Laura Agatha 20 tahun merupakan gadis yatim piatu yang di tinggal di sebuah kota metropolitan. Ia mengabdi kepada satu keluarga terkaya di kota tersebut sudah hampir 5 tahun lamanya.
Majikannya seorang blasteran Indo Belanda yang berdomisili sejak tahun 90 an. Awalnya ia hanya ia hanya menjadi baby sitter cucu majikannya yang sudah renta itu.
"Laura, kau sudah siap nak?" ucap nyonya Laurent kepada Laura.
Laura hanya menatap wanita tua itu, matanya berkaca-kaca. Ia ingin menolak pernikahan ini. Ya! Laura terpaksa menikahi anak majikannya itu. Yang tak lain dan tak bukan ayah dari anak yang selama ini di asuhnya.
"Kemari lah, penghulu sudah tiba. Kau akan segera melangsungkan izab kabul" sambung nyonya Laurent.
Laura bangkit dan mendekati wanita tua itu, ia berjalan beriringan dengan wanita itu. Laura melihat ke kanan dan ke kiri, di sana hanya terdapat beberapa kerabat yang hadir menyaksikan acara sakral tersebut.
Laura di persilahkan duduk di samping anak majikannya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6
Laura benar-benar mengajak putrinya itu ke Pasar tradisional. Ia selalu membeli kebutuhan dapur di sana. Ibu mertuanya tak pernah melarang Laura melakukan itu. Walau mertuanya itu sering menolak keinginan Laura. Namun ia tak ingin mengecewakan Laura yang sudah di anggap sebagai putrinya itu.
Laura berpendapat, bahwa belanja di pasar tradisional lebih murah dari di pasar modern. Menurutnya kualitas barang-barang di sini tak kalah bagus dari di sana.
"Wow keren sekali ma " ucap Abel takjub melihat suasana ditempat itu.
Laura tersenyum mendengarnya. "Kau suka?" sahut nya. Abel hanya mengangguk mengiyakan ucapan ibunya itu.
Seperti yang diinginkan putrinya itu, Laura membawa Abel ke sebuah toko mainan di pasar itu.
"Bukankah Abel ingin boneka? Silahkan pilih sayang, mana yang Abel suka" ucap Laura.
Abel menjadi senang ia memilih sebuah boneka beruang berwarna pink. "Abel mau yang itu" tunjuk nya. Laura menatap arah tujuan Abel itu.
Laura meminta penjaga toko untuk mengambilkan boneka yang dimaksud oleh putrinya itu. "Abel inginkan yang lain sayang?" tanya Laura lagi.
Abel merasa ini sudah cukup. Lalu mereka berdua segera keluar dari tempat itu. Kini merasa masih menunggu ojek online yang di pesan Laura.
"Abel lelah sayang?" tanya Laura. ia merasa cemas karena Abel baru sekali ikut ke pasar bersama nya.
"Tidak ma, ini sangat menyenangkan" ucapnya sambil memeluk boneka beruang yang baru saja dibelinya.
***
Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam akhirnya mereka sampai di rumah. Jam sudah menunjukkan pukul 6 sore.
"Dari mana saja kalian?" Pekik Damian ketika melihat mereka masuk ke dalam.
Mendengar itu Laura segera membawa Abel masuk ke dalam. "Bik Rum tolong bawa Abel ke kamar dan segera bersihkan tubuhnya" ucap Laura kepada bik Rum.
Bik Rum segera membawa Abel ke kamar sementara Laura masih berada bersama suaminya itu.
"Maafkan saya, saya sudah janji membawa Abel ke pasar bersama saya" sahutnya lembut.
Mendengar ucapan itu Damian merasa geram. Damian berpikir tidak perlu harus ke pasar membawa putrinya. Apalagi sampai pulang sore seperti ini.
"Berani sekali kau! Merasa sudah memiliki kuasa di rumah ini!" ketusnya.
Laura terdiam, ia tak lagi menjawab ucapan suaminya itu. Ia lalu melangkah hendak meninggalkan suaminya di sana.
"Mau kemana kau! Aku belum selesai bicara!" ketusnya lagi.
