NovelToon NovelToon
Petualangan Sang Pendekar Di Dua Negeri

Petualangan Sang Pendekar Di Dua Negeri

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi Timur / Perperangan
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Ikri Sa'ati

Cerita ini mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang pendekar sakti. Bermula dengan tidak diakui sebagai anak oleh ayahandanya, sedangkan dia belum mengetahui.

Tahunya dia ayahandanya yang sebagai seorang raja telah mati terbunuh saat perang melawan pemberontak yang dipimpin oleh seorang sakti berhati kejam, yang pada akhirnya kerajaan ayahandanya berhasil direbut.

Hingga suatu ketika dia harus terpisah juga dengan ibunda tercintanya karena suatu keadaan yang mengharuskan demikian pada waktu yang cukup lama.

Di lain keadaan kekasih tercintanya, bahkan sudah dijadikan istri, telah mengkhianatinya dan meninggalkan cintanya begitu saja.

Namun meski mendapat berbagai musibah yang begitu menyakitkan, sang pendekar tetap tegar menjalani hidupnya.

Di pundaknya terbebani tanggung jawab besar, yaitu memberantas angkara murka di dua negeri; di Negeri Mega Pancaraya (dunia kuno) dan di Mega Buanaraya (dunia modern) yang diciptakan oleh manusia-manusia durjana berhati iblis....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikri Sa'ati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPISODE 6 PEMUDA MISTERIUS YANG TERUJI

Mendapat hantaman tinju dan tendangan dari dua gadis cantik, membuat pemuda itu langsung terjajar ke belakang beberapa langkah sambil meringis kesakitan, seolahnya.

"Ugkh!"

Tapi begitu tubuhnya berhenti terjajar, pemuda itu tampak seperti biasa lagi. Wajahnya tidak lagi menarik wajah bagai meringis.

Atau bisa jadi dia menahan rasa sakit. Karena perlu diketahui hantaman Arabella maupun Renatha tadi cukup telak dan keras.

Sedangkan Arabella, seakan tidak mau membiarkan si pemuda tenang walau sejenak, terus mengejarnya.

Lalu, begitu sampai dalam jangkauan serangan, dia langsung mengirimkan pukulan tinju kanan yang telak menghantam hidung si pemuda. Lalu disusulkan dengan tendangan keras kaki kiri yang langsung menohok lambung pemuda yang tak berdaya itu.

Deeesss!!!

Bughk...!

"Akh!"

Kontan saja pemuda itu bukan lagi terjajar, namun langsung terjengkang jatuh ke belakang sambil meringis kecil, mengekspresikan rasa sakit, sepertinya.

Ketika tubuhnya menimpa badan aspal, langsung menimbulkan bunyi gedebuk yang cukup keras. Tentu saja hal itu amat sakit. Sehingga kembali terdengar suara erangan kecilnya yang mengaduh kesakitan.

Raut wajahnya tampak sedikit tertekuk, pertanda menahan rasa sakit yang amat sangat. Namun dia tidak sampai berbuat lebay dengan mengerang-ngerang kesakitan.

Dia tampak berusaha menahan dan mengekang penderitaannya itu. Meski menyadari hidungnya sepertinya berdarah akibat terkena bogem mentah dari Arabella.

Untuk sejenak dia terdiam, berusaha menenangkan diri. Berusaha membujuk hatinya agar tetap tenang, tidak marah atas penganiayaan yang dia terima. Dia pria yang baik hati 'kan?

Setelah merasa sudah bisa mengendalikan diri dan emosinya, pemuda itu hendak bangkit berdiri. Tapi sepertinya nasib apes belum mau pergi darinya.

Tahu-tahu Arabella ternyata sudah ada di samping kanannya. Bukan hanya berada di situ, dengan tanpa permisi gadis tomboy itu langsung menginjakkan kaki kananya ke dada si pemuda dan sedikit menekannya.

Tentu gagal sudah pemuda itu hendak bangkit berdiri. Kembali dia terbaring di atas aspal dengan sungguh menyedihkan.

Sepasang matanya kini menatap Arabella dengan sedikit tajam. Ekspresi wajahnya sudah datar, terselip kemarahan yang ditahan. Tapi wajah tampan itu masih mengesankan sikap tenang.

Bibirnya yang sedikit kemerahan terkatup rapat, seakan tidak ingin berbicara, apalagi sekedar menanggapi perlakuan tidak pantas gadis yang berdiri angkuh itu.

"Hantam terus, Bella!" seru Renatha yang berdiri tak jauh di belakang gadis tomboy itu. "Bonyokin sekalian!"

Seakan tidak menghiraukan teriakan Renatha, dengan wajah angkuh, jutek dan sinis, dengan sombong penuh tatapan penghinaan, seakan tanpa perduli hidung si pemuda yang berdarah, Arabella berkata padanya dengan nada dingin.

