Anin akhirnya menemukan alasan yang mungkin menjadi penyebab suaminya bersikap cuek terhadapnya. Tidak lain adalah adanya perempuan idaman lain yang dimiliki suaminya, Kenan.
Setelah berbicara dengan sang suami, akhirnya dengan berbagai pertimbangan, Anin meminta suaminya untuk menikahi wanita itu.
" Nikahilah ia, jika ia adalah wanita yang mas cintai," Anindita Pratiwi
" Tapi, aku tidak bisa menceraikanmu karena aku sudah berjanji pada ibuku," Kenan Sanjaya.
Pernikahan Anin dan Kenan terjadi karena amanah terakhir Ibu Yuni, ibunda Kenan sekaligus ibu panti tempat Anin tinggal. Bertahannya pernikahan selama satu tahun tanpa cinta pun atas dasar menjaga amanat terakhir Ibu Yuni.
Bagaimana kehidupan Anin setelah di madu? Akankah ia bisa menjaga amanah terakhir itu sampai akhir hayatnya? Atau menyerah pada akhirnya?
Happy reading 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sasa Al Khansa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MAT 6 Memberi Sesuatu Yang Sama
Menjaga Amanah Terakhir (6)
" Ndah, mulai sekarang kalau ada tamu pria lagi. Kamu yang temani mbak ya," ucap Anin yang sedang duduk di kursinya.
Baru beberapa menit yang Lalu, ia menerima tamu seorang pengusaha muda yang ingin menjadi donatur di panti Kasih Ibu yang kini menjadi tanggung jawabnya.
Biasanya, Anin di bantu Anisa. Namun, Anisa meninggalkan panti dua bulan yang lalu karena ikut suaminya. Ya, Anisa menikah dengan teman kerjanya.
" Insya Allah,Mbak. Kalau aku tidak ada jadwal kuliah," ucapnya tersenyum manis sehingga terlihat dua lesung pipinya.
Indah adalah salah satu penghuni panti asuhan yang sudah cukup dewasa. Kini sedang mengenyam bangku kuliah semester akhir.
" Kalau kamu juga nikah dan pergi, lalu Mbak harus minta tolong siapa ya?,"
Anin sebenarnya di buat pusing jika ia kedatangan tamu laki-laki. Apalagi jika seorang diri. Ia tidak bisa jika hanya berdua saja dengan lawan jenis di sebuah ruangan sekalipun pintu terbuka juga ada CCTV terpasang.
" Hehe,minta tolong Bapak panti saja," ucapnya tersenyum menggoda.
Anin mengerutkan keningnya hingga ia sadar maksud ucapan Indah.
" Bapak Panti nya sibuk nyari nafkah," keduanya malah jadi terkekeh.
" Tapi, iya loh mbak. Pak Kenan itu belum pernah terlihat datang ke panti semenjak ibu Yuni meninggal,"
Anin tersenyum. " Waktu ibu masih ada juga kan beliau jarang datang ke panti kalau tidak ada kepentingan,"
" Ah, benar juga," indah garuk-garuk kepala.
" Tapi, soal laki-laki yang pernah kamu bilang mau serius sama kamu itu benar?,"
Yang ditanya hanya cengengesan. Wajahnya memerah.
" katanya begitu. Inginnya sebelum aku wisuda. Katanya biar bisa foto berdua saat wisuda,"
" Semoga memang jodoh ya,"
" Aamiin. Mbak,"
" Keluarganya bagaimana?,"
" Belum tahu, mbak. Belum sempat indah tanya,"
" Coba pastikan keluarganya mau menerima semua kelebihan dan kekurangan kamu. Menikah itu bukan hanya menyatakan sepasang suami istri tapi juga keluarga belah pihak. Bukan bermaksud mengecilkan hati kamu. Tapi, jika keluarga pasangan kita dari awal tidak setuju dengan latar belakang kita, itu akan jadi masalah sendiri kedepannya,".
Indah mengangguk. Ia tidak tersinggung. Karena yang dikatakan Anin memang benar.
Tin...Tin...Tin...
Terdengar suara klakson mobil. Bi Titin masuk ke dalam ruangan.
" Neng, itu Nak Kenan sudah menunggu di depan. Katanya mau jemput," jelas Bi Titin
" iya, bi. Ini sudah selesai kok,"
Anin pun keluar sementara indah kembali ke kamarnya. Bersiap-siap ke kampus beberapa saat lagi.
" Mau minum dulu, Nak?," Bi Titin menawarkan.
Kenan yang sudah berdiri di teras sambil melihat sekitarnya hanya tersenyum, " Tidak usah, Bi. Mau langsung berangkat,"
" Ya, sudah kalau begitu. Sering-seringlah tengok panti ya. Ibu pasti senang,"
Kenan hanya mengangguk saja.
" Anin pergi ya, Bi. Nanti, insya Allah Anin pulang kesini. Tidak usah masak. Anin nanti bawa makanan dari luar. Sekali-kali," Anin menyalami Bi Titin.
" Ya, Hati-hati,"
" Kenan juga, Bi."
" Ya."
" Assalamu'alaikum,"
" wa'alaikumsalam,"
Anin dan Kenan langsung masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan panti.
" Panti bagaimana?," tanya Kenan yang tak pernah menanyakan kondisi panti sebelumnya.
Kenan percaya Anin bisa menjaga panti milik ibunya.
" Alhamdulillah. Semakin banyak yang mau menjadi donatur. Anak-anak juga jauh lebih terjamin sekolahnya karena banyak beasiswa yang di tawarkan untuk mereka,"
Kenan mengangguk.
