Laura Charita tidak tau kalo laki laki mabok yang akan melecehkannya adalah bos di tempat dia baru diterima kerja.
Laura bahkan senpat memukul aset laki laki itu walau agak meleset dan menghantamkan vas bunga ke kepalanya hingga dia pingsan.
Ini cerita Erland Alexander, ya, anak dari Rihana dan Alexander Monoarfa. Juga ada cucu cucu Airlangga Wisesa lainnya
Semoga suka....♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alasan Nathalia
Sepertinya Nathalia marah besar padanya. Dia harus mengerjakan setumpuk pekerjaan dalam waktu cepat.
Saat sedang sibuk sibuknya, orang yang dia maksud pun datang memasuki ruangannya. Ketukan berat heelsnya sangat dihapal Laura.
"Jelaskan! Kenapa kamu berani menentangku," ucapnya tanpa basa basi.
Kursi di depannya ditarik dengan kasar. Da pun duduk di sana sambil menyilangkan kakinya. Gaya bos angkuh yang sedang mengintimidasi bawahannya yang lemah.
"Saya hanya kasian dengan anggota timnya, nona." Laura menegakkan punggungnya, kini dia beradu tatap dengan Nathalia.
"Hemm..... Kamu seperti mengenal mereka saja."
Tentu saja aku kenal. Tapi Laura ngga mungkin menjawab begitu.
"Saya rasa nona pasti juga ngga serius dengab revisi tadi."
Mata Nathalia mendelik.
"Mungkin nona ada masalah pribadi dengan pimpinannya. Sebaiknya jangan dicampur adukkan."
Laura merasa mual juga mendengar ucapannya sendiri. Padahal dia juga sudah mencampuradukkan masalah pribadinya, bersikap.tidak profesional. Tapi sekarang dia malah menasehati orang lain.
Nathalia menghembuskan nafas keras. Terlihat gadis di depannya ini berusaha mengendalikan emosinya.
"Bukan dengannya saja. Aku ngga suka dengan semua perempuan cantik yang suka merayu laki laki dengan alasan kerjaan," ungkapnya tegas.
"Tidak semua begitu," bantahnya cepat.
"Rata rata," tegas Nathalia ngga mau dibantah.
Hening.
"Aku akui memang terlihat mencari cari kesalahan Maura saja. Okelah, kamu benar. Ngga semua yang aku minta layak direvisi."
Hening. Laura tau, Nathalia akan meneruskan ucapannya.
"Aku melakukannya karena instingku mengatakan Maura ingin menggoda Erland. Sama seperti Jacinta. Aku ngga suka," lanjutnya lagi.
Memangnya kenapa? Kamu suka dengan sepupu kamu sendiri? batin Laura menuduh, walau ngga yakin.
"Jangan menuduhku sembarangan," kesal Nathalia seolah bisa membaca apa yang ada di pikiran Laura.
"Aku tidak mengatakan apa apa," agak kelabakan juga Laura menyangkal.
Nathalia mendengus.
"Dulu sahabatku gagal menikah gara gara calon suaminya selingkuh dengan sekretarisnya."
Oooh...., Laura baru mengerti asal muasal ketaksukaan Nathalia.
"Aku pernah memergoki Jacinta berusaha mencium Erland. Karena itu aku benci dengannya. Aku ngga suka perempuan yang memanfaatkan kecantikannya untuk menggaet laki laki. Apalagi dia hanya ingin menikmati kekayaan laki laki itu saja."
DEG
Erland dicium?
Jangan jangan Nathalia salah lihat. Bukan Jacinta yang mencium, tapi Erland yang nyosor, decih Laura membatin ngga suka. Perasaannya terasa panas.
Hening lagi. Terdengar geretan kasar dari kursi yang diduduki Nathalia.
"Kerjakan tugas tugas itu. Itu hukumanmu. Kamu harus belajar menghormatiku walau aku salah."
Laura hanya bisa mengangguk dengan hati dongkol, setelahnya perempuan angkuh itu melenggang pergi.
Laura kembali menyesali nasibnya. Keluar dari kandang singa malah tenggelam dirawa rawa yang banyak buayanya.
*
*
*
Malam berlalu begitu cepat. Laura segera melangkah keluar meninggalkan ruangannya. Sepertinya akan menjadi rutinitasnya pulang jam sembilan malam.
Dia melirik lampu di ruangan Erland yang masih menyala.
Dia belum pulang?
Jam tujuh malam tadi, Laura sudah menggantikan perban dikening laki laki mesum itu.
Ternyata lukanya cukup lebar juga. Mungkin juga dalam, karena masih belum kering.
Apa dia ngga merasa pusing?
Tubuh Laura langsung menegang ketika pintu ruangan Erland tiba tiba terbuka. Dia ngga sempat mengantisipasinya. Laki laki iitu berdiri kokoh menatapnya.
