NovelToon NovelToon
Adil Untuk Delima

Adil Untuk Delima

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Cinta setelah menikah / Aliansi Pernikahan / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Umi Fia

Berkisah Delima, seorang janda yang menikah lagi dengan seorang pria hanya bermodalkan ingin kejelasan tentang kematian suaminya. Ia hanya mencari kebenaran saja, apa suaminya meninggal karena kecelakaan jatuh di tempat kerja atau memang sengaja mengakhiri hidupnya karena alasan pinjaman online?. Atau memang ada alasan lain dibalik itu semua.

Pernikahannya dengan seorang pria bernama Adil. Mampu membuka beberapa fakta yang sangat ingin diketahuinya. Namun disaat bersamaan kebahagiaan rumah tangganya bersama Adil terancam bubar karena kesalahpahaman.



Mampu kah Delima mempertahankannya atau justru menyerah dengan keadaannya?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Fia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7 Adil Untuk Delima

Setelah para tamu pulang, Nyonya rumah yang sudah berada di kamar Adil meminta makan lagi pada cucunya itu. Bubur yang tadi dimakannya sangat enak dan hanya baru makan beberapa suap saja. Karena tidak enak kalau harus membuat para tamu yang menjenguknya menunggu lama.

"Nenek suka dengan bubur gandumnya?" tanya Adil sambil menyuapi.

"Iya, sangat enak. Beli dari rumah sakit mana?" kalau enggak juru masaknya bawa ke sini aja. "Nyonya besar sangat lahap karena lapar dan rasanya enak.

Adil menggelengkan kepala. "Delima yang buat, Nek."

Nenek yang lagi mengunyah langsung berhenti untuk beberapa saat sambil menatap Adil. Lalu kembali mengunyah, meresapi makanan yang ada di dalam mulutnya dan rasanya memang sangat enak.

"Delima?."

Adil mengangguk.

"Jangan-jangan ini ada racunnya?" nenek berhenti mengunyah lagi.

Adil tertawa terbahak. "Kalau ada racunnya dari tadi aku udah mati, Nek."

"Kamu makan juga?."

"Iya."

Neneknya kembali melahap makanannya yang masuk ke dalam mulutnya melalui sendok yang pegang Adil.

"Besok nenek mau makan bubur lagi" ucap sang nenek setelah menghabiskan bubur gandumnya.

"Ok, Nek. Sekarang minum obat dan istirahat." Adil menyerahkan obat dan memegangi gelas berisi air putih. Nenek meneguk minumnya sampai habis karena obat yang diminumnya cukup pahit.

"Kamu terganggu enggak kalau nenek tidur di kamar kamu?" tanya nenek sebelum merebahkan tubuhnya.

"Enggak, Nek. Jutsru aku ingin memastikan nenek tidur dengan nyenyak tanpa ada gangguan."

Nenek mengangguk lalu merebahkan tubuhnya. Matanya langsung terpejam. Adil membawa nampannya dan berjalan ke arah dapur. Melihat seisi rumah sudah bersih.

Mata Adil langsung tertuju pada Delima yang keluar dari kamar. Pria itu langsung tersenyum pada Delima yang menatapnya. Delima pun balas tersenyum.

"Tolong buat kan aku teh, bawa ke ruang kerja.

"Iya, Tuan Adil."

Langsung Adil berjalan menuju ruang kerja. Delima segera membuat teh yang diminta Adil. Setelah selesai kemudian membawanya ke ruang kerja.

Tok tok tok

"Masuk!."

Delima membuka pintu, masuk lalu menaruh teh hangat tepat di depan Adil.

"Terima kasih, Delima." Kata Adil sambil menatap Delima.

"Sama-sama, Tuan Adil." Balas Delima.

"Kamu tidak ada kerjaan lagi 'kan?" tanya Adil.

Delima hanya menggeleng.

"Kemari, tolong bantu aku!."

"Bantu apa?" tanya Delima sambil berjalan mengitari meja kerja Adil yang cukup panjang. Lalu berdiri di samping Adil sebelum Adil menarik kursi, meminta Delima duduk di depan berkas yang menumpuk.

"Minta tolong rapikan berkas-berkas ini." Adil menaruh tangannya di atas tumpukan berkas.

"Iya" sahut Delima sambil mengangguk.

"Maaf" Adil segera menurunkan tangannya yang menghalangi Delima dan mempersilakan Delima untuk mulai bekerja.

Tumpukkan berkas itu mulai masuk ke dalam laci yang telah ditunjuk oleh Adil. Hanya menyisakan beberapa berkas lagi. Pada saat Delima ingin merapikan berkas yang terakhir, di sana Delima menatap lekat sebuah foto berukuran sedang.

Matanya menajam ketika melihat kedua orang yang dikenalnya. Ingatan itu tidak akan pernah ia lupakan.

"Kamu mengenal mereka yang ada di dalam foto?" tanya Adil.

Delima menggeleng pelan. "Memangnya siapa mereka?."

"Mereka tiga bersaudara. Yang tengah Papa, kanan Om Davis adik Papa di bawah Papa dan yang satunya lagi Om David adik ke dua Papa." Adil menunjuk masing-masing orang yang ada di dalam foto tersebut.

"Jadi mereka bersaudara."

"Iya."

"Kamu sering bertemu dengan mereka?. Maksud saya dengan mereka selain Papa Tuan Adil."

"Lumayan sering karena ada bebarapa perusahaan Papa yang dijalankan oleh Om Davis dan Om David."