"Lu mau macam-macam sama teman gue hah? Mau berbuat senonoh?"

"Aduh, Mbak, siapa yang mau macam, siapa yang mau berbuat senonoh?" sahut pemuda itu sedikit mendengus, tidak terima dituduh yang tidak-tidak.

"Yang nyatanya, saya belum berbuat apa-apa, saya sudah digebukin 'kan?" lanjut pemuda itu lagi.

"Bisa ngejawab juga lu rupanya," dengus indah bersuara di rahang.

Pemuda yang masih berwajah datar itu diam saja, tidak menanggapi ucapan Arabella yang masih memasang kebencian.

Matanya pun tidak lagi menatap Arabella, seolah tidak tertarik dengan wajah cantiknya, atau malah malas memandangnya.

Lebih baik memandang langit yang bertabur bintang. Itu akan lebih indah dipandang daripada memandang wajah angkuh nan judes walau cantik.

"Lu bisa bengkel nggak?" tanya Indah setelah beberapa detik terdiam, masih dengan nada ketus bercampur sinis.

Dia bertanya cuma sekenanya saja, cuma asal bertanya. Sementara dia tentu saja belum dan tidak tahu tentang perihal pemuda itu, apakah bisa bengkel apa tidak.

Bahkan Arabella sendiri sepertinya tidak yakin dengan pertanyaannya.

"Bisa," sahut pemuda itu datar dan singkat, bernada bagai malas untuk menjawab. Tapi ketenangan masih tetap mengesan dalam dirinya.

"Jawab yang benar, Anjir!" hardik Arabella bernada berang bercampur kesal sambil kembali menekan pijakannya pada dada si pemuda.

"Saya musti jawab apa, Mbak?" kata si pemuda seperti terselip nada marah bercampur kesal pada ucapannya, di sela dia menahan rasa sakit atas pijakan kaki Arabella.

"Saya memang bisa bengkel," lanjutnya di sela usahanya tetap menjaga sikap tenang.

Sejenak Arabella terdiam seakan memikirkan pernyataan pemuda itu. Sedangkan kaki kanannya masih setia di atas dada si pemuda sambil terus menatapnya dengan sinis.

★☆★☆

Namun tak lama dia berkata menyuruh si pemuda bangun seakan telah memutuskan sesuatu di dalam pikirannya.

"Bangun! Dan ikut gue!"

Setelah itu Arabella menggeser turun kakinya dari atas dadanya, lalu dia mundur dua langkah.

Sedangkan si pemuda, setelah terbebas dari penindasan yang begitu hina, dia langsung bangun dengan cepat.

Namun belum juga si pemuda merapikan keadaan dirinya, Arabella segera maju ke depannya dengan cepat, terus mencengkeram kerah jaketnya. Lalu menarik si pemuda bagai menarik kambing yang hendak disembelih.

Sedangkan si pemuda ikut saja ke mana Arabella membawanya pergi tanpa berusaha bersikap bandel.

Sungguh miris!

Begitu sampai di dekat sedan Mercedes-Benz E Class itu....

"Lu napa bawa cowok udik itu ke sini, Bella?"

Mereka langsung disambut dengan pertanyaan Renatha yang bernada tidak senang. Saat itu Renatha berdiri bersandar di samping kanan mobilnya sambil bersedekap.

"Dia bisa bengkel katanya," kata Arabella menerangkan setelah melepas cengkeramannya pada jaket pemuda itu.

Lalu memasukkan badan atasnya ke dalam mobil, mengambil 3 lembar tisu, terus dikeluarkan kembali. Lalu memberikan 3 lembar tisu itu pada si pemuda tanpa menengok.

Sedangkan si pemuda, tanpa menengok Arabella, mengambil tisu itu begitu saja, lalu mengucapkan terima kasih sekedarnya. Terus langsung menyeka darah pada hidungnya.

"Cowok miskin kayak gitu lu percaya," leceh Renatha sambil tersenyum sinis. "Paling dia cuman modus doang, Bella. Telpon Mas Dhanu aja!"

"Apa salahnya kita ngetes cowok ini," kata Arabella seakan hendak mencoba peruntungan, "jujur apa nggak."

"Kalau pengakuaannya nggak jujur, gue patahin kakinya," lanjut Arabella bernada mengancam. "Lagian kalau nelpon Mas Dhanu kelamaan."

"Serah lu lah," kata Renatha menyerah sambil memutar bola mata malas.

Lalu dia menyingkir dari situ, berpindah tempat pergi menuju samping kiri mobilnya. Tapi dia lewat di belakang mobil seolah alergi melewati jalan di dekat si cowok yang berdiri di samping kanan depan mobil.