Laura tak jadi melangkah. "Maafkan saya tuan, lain kali saya tak akan mengulanginya".sahutnya lalu Laura berjalan menuju ke kamarnya.
" Tunggu! Aku belum selesai bicara"cegahnya.
Laura tak menggubris, ia merasa takut kepada suaminya itu. Namun ia salah, sikapnya itu membuat Damian semakin berang.
"Kau!" Pekik Damian seraya menarik rambut hitam milik Laura.
"Aw apa yang anda lakukan tuan, lepaskan rambut saya!" ucapnya terbata-bata sambil menahan sakit di kepalanya.
Damian menghempaskan tubuh mungil itu di sofa. "Kau berani meninggalkan aku sebelum aku selesai bicara!" ketusnya.
Laura hanya terdiam wajahnya menunduk tak ada keberanian menatap wajah suaminya itu. "Maafkan saya tuan, saya tak akan mengulanginya lagi" ucapnya sambil menahan air mata yang hampir jatuh.
"Sekali lagi kau seperti itu. Aku tak segan menghajar mu! Ingat itu!" ancam Damian.
Setelah mengatakan itu Damian berlalu meninggalkan Laura sendiri di ruang itu. Laura menghapus air matanya. Ia lalu bangkit dari sofa dan berjalan ke kamarnya.
***
Malam ini Laura tidak bisa tidur. Ia memikirkan dirinya selama ibu mertuanya tidak berada di rumah itu. Laura mengambil ponselnya dan mencoba menekan tombol bertuliskan nama mertuanya itu.
Jam sudah menunjukan pukul 1 dunia hari. Tak ingin mengganggu ibu mertuanya itu Laura tak jadi menghubunginya. Ia meletakkan kembali ponselnya di atas lemari kecil dekat ranjangnya.
"Ya Tuhan, berilah aku kekuatan menjalani takdir ku ini" gumamnya.
Dengan segudang pemikiran akhirnya Laura tertidur.
Di dalam kamar Damian juga tak bisa memejamkan matanya. Ia merasa bersalah telah menghakimi gadis yang sudah menjadi istrinya itu.
"Ya Tuhan apa yang telah aku perbuat?Aku sudah menyakitinya" ucapnya pelan sambil menatap langit-langit kamarnya.
Ia bangkit dari tidurnya, menatap sebuah foto yang ada di sana. "Maafkan aku sayang. Aku tak berniat mengkhianati mu. Semua ini hanya keinginan mama saja. Aku hanya mencintaimu" ucapnya pada foto mendiang istrinya itu.
***
Laura bangun lebih awal ia menyiapkan sarapan untuk suami dan anaknya. Tak ingin bertemu dengan Damian Laura bergegas mengerjakan. Setelah selesai dengan kesibukannya Laura kembali ke kamar nya.
Tak lama kemudian Damian turun, ia melangkah ke meja makan dan segera menyantap makanan yang sudah tersedia di sana. Kali ini ia sangat menikmati sarapannya.
"Bik, kemana Laura dan Abel? Apa mereka sudah sarapan?" tanya Damian kepada pembantunya itu.
"Nyonya Laura sedang di kamarnya tuan, sementara non Abel hari ini sedang libur" sahut bik Rum.
Mendengar penjelasan barusan Damian hanya mengangguk dan ia mengerti. Setelah sarapan ia segera pergi ke kantor. Tak lama Laura pun keluar dari kamarnya.
Laura berjalan menuju kamar putrinya. "Kau masih tidur sayang?" ucap Laura sambil memeluk Abel yang masi tertidur di ranjangnya.
Kamar Abel ada di sebelah kamar Laura, sementara kamar Damian berada di lorong lantai itu masih berada di lantai yang sama.
Abel merasa terusik. Ia membalikan tubuhnya ke arah mamanya. "Mama?" ucapnya pelan.
"hmm,,,, iya sayang! Kau terganggu?" sahut Laura. Abel menggeleng pelan.
Mereka berdua semakin mendekap, dan akhirnya mereka tertidur hingga siang hari.