"Jadi itu perusahaan keluarga?. Maksudnya kalian memiliki kerajaan bisnis?."

"Bisa dibilang seperti itu."

Delima hanya mengangguk. Lalu menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat. Tiba-tiba suasana hatinya tidak baik-baik aja.

"Ada yang bisa saya kerjakan lagi, Tuan Adil?." Tanya Delima sebelum ia pamit undur diri.

"Kenapa manggil aku, Tuan? Sopian, Wati dan yang lain manggil aku, Mas."

"Mereka sudah terbiasa dan orang lama semua. Saya masih baru dan tidak mungkin juga manggil, Mas."

"Kenapa?" Adil menatap Delima dengan sangat lembut.

"Ya karena Tuan Adil majikan saya." Jawab Delima datar.

"Kalau Aku suami kamu, baru kamu manggil aku, Mas. Iya begitu?" goda Adil sanggup membuat Delima tersenyum namun tidak berkomentar.

Langkah Delima yang menuju pintu dihadang tubuh tegap Adil. Pria tampan itu menatapnya tanpa kedip.

"Terdengar buru-buru, terkesan main-main, terlihat aku gampangan tapi kenyataannya aku suka sama kamu dari pandangan pertama."

Deg

Detak jantung Delima kali ini berpacu sangat cepat. Bukan karena pernyataan suka Adil. Melainkan keinginannya untuk menemukan apa yang ingin dicarinya menemukan jalan. Harus kah ia memanfaatkan kebaikan dan perasaan Adil demi kepentingannya. Atau ia melupakan keinginan untuk memperjelas kematian suaminya.

"Suka banget sih bengong?" Adil begitu gemas dengan wajah polos Delima.

"Enggak bengong kok" elak Delima memalingkan wajah.

Hening, keduanya sama-sama diam dengan pikiran yang berbeda. Adil dipenuhi bunga-bunga cinta yang tumbuh dihatinya. Sedangkan Delima terus saja mengingat kematian suaminya.

.....

Adil benar-benar sedang jatuh cinta, di atas ranjang ia menatap langit-langit. Di atas sana tergambar jelas wajah cantik Delima. Memang ini bukan pertama kali Adil jatuh cinta pada wanita. Namun rasanya sungguh luar biasa. Ia tak menyangka akan lebih indah rasanya saat itu cinta datang dengan sendirinya tanpa ia kejar dan minta.

"Kamu belum tidur?" tanya nenek yang kebangun karena rasa lapar.

Adil menoleh ke arah sang nenek. "Aku belum bisa tidur, Nek."

"Nenek kenapa bangun?" tanya Adil sambil bangkit. Ia melihat sang nenek yang mengambil toples berisi biskuit.

"Nenek lapar?" tanya Adil lagi.

Nenek hanya mengangguk sambil terus mengunyah.

Setelah merasa kenyang, nenek pun melanjutkan lagi tidurnya yang kemudian disusul oleh Adil yang sejak tadi menemani sang nenek makan biskuit.

Keesokan paginya, baru saja Delima selesai membuat bubur gandum. Ia menaruhnya di atas nampan, sudah siap untuk dibawa ke kamar Adil.

"Biar aku yang bawa ke kamar Mas Adil" Wati langsung mengambil nampan yang ada di meja.

Delima hanya mengangguk tanpa ingin membantah. Tidak ingin ribut dengan Wati yang sudah lama bekerja di rumah ini.

"Tidak usah, Wati. Biar aku saja yang bawa untuk nenek." Adil meminta Wati untuk meletakkan lagi nampannya di atas meja. Adil tidak mau ada interaksi fisik dengan Wati yang ujung-ujungnya akan menimbulkan kesalahanpahaman.

"Kenapa, Mas Adil?" tanya Wati sendu sambil menaruh nampannya.

"Enggak apa-apa, Wat." Jawab Adil tanpa ingin memberikan penjelasan apapun pada Wati.

Adil membawa nampannya masuk ke dalam kamar.

"Ingat ya, Delima. Mas Adil itu punya aku." Kata Wati tegas.

"Iya, aku tahu." Sahut Delima.

"Awas aja kamu dekat-dekat, Mas Adil."Jari telunjuk Wati begitu lentik di depan wajah Delima.

Delima hanya mengangguk tanpa merasa sakit hati atau takut atas ancaman Wati. Karena ia tidak memiliki perasaan apa-apa pada Adil. Meski baru tadi malam Adil mengatakan suka padanya.

Delima yang hendak pergi dari dapur tiba-tiba dipanggil Adil dari depan pintu kamarnya.

"Delima!."

"Apa?" tanya Delima tanpa suara hanya gerakan bibir saja. Lalu Adil melambaikan tangannya pada Delima untuk segera mendatanginya. Delima pun melangkah menghampiri Adil.

"Ada apa?" tanya Delima.

"Lihat ke dalam" perintah Adil sambil membuka sedikit pintu kamarnya.

Kepala Delima sedikit menyembul guna melihat keadaan kamar Adil dan ternyata bubur gandumnya telah habis tanpa sisa.

Delima tersenyum lalu kembali pada posisi semula.

"Sekarang, bagaimana aku diterima atau tidak?." Tanya Adil.

"Terima atau tidak apa?." Delima menautkan kedua alisnya.

Bersambung

1
Esti Purwanti Sajidin
aduhlah ikut deg2 an jg jadi nya
Teti Hayati
Mulai tegang...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!