Sedangkan si pemuda tentu saja tidak perduli terhadap kelakuan Renatha barusan. Jangankan menoleh pada gadis itu, melirik pun tidak.

Dia lebih senang memandang benda mati yang ada di depan matanya (mobil Renatha) daripada memandang benda hidup (Arabella dan Renatha) yang ada di sekitarnya.

Sementara Arabella, tanpa mau basa-basi, langsung menyuruh si pemuda mengerjakan apa yang diperintahkannya seperti menyuruh seorang pembantu.

"Sekarang lu liat mobil itu, apanya yang rusak! Buktiin kalau omongan lu tadi itu benar. Kalau ternyata omongan lu cuma ngasal aja, lu tau sendiri akibatnya!"

Setelah mendengar kicau celotehan Arabella, tanpa berkomentar apa-apa, pemuda itu segera menuju ke depan mobil. Begitu sampai di situ, dia bertanya kepada Indah.

"Kunci kap depannya sudah dibuka?"

Nada suaranya masih datar, bahkan terkesan dingin. Kemarahan dan kekesalan hatinya masih rapi tersembunyi di balik tenangnya sikapnya.

Tanpa menjawab pertanyaan si pemuda, Arabella segera masuk ke dalam mobil, lalu langsung menekan tombol pembuka kunci kap mesin mobil.

Sejurus kemudian tampak si pemuda sudah tenggelam dalam kesibukannya. Mengamati dan mengecek rangkaian kabel-kabel pada mesin mobil. Lalu tampak seperti dia menyambung beberapa kabel yang putus.

Dari tangannya yang bergerak begitu lincah dan terampil lagi teliti, menandakan si pemuda sudah menguasai akan pekerjaannya. Lebih tepatnya sudah menguasai bidang perbengkelan.

Sementara itu Arabella kini sudah berada di samping kanan si pemuda tanpa rasa minder. Memperhatikan tentang apa saja yang dilakukan pemuda itu.

Dia tampak mengangguk-angguk kecil melihat kelincahan dan terampilnya si pemuda dalam melakukan pekerjaannya. Meski dia tidak ingin atau enggan bertanya ini itu selama pemuda itu bekerja.

Sedangkan si pemuda tetap bungkam juga selama bekerja, seakan mulutnya malas untuk berbicara. Dia biarkan saja kedua tangan lincahnya yang berbicara (bekerja).

"Gimana, Mas?" tanya Indah seakan tidak sabaran setelah melihat si pemuda seperti telah selesai bekerja. "Udah beres nggak?"

"Coba hidupkan mesinnya!" pinta si pemuda. Suaranya masih datar dan dingin. Juga tanpa menengok ke arah Arabella, apalagi menengok Renatha.

Tanpa banyak pikir Indah langsung menuju ke samping mobil sebelah kanan, dan terus membuka pintu yang tadi telah ditutup lagi.

Begitu sudah telah melihat ke dalam, hatinya langsung gembira bukan main saat melihat lampu indikator di sekitar setir telah menyala. Tadi tidak menyala sama sekali.

Arabella sudah merasa yakin kalau mobil milik Renatha itu sudah benar kembali.

Sedangkan Renatha yang juga sudah melihat ke dalam mobil sebenarnya juga senang begitu melihat mobilnya kayaknya udah benar.

Namun dikarenakan hatinya masih diliputi kedongkolan, jadi, dia tidak menunjukkan apa-apa selain kekesalan sekaligus kejudesan.

Kemudian tanpa berlama-lama Arabella segera masuk ke dalam mobil. Setelah duduk dengan enak, lalu dia menghidupkan mesinnya. Dan ternyata benar-benar hidup. Membuat hatinya makin bertambah senang.

Sementara Renatha, begitu mobilnya sudah hidup kembali, dia segera masuk pula ke dalam mobil dan duduk di jok depan sebelah kiri

Mulutnya memang tidak berkomentar apa-apa. Namun di dalam hati terpaksa harus mengakui kalau pemuda itu memang bisa bengkel. Ucapannya memang jujur, tidak berbohong.

★☆★☆

Setelah menutup kembali kap mesin, pemuda itu segera menghampiri Indah. Lalu tanpa harus ditanya dia bertutur menjelaskan tentang masalah perihal mobil itu.

"Untuk sementara waktu mobil ini masih bisa dipakai. Tapi cuma 24 jam saja terhitung mulai dari sekarang. Karena ada beberapa komponen kabel inti pada mesinnya yang harus dibenahi ulang. Bahkan ada sebagian alat yang harus diganti...."

"Saya tadi cuma memperbaiki secara darurat yang sifatnya sementara," lanjut si pemuda tanpa harus ditanya.

