Mereka menyebutku misterius, setelah aku bertemu dengan sosok misterius yang berada di hutan misterius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nico Queen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lebih Dalam
Aku terbangun dengan perasaan hangat dan nyaman, berharap bahwa mimpi buruk tadi malam hanyalah bayangan masa lalu. Namun, ketika aku membuka mata, harapan itu segera pupus. Nenek Seruni dan cahaya yang menemaniku telah hilang, meninggalkanku sendirian di hutan yang kini tampak lebih menyeramkan dari sebelumnya.
Pohon emas yang semalam memancarkan cahaya lembut kini berubah menjadi pohon yang menakutkan, dengan dahan-dahan yang kering dan melengkung ke bawah seperti cakar. Bau busuk menyeruak dari akar-akarnya yang menghitam, membuatku mual dan takut. Aura mengerikan yang dipancarkan pohon itu seolah-olah memanggil kegelapan yang ada di sekitarnya untuk menelanku hidup-hidup.
Aku segera bangkit, rasa takut menyelimuti setiap pikiranku. Tanpa tujuan yang jelas, aku berlari menjauh dari pohon itu, mencoba melarikan diri dari kegelapan yang semakin mendekat. Hutan kegelapan ini tampaknya tak kunjung siang dan tak berujung. Setiap langkah yang kuambil hanya membawa diriku lebih dalam ke dalam labirin mimpi buruk ini.
Saat berlari, aku mulai menyadari bahwa di sekelilingku terdapat tulang belulang bekas hewan-hewan menyeramkan, bahkan manusia. Beberapa tulang itu masih dikerubungi oleh belatung yang menjijikkan, membuat rasa takutku semakin menjadi-jadi. Pandangan ini membuat hatiku semakin hancur, dan aku berteriak dalam kepanikan.
“Nenek Seruni! Mengapa kau meninggalkanku?!” teriakku dengan suara serak dan putus asa. “Mengapa kau membiarkanku sendirian di tempat ini?!”
Tidak ada jawaban. Hanya gemerisik daun dan suara-suara aneh yang bergema di sekitar hutan. Setiap kali aku mengalihkan pandangan, ranting-ranting pohon tampak hidup, seolah-olah ingin menangkap dan menusukku. Aku terus berlari, mencoba menghindari ancaman yang terasa nyata ini, tetapi kelelahan mulai merasuki tubuhku.
Aku merasa seperti berlari di tempat. Hutan ini seolah-olah membentuk lingkaran tanpa ujung, dan setiap pandangan yang kutangkap selalu diisi dengan hal-hal yang menakutkan. Bayangan hitam yang bergerak cepat, mata merah yang mengintai dari kegelapan, dan suara-suara aneh yang membuat bulu kudukku berdiri.
Aku benar-benar kehilangan harapan. Setiap langkah yang kuambil hanya membawaku semakin dalam ke dalam kegelapan, dan tidak ada satu pun tanda yang menunjukkan jalan keluar. Keputusasaan mulai menggantikan rasa takutku, dan aku merasa sangat sendirian.
“Aku tidak bisa terus seperti ini,” bisikku dengan suara yang hampir hilang. “Aku harus menemukan jalan keluar... aku harus...”
Namun, tubuhku mulai menolak untuk bergerak. Kelelahan, rasa takut, dan kelaparan menguasai diriku, membuat setiap langkah terasa lebih berat dari sebelumnya. Aku terjatuh beberapa kali, lututku tergores oleh batu dan ranting tajam, tetapi aku tetap mencoba bangkit dan terus berlari. Namun, semakin aku mencoba, semakin aku merasa terjebak di tempat yang sama.
