Darson Rodriquez seorang gangster yang menculik Gracia Vanessa, dan dijadikan sebagai pemuas ranjang selama tiga hari. Gracia yang dijual ibu tirinya harus menerima penderitaan yang tiada akhir.
Bagaimana Gracia bisa terlepas dari genggaman Darson yang berniat menjadikan dirinya sebagai simpanan? bukan tanpa sebab bos gangster tersebut sengaja gadis itu berada di sisinya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Darson
"Percuma aku membesarkan kamu, hanya buang-buang makananku selama ini," bentak Thomas dengan kemarahan yang meluap-luap.
Gracia bangkit, matanya menyala penuh kemarahan dan sakit hati. "Membesarkan aku? Apa yang kamu berikan padaku? Semuanya kamu berikan kepada anak tirimu yang tidak tahu malu. Kalau bukan karena kamu menginginkan sesuatu darinya, apakah mungkin kamu rela mengeluarkan sejumlah uang?" tanyanya dengan nada tajam.
Thomas mengerutkan alisnya, merasa terpojok. "Apa maksudmu?" tanyanya, meskipun dia sudah bisa menebak ke arah mana pembicaraan ini akan menuju.
Gracia menarik napas dalam-dalam, menguatkan dirinya untuk mengungkapkan kebenaran yang selama ini dia pendam. "Thomas Vanessa, tidak apa-apa kalau kau mengusirku. Kesalahan terbesar mama adalah menikah dengan pria sepertimu. Menikahi janda dan melakukan hubungan gelap dengan putrinya," katanya, suaranya bergetar namun tegas.
Thomas terbelalak kaget mendengar ucapan putrinya. Amarahnya memuncak. Dia langsung menghampiri Gracia dan menarik rambut gadis itu dengan kasar. "Jaga mulutmu baik-baik! Jangan menuduh sembarangan. Atau kalau tidak, aku akan menyerahkanmu ke polisi atau rumah sakit jiwa," kecamnya dengan suara yang penuh ancaman.
Gracia menatap Thomas dengan penuh kebencian. "Pria tua sepertimu, masih tergila-gila dengan nafsu. Istrimu sangat bodoh karena tidak tahu apa-apa. Benar-benar pasangan menjijikkan. Kalau kau ingin membunuh aku, silakan saja! Lagi pula hidupku sudah tidak ada arti!" tantangnya tanpa rasa takut.
Thomas mendorong Gracia hingga terkapar di lantai. "Lebih baik kau menjauh dari keluarga ini," bentaknya dengan penuh kebencian. "Asal kau tahu, kau bukan anak kandungku. Kau adalah hasil hubungan gelap ibumu dengan asisten rumah tangga dulu!"
Gracia terkejut dan tak percaya mendengar pengakuan Thomas. "Tidak mungkin! Tidak mungkin!" teriaknya dengan air mata mengalir di pipinya.
Thomas hanya menyeringai. "Percaya atau tidak, itu urusanmu. Leo adalah pria brengsek yang tidur dengan ibumu," katanya dengan nada meremehkan.
Gracia terisak-isak, merasa dikhianati oleh orang yang seharusnya melindunginya. "Kalau aku bukan anakmu, untuk apa membiarkan aku tinggal di sini?" tanyanya, suaranya gemetar.
Thomas menatap Gracia dengan tatapan dingin. "Karena kau harus membayar semua perbuatan ibumu yang jalang itu. Sebagai anak, kau hanya bisa menebusnya dengan tubuhmu sendiri," jawabnya tanpa belas kasihan.
Gracia memandang Thomas dengan penuh kebencian. "Thomas Vanessa, bagimu mamaku adalah pelacur, jadi siapa kamu? Bukankah sama saja. Melakukan hubungan intim setiap malam dengan anak tiri sendiri... kalian sangat menjijikkan sekali," ketusnya dengan penuh penghinaan.
Thomas menunjuk pintu dengan kasar. "Pergi dari sini! Mulai hari ini, kau tidak berhak tinggal di sini lagi," bentaknya, suaranya menggelegar di seluruh ruangan.
Gracia mengangkat dagunya dengan penuh ketegaran. "Setidaknya sebelum aku pergi, aku telah mengetahui bahwa kamu bukan ayah kandungku. Aku sangat bahagia. Aku yakin Paman Leo kalau tahu aku adalah putrinya, dia pasti akan menjadi ayah yang baik. Tidak sepertimu yang tidak berbeda dengan janda dan anaknya," katanya dengan nada penuh kebencian.
Dia kemudian melangkah pergi, air matanya mengalir deras setelah mengetahui kebenaran yang selama ini tersimpan.
"Apakah benar, Paman Leo yang dulu bekerja di sini adalah papaku? Kenapa sampai mamaku menghembuskan nafas terakhir juga tidak pernah mengungkapnya," batin Gracia, hatinya terasa hancur berkeping-keping. Dengan langkah berat.