"Jika mbak berdua berkenan...."

Pemuda itu seketika berhenti menggantung ucapannya. Lalu terlihat dia seperti berpikir sejenak. Terus melanjutkan ucapannya yang terputus.

"...silahkan bawa mobil ini ke bengkel saya bekerja besok pagi. Atau kalau mbak berdua mau, saya bisa perbaiki di rumah saya malam ini juga."

"Lu ternyata bukan hanya cowok slengean juga," celetuk Renatha bernada sinis campur ketus, "belagu juga songong juga."

"Ah, lu cuma promosiin bengkel lu kali..., biar rame," kata Arabella seolah menyambung ucapan Renatha. Nada ucapannya terdengar mengejek. "Lu modus juga ternyata."

"Heh, Cowok Bengkel! Di kota nih banyak bengkel-bengkel yang terkenal tau," kata Renatha masih menyambung. "Nggak kayak bengkel lu yang nggak terkenal."

"Lagian ya, siapa juga yang mau ke rumah cowok miskin kayak lu?" lanjutnya masih dengan sarkas melontarkan untaian hinaannya yang menyebalkan.

"Nggak janji deh....!"

"Ya itu terserah mbak berdua," kata si pemuda tetap berusaha berkata dan bersikap tenang. "Mau percaya... ya syukur, nggak percaya... saya juga nggak rugi."

"Saya hanya berusaha menjelaskan apa yang seharusnya mbak berdua ketahui."

"Udah nggak ada lagi 'kan yang mau lu omongin?" kata Arabella seolah mengusir si pemuda secara halus.

"Kalau nggak ada udah pergi sana!" sambung Renatha seolah memperjelas pengusiran. "Atau lu minta bayaran? Berapa?"

Sejenak pemuda itu terdiam sambil menatap kedua gadis cantik itu. Sorot matanya tidaklah tajam, tapi membinarkan kesahajaan yang tinggi akan sikapnya.

Sepasang bibirnya sedikit tertarik membentuk senyum kecil. Senyum yang begitu tenang membalut kesabarannya yang masih bersamanya di kala menerima hinaan dan cacian dari kedua gadis angkuh itu.

Sedangkan wajahnya tidak lagi datar. Melainkan menyemburatkan kesahajaan yang berpadu dengan ketenangan hati dan jiwanya.

Kemudian dia memungkasi keberadaannya di hadapan kedua gadis itu dengan ucapannya yang tenang dan sabar.

"Baiklah, kalau begitu saya permisi. Saya cuma bisa berpesan mobil ini harus cepat dibawa ke bengkel. Jangan sampai lewat dari 24 jam."

Lalu dia berbalik meninggalkan kedua gadis itu, menuju ke motornya dengan langkah sedikit cepat.

"Kalau sampe lewat napa?" tanya Arabella seperti penasaran juga.

"Mobil ini akan rusak selamanya," sahut si pemuda tanpa menoleh tanpa berhenti melangkah. Tapi ucapannya masih bernada tentang.

Setelah sampai di motor sportnya yang berwarna hitam berpadu warna merah, telunjuk tangan kanan menghidupkan motor dengan menekan sebuah tombol, sedangkan telapak tangan kiri menyentuh wajahnya.

Kemudian tak lama dia sudah melaju bersama motor sportnya dengan cukup kencang. Sementara kepalanya sudah mengenakan helm.

Meninggalkan rasa penasaran yang hebat pada diri Arabella setelah melihat keanehan yang bermain di depan matanya tadi.

Dan seketika dia terkejut bagai telah tersadar dari sesuatu, kalau pemuda itu ternyata menyimpan banyak misteri yang membagongkan!

Harus dia akui kalau pemuda misterius itu ternyata memiliki ketenangan jiwa dan kesabaran yang tinggi.

Kenapa baru dia sadari setelah pemuda itu pergi?

★☆★☆★

1
juju Banar
lanjut
Adhie: lanjuuut...
total 1 replies
anggita
chapternya sdh banyak tpi yg mampir baca masih sdikit. klo mau promo novel bisa ke tempat kami. bebas👌
Adhie: makasih kaka...
total 1 replies
anggita
oke thor, terus berkarya tulis, semoga novel ini lancar jaya.
Adhie: terima kasih dukunggannya...
total 1 replies
anggita
wow... naga merah, kuning.
Adhie: hehehe...
total 1 replies
anggita
like👍 dukungan utk fantasi timur lokal.
anggita
gang.. red blue girl 8🙄
anggita
hadiah tonton iklan☝
anggita
tiap chapter cukup panjang 👌
Adhie: itu gaya saya dalam menulis novel kaka... biar agak puas bacanya dalam satu chapter
total 1 replies
anggita
pangeran pandu wiranata..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!