" Mau makan dimana?,"
" Terserah mas saja. Anin ikut,"
"Kalau di rumah makan milik kamu bagaimana?,"
" Boleh."
Mereka pun sampai di rumah makan Nusantara. Sebenarnya rumah makan itu juga milik sahabat-sahabatnya. Namun, karena kesibukan mereka jarang bertemu secara bersamaan. Apalagi Anin yang lebih di percaya oleh mereka untuk memantau.
" Mbak, tadi Pak Rafka minta nomor kontak Mbak Anin." Zoya kasir yang melihat Anin datang langsung melaporkan apa yang terjadi tadi pagi.
" Terus?," Anin diam sejenak sementara Kenan berdiri di belakangnya. Ikut mendengarkan.
Kenan cukup tertarik pada obrolan keduanya dan jadilah ia ikut menyimak.
" Ya,aku hanya kasih kontak bisnis saja. Tapi, Pak Rafka minta kontak pribadi," tambahnya.
" Ya, kamu sudah bagus melakukan itu. Pokoknya kalau ada yang minta, siapapun itu jangan berikan kontak pribadi kecuali kontak bisnis. Kalau dia maksa, kasih no Beni saja. Kan semuanya tanggung jawab dia. Saya tidak ada sangkut pautnya. Tidak ada konsumen yang saya tangani langsung. Pasti semua di tangani Beni,"
Entah kenapa Kenan senang dengan sikap Anin yang tidak memberikan nomor pribadi kepada sembarang orang.
Zoya mengangguk. Ia dan semua karyawan memang di larang keras untuk menyebarkan nomor kontak atasan mereka. Walaupun tidak semua karyawan juga punya nomor ponsel Anin. Hanya orang-orang tertentu saja.
" Kalau Beni sekarang kemana?,"
" Sama istrinya sedang menuju ke perusahaan yang tempo hari minta kita sebagai penyedia catering acara ulang tahun perusahaannya,"
" Oh yang itu, ya. Ya sudah saya mau ke ruangan dulu ya."
" Siap, Mbak,"
Anin dan Kenan berlalu dari sana. Keberadaan Kenan cukup menarik perhatian. Mereka sempat melihat foto suami atasan mereka itu. Namun, baru kali ini mereka melihat langsung.
" Ya, Allah semoga aku juga di berikan suami yang tampan kayak suami Mbak Anin,"
" Aamiin," Zoya berjingkrak karena terkejut.
" Ck, bikin kaget saja,"
" Ini sudah langsung di kabulkan do'anya. Masih saja nyari yang lain?,"
" Ah, kamu hanya bisa bercanda terus. Kerja lagi kerja," usir Zoya pada Fatur.
...******...
" Kita makan di sini saja ya. Biar lebih nyaman untuk bicara," Anin meletakkan tasnya.
" Tidak masalah," jawab Kenan sambil melihat-lihat Foto yang terpajang di dinding.
Ada foto Anin dan teman-temannya. Yang kena. Tebak pasti merekalah pendiri rumah makan ini. Apalagi mereka memakai jas almamater dari kampus yang sama. Semuanya perempuan.
Ada pula foto Anin dan ibunya dan anak-anak panti. Ah, membuat Kenan rindu ibunya.
Juga ada foto ia dan Anin. Itu saat acara lamaran Reina dan Samudera. Kenan hanya tersenyum tipis melihat itu.
" Mau makan dulu atau bicara dulu?," tanya Anin membuyarkan lamunanku Kenan.
" Bisa bicara dulu saja," Kenan meminta izin.
" Ya, sudah."
Kenan dan Anin duduk di sofa yang berbeda. Mereka saling berhadap-hadapan.
Kenan menarik nafas dalam-dalam.
" Ini terimalah," ucap Kenan mengeluarkan sesuatu dari dalam tas kerjanya.
Anin mengerutkan keningnya, "Ini apa?,"
" Baca saja,"
Anin pun meraih map itu dan bertapa terkejutnya ia bahwa map itu berisi sebuah sertifikat rumah atas namanya.
" Maaf kalau selama ini aku bersikap kurang baik padamu. Mulai sekarang aku akan bersikap adil pada kalian,"
Anin kini paham kenapa Kenan memberinya itu. Karena istri mudanya pun mendapatkan hal yang sama.
" Tapi, kenapa? Tinggal di rumah ibu saja sudah lebih dari cukup, mas," Bukan Anin menolak. Hanya saja ia rasanya belum butuh
" Aku hanya ingin memberikan kalian sesuatu yang sama. Rumah itu atas namamu. Sementara yang kita tinggali itu rumah ibu."
" Tapi, kan sayang mas kalau tidak di isi? Apalagi selama ini kalau mas tidak di rumah aku menginap di panti,"
Kenan menggaruk pelipisnya. Ia cukup terkejut dengan respon Anin yang alih-alih tampak senang justru malah mempertanyakan pemberiannya.
" Apa aku harus pindah dari rumah ibu?," tebak Anin sendu. Ia nyaman tinggal di rumah bu yuni karena jarak ke panti dekat. Letak rumah dan Panti masih ada dalam kawasan yang sama.
" Eh, bukan. Senyaman kamu saja, An," Kenan jadi salah tingkah.
" Alhamdulillah kalau begitu. Kalau rumahnya aku sewakan tidak apa-apa? Kalau kosong malah khawatir cepat rusak."
TBC