"Kenapa Nek? KENAPA? KENAPA KENAPA? Ibu, jika itu Ibu pasti Ibu tidak mungkin meninggalkan Kansha. Ayah, jika itu Ayah pasti ayah akan menjagaku sampai aku terbangun kembali"
Kegelapan semakin menebal, dan aku merasa seolah-olah ditelan oleh hutan ini. Aku memejamkan mata, mencoba mengusir bayangan-bayangan menakutkan yang terus menghantuiku. Namun, setiap kali aku membuka mata, pemandangan yang sama menyambutku: tulang belulang, belatung, dan bayangan mengerikan.
“Nenek Seruni! Tolong aku!” teriakku lagi, tetapi suaraku semakin lemah. “Siapa pun... tolong aku... Maaf karena selalu menyalahkan Nenek, padahal ini salahku sendiri karena mudah percaya dengan orang baru”
Aku terus berlari, tetapi kelelahan mulai menguasai seluruh tubuhku. Setiap otot terasa nyeri, dan napasku semakin tersengal-sengal. Aku merasa seperti di ambang batas kemampuanku, tetapi ketakutan yang terus membayangi memaksaku untuk tetap bergerak.
Sesak sekali rasanya, udara di hutan ini terasa sakit sekali ketika dihirup.
Namun, pada suatu titik, tubuhku tidak bisa lagi menahan beban ini. Kelelahan yang luar biasa dan rasa putus asa membuatku terjatuh ke tanah yang dingin dan keras. Aku terbaring di sana, merasakan lumpur yang lengket dan bau busuk yang semakin menyengat.
“Aku tidak bisa... aku tidak bisa lagi...” bisikku dengan suara yang hampir tak terdengar. Air mata mulai mengalir di pipiku, bercampur dengan lumpur yang mengotori wajahku. Aku merasa sangat lelah dan putus asa, dan tidak ada satu pun tanda bahwa pertolongan akan datang.
Aku mencoba bangkit sekali lagi, tetapi tubuhku tidak merespons. Kegelapan mulai menyelimuti pandanganku, dan suara-suara menakutkan yang mengelilingiku semakin kabur. Aku merasa seolah-olah seluruh dunia ini menolak keberadaanku, menelanku dalam lubang putus asa yang tak berujung.
Dengan sisa-sisa kekuatan yang kumiliki, aku berusaha mengingat wajah Nenek Seruni dan senyum lembutnya. Kenangan itu memberikan sedikit rasa damai, meski hanya sekejap. Namun, rasa sakit dan kelelahan terlalu kuat untuk dilawan. Pandanganku semakin gelap, dan suara-suara di sekitarku semakin jauh.
Ini adalah siksaan..
“Maafkan aku, Nenek Seruni... aku tidak bisa bertahan lagi...” bisikku dengan napas terakhirku. Aku merasakan dingin yang menyelimuti tubuhku, dan kesadaran perlahan-lahan menghilang.
"Maaf Ibu, Ayah karena Kansha selalu pulang ketika hari menjelang malam. Maaf telah membuat kalian khawatir, maaf karena Kansha telah gagal menjadi anak yang berbakti"
Aku terjatuh ke dalam kegelapan yang dalam, merasakan tubuhku tidak lagi merespons. Dalam detik-detik terakhir kesadaranku, aku merasa bahwa harapan terakhirku telah hilang. Aku terbaring di sana, sendirian dan putus asa, menunggu akhir yang tampak semakin dekat.
Namun, meski di ambang batas kesadaranku, kupikir selalu ada secercah harapan kecil yang masih tersisa. Harapan bahwa di balik kegelapan ini, ada cahaya yang akan datang untuk menyelamatkanku. Meskipun aku tidak tahu kapan atau bagaimana, aku berpegang pada harapan itu. Meskipun kukira sudah sangat terlambat, aku selalu berharap dan berdoa daripada tidak sama sekali.
Dengan napas yang semakin lemah, aku menutup mata dan membiarkan diriku tenggelam dalam kegelapan.
Sakit sekali..
lanjut.
semangat nulis nya kk/Smile/
2 iklan za sayang
semangat...