NovelToon NovelToon
Shortcoming

Shortcoming

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Balas Dendam / rumahhantu / Akademi Sihir / Persahabatan / Romansa
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Kravei

Istana dan dunia istimewa. Semuanya immortal, kuat dan ajaib, tapi dunia itu hanya ada di dalam mimpi. Itu yang Layla yakini sedari awal mimpi buruk menghantuinya.

Di mimpi itu, dia mengenal Atoryn Taevirian, pemuda yang tengah patah hati dan mulai kehilangan akal sehat. Dia membenci ayahnya yang telah membunuh perempuan yang dia cintai. Dia membenci semua orang yang tidak ada kaitan dengan kematian Adrieth bahkan Layla yang hanya bisa melihatnya dari kejauhan.

Atoryn menakuti dan menyakiti semua orang dengan tuntutan sang ayah harus mengembalikan Adrieth, sementara Layla berusaha mencari cara untuk melenyapkan mimpi buruk.

Alih-alih berhasil, hidup Layla malah menjadi semakin horor. Suatu hari dia ditarik memasuki dunia itu dan bertemu Atoryn. Layla berdiri tepat di depannya, gemetar ketakutan dibuat kebencian Atoryn yang membara.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kravei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mimpi Berubah Nyata

“Layla! Layla, please keluar!” Dustin memindahkan meja rias ke tengah-tengah ruangan dengan bantuan Karen. Mereka menyentuh cermin itu dan memohon. Dua menit menunggu, tidak ada Layla terlihat tapi wajah panik mereka. “Please, Layla!” Mereka memutari meja rias sebanyak tiga kali dan Layla masih tidak ada.

“Kita mati! Kita benar-benar akan mati!” Karen menjerit horor, jantungnya seperti akan meledak dibuat cemas. “Bagaimana cara mengeluarkan Layla dari dalam sana?!” Dia menjambak rambut dan menangis tanpa air mata.

“Haruskah aku pecahkan cerminnya?” Hanya itu yang bisa Dustin pikirkan. Memecahkan cermin, berharap untuk masuk ke dalamnya dan mengeluarkan Layla.

Karen tidak setuju! Entah apa yang akan terjadi bila cermin itu pecah dan malah menjebak Layla di dalam untuk selamanya. “Kita tidak boleh melakukan hal secara sembrono. Selama Layla masih di sana, cermin itu harus utuh.”

Tok, tok, tok … suara ketukan pintu yang tidak diharapkan menyentak Dustin dan Karen, membuat jantung mereka selayaknya meledak. Ketakutan memburuk ketika suara ibu Layla terdengar. “Layla, kalian baik-baik saja?”

Layla mengerjap mata, termenung cukup lama hingga akhirnya menyakini lokasinya telah berubah entah bagaimana. Layla menatap tangan yang dipenuhi darah mencengkram pakaiannya sebelum menjerit histeris. Dia menarik tubuhnya menjauh tapi malah tidak sengaja terjatuh karena menyenggol kakinya sendiri.

“Siapa kau! Mengapa aku ada di sini?” Layla menatap horor, menyeret tubuhnya lebih jauh dari Randell karena tidak bisa menahan hawa panas yang membesar. Layla mulai gemetar, perasaan bercampur aduk menyebabkan pikirannya tidak bisa bekerja dengan benar.

“Tolong buka pintu ini atau aku akan mati!” Randell berfokus pada prioritasnya yaitu keluar dari penjara sebelum terbakar habis. Dia menunjuk tumpukkan kunci yang tergantung di dinding tidak jauh di depan sel, memohon, “tolong ambil kunci itu dan buka sel ini, aku mohon padamu!”

Layla spontan berbalik menatap kunci yang Randell tunjuk. Persetan dengan apa yang sedang terjadi, dia punya nyawa untuk diselamatkan. Buru-buru Layla berdiri dan mengambil kunci itu. Meski sempat ragu, pada akhirnya dia memberanikan diri menerobos asap dan menahan hawa panas untuk membuka gembok sel.

“Tolong cepat!” pinta Randell tidak sabaran. Dia bukan hanya mencemaskan diri sendiri tapi Layla yang terlihat kesulitan. Dia mengibas udara saat terbatuk-batuk. Butuh waktu hingga akhirnya berhasil membuka gembok setelah mencoba beberapa kunci. Randell mendorong pintu sel sampai terbuka. Dia menerjang Layla, memeluknya untuk melindungi dan membawanya menjauh dari sel.