Tampilannya yang sedikit kusut sama sekali ngga menurunkan nilai ketampanan dan wibawanya. Malah di mata Laura, bos mesumnya terlihat bertambah tambah aura pesonanya.
"Buatkan aku kopi." Tanpa menunggu jawabannya, Erland sudah masuk kembali ke ruangannya.
Laura yang sudah bersiap akan pulang, jadi berubah haluan. Dia kini berjalan ke pantri. Merebus air panas untuk membuatkan bosnya kopi.
Dia suka kopi hitam atau pake krimer?
Manis atau enggak?
Tadi kenapa ngga tanya?
Laura misuh misuh sendiri. Akhirnya dia putuskan membuatkan kopi hitam tanpa krimer dengan sedikit gula.
Erland mengangkat wajahnya begitu sekretarisnya masuk dengan membawa secangkir kopi pesanannya
"Maaf, saya ngga tau kopi seperti apa yang tuan muda suka."
Erland ngga menjawab, dia segera menyesap kopi yang sudah berada diletakkan Laura di atas mejanya.
"Kamu mau pulang?"
"Ya." Matanya melihat kopi yang sudah tinggal separuh itu.
Dia ngga protes? Tau begitu gulanya diganti garam.
"Ya sudah, pulanglah. Thank's untuk kopimya."
Laura mengangguk. Dia melihat laki laki itu kembali yang sudah menatap layar laptopnya.
Dia merasa menjadi bawahan yang kurang ajar, pulang meninggalkan bosnya yang masih bekerja.
"Anda belum mau pulang?"
"Mungkin satu jam lagi."
"Emm.... Sebaiknya anda pulang. Luka di kepala anda belum sembuh." Anggap saja ini bentuk perhatiannya sebagai sekretaris yang mengkhawatirkan keadaan bosnya. Siapa tau dengan sedikit kebaikan hatinya, bisa membuat Erland semakin melupakan niat untuk melaporkannya.
Bukannya laki laki itu akan mempertimbangkannya?
"Kamu ngga perlu menungguku," sahut Erland acuh.
Siapa yang mau menunggu kamu, decak Laura dalam hati.
"Saya duluan, tuan muda." Dengan kesal Laura melangkah pergi tanpa dia tau bosnya menatapnya sambil tersenyum.
Nela dan Rinta menyambutnya di basemen saat pintu liftnya terbuka.
"Kita sengaja nunggu kamu," ucap Nela dengan wajah sumringah.
Rinta yang berada di sampingnya juga begitu
Laura hanya membalasnya dengan senyum. Dia merasa aneh saja, mengapa keduanya ini menunggunya di basemen. Padahal nantinya juga akan pulang dengan mobil masing masing.
"Sudah mulai betah, kan, kerja di sini?" canda Nela tergelak.
Laura tersenyum lagi
"Sabar, nanti kalo gaji udah di transfer, baru akan terasa benefitnya," sambung Rinta kemudian tergelak bersama Nela.
Setelahnya mereka pun berpisah
Yang Laura tidak tau, ada satu mobil mengikuti mobilnya sampai ke rumahnya.
*
*
*
Jayden sengaja menjemput Erland. Bersama Abiyan dan si kembar Fathir dan Fadel mereka mengunjungi club yang sudah membuat Erland harus menginap di rumah sakit.
Jayden memukul kepala sepupu jauhnya dengan gemas.
"Bisa bisanya kamu menggunakan obat pe ran gsang," omelnya di depan wajah Abiyan yang meringis.
"Harusnya kamu lebih memperhatikan reaksi Erland. Dia belum pernah nyoba yang begituan," omel Jayden lagi terus menyalahkan.
Fathir dan Fadel nampak cuek saja melihat Abiyan diomelin Jayden. Sepupu mereka memang sudah keterlaluan. Erland sendiri juga sama sekali nggak bersimpati.
"Ya, aku ngaku salah. Tap dia masih baik.baik aja, kan," protes Abiyan yang ngga terima disalahkan terus menerus. Papinya pun turut mengomelinya hampir setiap saat jika maminya tidak bersama mereka.
PLAK
Kali ini Jayden memukul kepala Abiyan lebih keras lagi membuat ketiga laki laki yang menonton drama penyiksaan keluarga itu sama sama tersenyum miring.
"Pokoknya laen kali kalo mau ngapa ngapain, harus mikir dulu." Setelah mengatakan hal itu, Jayden duduk di stolnya dan meneguk minumannya. Alkohol dengan kadar rendah. Dia ngga berniat mabok.
Abiyan menatap sepupu jauhnya dengan perasaan dongkol yang amat sangat. Padahal tingkah sepupu jauhnya itu ngga ada bedanya juga dengan dirinya.
Sekarang malah sok menasehatinya.
Abiyan pun duduk di stol.di samping Erland, kemudian meneguk minuman di gelasnya hingga habis dalam sekali tegukan.
DinDut Itu Pacarku Mampir