia refleks memelukku untuk memberikan semacam perlindungan kepadaku.
Sebelum memejamkan mata, aku berdoa kepada Tuhan,
"Tuhan tolong aku berikan aku kesempatan lagi...".
Full of love,
from author 🤎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom fien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ciuman
Aku terbangun dalam pelukan Nino lagi. Terlintas lagi mengenai perdebatan kami semalam. Jika aku berada di posisi Nino, mungkin aku akan melakukan hal yang sama, jadi aku mengerti sikap Nino. Aku pelan-pelan turun dari tempat tidur dan masuk kamar mandi.
Saat keluar dari kamar mandi, Nino sudah tidak berada di kamar, mungkin ia sedang membuat kopi di dapur.
"No, mau sarapan? Atau kubuatkan sesuatu untuk dibawa ke kantor?".
"Tidak Git, aku cukup kopi saja".
Lalu ia masuk ke kamar mandi. Setelah ia menyelesaikan persiapannya, ia kembali duduk di kursi makan menghabiskan kopinya.
"No apa kamu mau menjemputku lagi? sekalian kita jalan cari makan malam di luar", tanyaku.
"Maaf Git, aku hanya bisa pulang awal kemarin, sisanya aku akan pulang malam terus, sepertinya aku juga akan makan malam di kantor atau saat meeting di luar".
"Ok No tidak apa apa".
"Mmm... No, aku telah memikirkannya semalam, hari ini aku akan membuat surat pengunduran diriku".
"Sungguh Git? Aku tau kamu menyukai pekerjaanmu dan teman-temanmu".
"Ya, tapi kini sudah saatnya aku melepasnya".
"Terima kasih Git", Nino memelukku dan aku membalasnya.
Setelah beberapa saat kami berpelukan, ia mencium bibirku sekilas. Aku kaget menerima perlakuan itu dari Nino, aku melepaskan pelukanku, namun Nino tetap menahan tubuhku berada dalam posisi yang sama dan berkata,
"Aku mencintaimu Git".
"Ya No", aku menunduk malu.
Aku resmi mengajukan pengunduran diriku dihari itu. Hari itu juga dimulainya kebiasaan baru Nino, menciumku sebelum tidur atau saat akan berangkat kerja.
Sudah hampir 2 minggu kami berada di apartemen. Rencananya sabtu kami akan kembali ke rumah. Selama 1 minggu ini, tidak banyak rekan kerjaku yang tau aku sudah mengundurkan diri, hanya atasanku dan beberapa teman dekatku. Bara juga tidak menggangguku lagi, kami hanya berkomunikasi sejauh pekerjaan saja.
Hari ini adalah hari kami kembali ke rumahku.
"Bagaimana Git, apa kamu menyukainya?".
"Sangat, ide kamu bagus juga".
Nino membagi kamarku menjadi 2 bagian, khusus lemari dan tempat tidur. Memang meski bagian tempat tidurnya dibuat pas hanya tempat tidur saja, tapi tetap terlihat luas. Sedangkan kamar mandi di dalam kamarku tidak banyak mengalami perubahan hanya dicat ulang.
"Aku senang kamu menyukainya, aku hanya mencontoh desain ini dari media sosial saja Git".
Nino memelukku dan mencium keningku.
Tidak banyak perubahan dalam hubungan kami, aku memang sudah mulai terbiasa dengan pelukan Nino, namun aku belum bisa membalas ciumannya. Kadang aku merasa bersalah karena sudah sebulan lebih kami menikah tapi kami belum pernah berciuman.
Di hari Senin aku kembali ke kantor, berita tentang pengunduran diriku mulai menyebar ke seluruh rekan kerjaku. Dan berita itu juga sampai ke telinga Bara keesokan harinya.
"Gita apa benar kamu mengundurkan diri?", tanya Bara melalui pesan singkat.
Aku hanya membacanya dan tidak membalasnya.
"Gita aku tau kamu sudah membacanya, kita perlu bicara Git. Kenapa kamu mengundurkan diri? Apa Nino yang memintanya?".
"Tidak ada yang perlu dibicarakan", balasku.
"Git, aku akan menunggumu sepulang jam kantor, kita harus bicara Git".
Aku tidak membalasnya lagi.
Malam itu, aku memperlihatkan pesan singkat antara aku dan Bara kepada Nino, aku tidak mau Nino salah paham lagi. Hubungan kami saat ini sangat baik, aku tidak ingin merusak itu.
Aku tau Nino agak cemburu melihat pesan itu, namun ia berusaha tidak memperlihatkannya padaku.
Bara masih berusaha mencari cara berbicara denganku, dan aku selalu menghindarinya.
2 Hari kemudian saat aku dijemput pulang oleh Nino, Bara terus menerus meneleponku.
"Apa kamu tidak mau mengangkatnya?".
"Tidak, aku tidak memiliki urusan apapun dengannya lagi".
Kebetulan kami sudah berada di jalan utama area perumahanku, keadaannya cukup sepi, Nino menepikan mobilnya di pinggir jalan, lalu mengambil telepon genggamku.
"Angkatlah Git, aku mau tau dia mau berbicara apa", Nino kemudian menerima panggilan telepon dari Bara dan menyalakan pengeras suaranya.
"Git, kenapa kamu menghindariku, aku tau kamu menyukai pekerjaan ini bukan? Apa kamu sudah memikirkannya dengan baik? Gita....", Nino tiba-tiba mencium bibirku, ciumannya kali ini berbeda, biasanya ia hanya akan menciumku sekilas, tapi kini ia seakan menunggu balasanku.
"Gita... apa ada Nino disitu?", aku sudah tidak mendengarkan perkataan Bara lagi. Mataku saling beradu dengan Nino, pikiranku hanya dipenuhi dengan ciuman Nino, jantungku pun berdebar kencang. Nino menciumku lagi, ciumannya begitu lembut seakan membuaiku, kali ini aku membalasnya, entah berapa lama kami berciuman. Saat kami selesai berciuman, ia menyerahkan teleponku dan kembali menyetir seakan akan tidak terjadi apa-apa. Aku baru menyadarinya, kalau Nino mematikan panggilan Bara dan mematikan suara teleponku, saat kami berciuman tadi.
POV Nino.
Setibanya di rumah aku langsung mandi, aku butuh itu untuk menenangkan jantungku. Apa yang baru saja terjadi? Saat pulang tadi aku seolah bersikap biasa saja, Gita tidak perlu mengetahui jantungku yang berdebar tidak karuan hanya karena ia membalas ciumanku. Awalnya aku mencium Gita hanya karena cemburu, tapi apa alasan Gita membalas ciumanku? Apa ia sudah mulai menyukaiku? Atau ia membalasku hanya karena ingin menenangkanku, karena Bara? Apa alasannya?