Mereka berdua terjatuh setelah beberapa meter menjauh. Randell yang tertindih meringis kesakitan menahan hantaman sikut Layla di ulu hati. “Maafkan aku!” ucap Layla, buru-buru menjauhi Randell dan membantunya duduk.

Mereka pergi tidak jauh dari penjara, masih berada di wilayah bawah tanah yang sama. Tidak ada pengawal karena belum pernah ada tahanan sebelumnya yang mengartikan Randell adalah yang pertama. Mereka duduk berdampingan, sama-sama meraup pasokan oksigen dan menenangkan diri.

“Terima kasih,” ucap Randell setelah puas bernafas lega. “Aku sudah pasti mati kalau kau tidak ada.” Api itu sangat dekat dari punggungnya, beruntung Layla membuka pintu tepat waktu. Apa yang lebih melegakan adalah dia tidak melarikan diri setelah berkali-kali gagal menemukan kunci yang tepat.

“Jangan-jangan api adalah kelemahanmu?” Ragu-ragu Layla bertanya dan Randell mengganguk setelah dua puluh detik membisu.

“Itu adalah rahasia. Tolong jangan pernah membicarakannya.” Seharusnya Randell tidak mengaku, dia melakukannya karena Layla tidak terlihat seperti orang jahat. Andai Layla adalah tipikal yang menusuk seseorang dari belakang, dia sudah pasti melarikan diri dan mengabaikan dirinya di dalam sel.

“Aku tidak akan pernah melakukannya,” kata Layla. “Ini tidak seperti aku ingin seseorang untuk mati.”

Jika benar begitu, Randell berterima kasih. Dia bisa bernafas lega berkatnya. “Omong-omong, aku tidak pernah melihatmu.” Randell mengalihkan pembicaraan. “Bagaimana caramu masuk ke sini?” Meski tidak banyak prajurit terlihat, istana tetap dijaga dengan baik dan tidak ada siapa pun boleh memasuki bawah tanah, tapi entah bagaimana Layla tiba-tiba berdiri di depan sel.

“Seharusnya aku yang bertanya.” Layla membawa pembicaraan ke arah yang dia inginkan. “Bagaimana bisa aku ada di sini? Kau menarikku kemari.”

“Aku menarikmu?” Randell mengernyitkan dahi, mengoreksi, “aku melihat kau termenung seperti patung di depan sel dan mengabaikan aku meski aku sudah berteriak. Aku menarikmu karena ingin kau membantuku.” Andai Randell tidak terdesak, dia akan meminta Layla untuk lari alih-alih membantu.

“Ini gila.” Layla menyentuh kepalanya yang sakit, menebak-nebak bagaimana bisa Randell melihatnya berdiri di depan sel sementara dia bersama teman-temannya di kamar. Ini tidak logis dan tidak bisa dijelaskan. “Sekarang bagaimana caraku keluar dari tempat ini?”

“Kau hanya perlu melewati jalan yang kau ambil sebelumnya dan kembali ke kelasmu atau asrama.” Randell berusaha membantu, tidak tahu bahwa mereka tidak sedang memikirkan hal yang sama. “Tapi sepertinya aku tidak bisa meninggalkan penjara ini,” tambah Randell, menyita perhatian Layla dan membuatnya mempertemukan kontak mata.

“Apa maksudmu?”

“Kekuatan raja Atoryn mengitari istana. Sepertinya kecuali penjara karena sebelumnya tidak pernah ada siapa pun di sini. Jika aku keluar dari bawah tanah, dia akan menyadari keberadaanku,” terang Randell.

Layla terdiam sejenak, kesulitan berkata-kata dibuat ungkapan Randell. “Itu artinya aku pun terjebak,” gumam Layla, nada bicaranya frustasi. Atoryn ingin aku mati. Bila dia tahu aku di sini, akhir ceritaku telah ditentukan.

“Benar.” Randell menebak, “raja Atoryn akan menyadari seseorang telah memasuki wilayah bawah tanah tanpa izin, tapi aku lihat tidak ada prajurit yang datang. Itu artinya dia tidak menyadari keberadaanmu tapi bagaimana bisa? Bagaimana caramu masuk ke sini?”