Gracia yang tidak sehat melangkah dengan lesu dan wajahnya yang pucat. Ia menuju ke makam ibunya. Langkah kakinya terasa berat, seolah seluruh beban dunia ada di pundaknya. Sesampainya di makam, Gracia berlutut di depan nisan yang sederhana, tatapannya penuh dengan air mata dan kesedihan yang mendalam.
"Ma, apakah benar yang dikatakan Thomas, bahwa aku bukan anak kandungnya?" bisiknya dengan suara gemetar. "Kenapa mama tidak pernah menyebutnya? Lalu, di mana Paman Leo yang bekerja di rumah kita dulu? Sudah begitu lama dia pergi. Mana mungkin aku bisa menemukannya. 12 tahun sudah tidak bertemu. Aku juga tidak berniat mencari kebenaran lagi. Ma, maaf karena aku tidak bisa menjaga diriku. Aku sudah menjadi seorang wanita yang kotor. Bahkan diriku sendiri juga tidak bisa menerimanya. Apa arti hidup ini lagi?" batinnya hancur.Air matanya mengalir deras, mencerminkan kepedihan yang tak tertahankan.
"Bawa aku pergi! Kita tidak akan berpisah lagi!" ucap Gracia dengan putus asa, merasa bahwa hidupnya sudah tak berarti lagi.
Di sisi lain, Darson, bos gangster yang disegani, mendatangi kediaman Vanessa. Ia ditemani oleh beberapa anggotanya, tampak angkuh dan berwibawa. Darson duduk di sofa dengan tenang, tetapi auranya memancarkan kekuatan yang mengintimidasi.
Aniza, yang berusaha menyembunyikan ketakutannya, mencoba tersenyum walaupun hatinya berdebar kencang. "Tuan, apa yang perlu saya bantu?" tanyanya dengan sopan, suaranya sedikit bergetar.
Di sudut ruangan, Beautiful, merasa jantungnya berdetak semakin cepat saat melihat ketampanan Darson. Hatinya berdebar keras, terpesona oleh kehadiran pria itu.
Thomas, yang berusaha tetap tenang meski hatinya gelisah, mendekati Darson. "Tuan Darson, tidak tahu ada masalah apa, sehingga Anda mengunjungi kami?" tanyanya, mencoba terdengar ramah namun waspada.
Darson menatap Thomas dengan tajam, matanya menyiratkan kemarahan yang tertahan.
"Di mana Gracia?" tanyanya dengan suara rendah namun penuh ancaman, membuat suasana di ruangan itu semakin tegang.
Thomas terdiam sejenak, merasa terpojok oleh tatapan Darson. "Gracia... dia tidak ada di sini saat ini," jawabnya dengan hati-hati.
Darson mengerutkan alis, tatapannya semakin tajam. "Jangan berbohong padaku, Thomas. Aku tahu dia ada di sini," katanya dengan nada dingin, membuat semua orang di ruangan itu merasa tercekam.
Aniza yang merasa terdesak mencoba mencari cara untuk mengalihkan perhatian Darson. "Mungkin Gracia sedang pergi sebentar, Tuan. Kami bisa mencarinya untuk Anda," ujarnya dengan nada menenangkan.
Darson berdiri dari sofanya, aura kekuasaan semakin terasa. "Aku akan menunggu. Pastikan kalian menemukannya segera," katanya dengan tegas, tidak memberikan ruang untuk perdebatan.
"Tempat apa yang biasa dia kunjungi?" tanya Darson sambil memainkan cincin yang melingkar di jari telunjuknya, sebuah kebiasaan yang muncul saat ia sedang merenung. Matanya menatap lurus ke depan, namun pikirannya tampak jauh, seolah mencari jawaban di udara yang hening.
Aniza menatap Darson dengan ragu sebelum akhirnya menjawab, "Biasanya dia suka jalan-jalan bersama temannya." Suaranya terdengar pelan, hampir berbisik, seakan khawatir mengungkap lebih dari yang seharusnya.
Thomas memperhatikan gerak-gerik Darson dengan cermat. Thomas sudah lama mengenal Darson, dan bisa merasakan ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar pertanyaan itu.
"Tuan, apakah Gracia menyinggung Anda?" tanya Thomas hati-hati, mencoba memahami maksud di balik pertanyaan Darson.
Darson menghela napas panjang, menggenggam erat cincinnya sebelum akhirnya berbicara. "Aku ingin menebusnya," jawab Darson, suaranya terdengar tegas namun penuh emosi yang tertahan.
Kata-kata itu mengejutkan Aniza dan Thomas Mereka saling berpandangan, tak yakin bagaimana harus menanggapi.