Layla menghela nafas panjang. Setelah pusing dibuat keadaan yang buruk, Randell pun memberinya sakit kepala karena tidak memahami apa pun tentang apa yang terjadi. Pada akhirnya Layla memutuskan mengaku, “aku tidak datang dari mana pun. Ini sulit dijelaskan tapi aku berada di lokasi yang lain sebelumnya dan tiba-tiba kau menarikku masuk melalui cermin.”

Otak Randell menyangkut, tidak mengerti apa yang sedang Layla bicarakan. Namun, itu tidak penting karena banyak hal gila yang tidak bisa dijelaskan di dunia ini. Dia berusaha mengerti tanpa niat membuat Layla menghabiskan waktu menjelaskan lebih rinci. “Jadi, mengapa kau pun terjebak?” tanya Randell. “Kau tidak dihukum, kau punya alasan untuk pergi dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Jangan cemaskan aku, aku akan tetap di sini dan kembali ke sel setelah api itu padam. Tidak akan ada yang curiga kalau kau telah membebaskan aku.”

“Bukan itu masalahnya.” Layla putus asa, menjelaskan, “aku seringkali bertemu Atoryn di dalam mimpi. Itu tidak bisa dijelaskan karena terjadi begitu saja dan dia sangat membenciku. Dia mencariku selama ini dan jika dia tahu aku di sini, aku mati.”

Setelah semua penjelasan Layla, Randell malu mengakui bahwa tidak ada satu bagian pun yang dapat dia mengerti. Ungkapan Layla sulit dipahami atau tepatnya tidak masuk akal. Meski begitu, dia tidak mencoba meragukannya dan anggap hal itu benar terjadi. “Kau tidak bisa mati bila dia tidak mengetahui kelemahanmu.” Randell mengingatkan, “raja Atoryn telah memberikan buku berisi kelemahan kita kepada seseorang, kau akan baik-baik saja.”

“Masalahnya adalah aku tidak berasal dari tempat ini.” Layla kebinggungan berbicara, Randell masih tidak mengerti bahkan setelah berusaha untuk memahami. Kebingunggan dan keluguannya masuk akal mengingat kejadian seperti ini adalah pertama kalinya. “Semua hal adalah kelemahanku. Tidak seperti kalian, aku akan mati bila dia menikamku menggunakan pisau.”

Lagi-lagi Randell dibuat binggung. Dia menggaruk tengkuk yang tidak gatal dan masih tetap konsisten bersikap seolah memahami masalah Layla. “Kita tidak bisa selamanya di sini. Mungkin aku bisa membantumu meninggalkan istana?” tawarnya.

Layla menaruh ribuan harapan pada kata-kata Randell. Dia menatapnya dalam dan bertanya, “kau punya ide?”

“Ini ide gila yang akan menyakitkan, tapi aku tidak bisa mati, bukan? Haha.” Randell menjeda dengan tertawa kikuk. “Anggap saja membantumu kembali ke akademi adalah balasanku karena kau sudah menyelamatkan aku.”

Randell sukarela menawarkan diri dan menyakinkan bahwa dia akan baik-baik saja, tapi Layla cemas. Sialnya Layla tidak punya pilihan. Bersembunyi di akademi lebih baik daripada di dalam istana. Bukan begitu?

Mereka berdua tersentak, kontak mata terputus dan pembicaraan disela oleh suara lonceng berbunyi. Alis Randell berkerut tak nyaman, suaranya pelan ketika bergumam, “itu pasti Algar. Dia membunuh seseorang.” Ada amarah dan penyesalan di wajah Randell, dia menyimpannya dan fokus pada apa yang harus dilakukan terlebih dulu. “Pastikan kau berhati-hati dengannya setelah kembali ke akademi,” katanya mengingatkan dan Layla mengganguk singkat sebagai respon.

Randell berdiri dan mengulurkan tangan ke arah Layla. “Aku akan mengalihkan perhatian raja Atoryn. Hitung sampai seratus dan keluar dari sini.” Randell terdiam sejenak sebelum bertanya, “siapa namamu?”

“Layla.”

“Oke, Layla.” Randell mengulang, “Itu adalah rencananya. Aku akan mengalihkan perhatian dan kau lari setelah menghitung sampai seratus.”

“Tapi—”

“Jangan cemas,” sela Randell dengan senyuman lebar. “Aku akan baik-baik saja.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!