Lyra terpaksa cuti dari pekerjaannya untuk menjenguk neneknya yang sakit di kota N, hanya untuk menemukan bahwa neneknya baik-baik saja. Alih-alih beristirahat, Lyra malah terlibat dalam cerita konyol neneknya yang justru lebih mengenalkan Lyra pada Nenek Luna, teman sesama pasien di rumah sakit. Karena kebaikan hati Lyra merawat nenek-nenek itu, Nenek Luna pun merasa terharu dan menjodohkannya dengan cucunya, seorang pria tampan namun dingin. Setelah nenek-nenek itu sembuh, mereka membawa Lyra bertemu dengan cucu Nenek Luna, yang ternyata adalah pria yang akan menjadi suaminya, meski hanya dalam pernikahan kontrak. Apa yang dimulai sebagai perjanjian semata, akhirnya menjadi permainan penuh teka-teki yang mengungkap rahasia masa lalu dan perasaan tersembunyi di antara keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chu-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 22
Lyra keluar dari kamar mandi, membetulkan kaos dan celana yang ia kenakan. Saat pintu terbuka, Jun, yang sedang bermain ponsel, melirik sekilas ke arah suara itu. Namun, begitu melihat Lyra, matanya membelalak.
Alih-alih marah, tawa Jun meledak tanpa bisa ditahan.
"Pfftttt..." suara tawanya memenuhi kamar.
Lyra yang melihat reaksi itu jadi bingung dan sedikit cemas. Ia sudah mempersiapkan diri untuk dimarahi karena memakai pakaian milik Jun tanpa izin. Namun, kenyataan ini membuatnya semakin tidak mengerti.
"Apa yang kau kenakan? Tidak adakah lemari pakaian wanita di sana? Kau terlihat seperti baju yang sedang memakai dirimu," ujar Jun sambil berusaha menahan tawanya.
Kaos putih milik Jun yang kebesaran menutupi hampir seluruh tubuh kecil Lyra. Sementara celana training panjang dan lebar itu membuat kaki Lyra nyaris tak terlihat. Ia bahkan harus terus memegangi pinggang celana agar tidak melorot.
Tawa Jun semakin menjadi-jadi. Ia memegang perutnya sambil terguncang tawa.
"Hahahaha... aku tak percaya kau benar-benar memakai itu!"
Dengan wajah tertunduk malu, Lyra menjawab pelan, "Itu... pakaian wanita di dalam terlalu kekurangan bahan. Aku tidak suka. Jadi, aku pinjam punyamu."
Masih sambil memegangi celana agar tidak melorot, Lyra berjalan menuju ranjang. Ia mengambil sebuah bantal, lalu membawanya ke sofa di dekat jendela. Dengan santai, ia meletakkan bantal itu dan merebahkan tubuhnya di atas sofa.
Jun yang masih duduk di ranjang menghentikan tawanya, keningnya berkerut melihat tindakan Lyra.
"Kenapa kau tidur di situ?" tanyanya dengan nada datar.
"Lalu aku harus tidur di mana? Apa Tuan Jun berharap aku tidur seranjang denganmu? Jangan harap," jawab Lyra tanpa basa-basi, wajahnya tetap tenang.
Jun memutar matanya kesal. "Ha? Kamu pikir siapa juga yang mau tidur denganmu?" sahutnya tajam.
Dengan gerakan cepat, Jun mematikan lampu kamar dan menarik selimutnya dengan kasar. Namun, bahkan dalam gelap, pikirannya tetap sibuk.
"Dasar wanita gila, dia pikir dia siapa? Harusnya aku yang takut jika kau berniat buruk." batinnya penuh kesal sebelum akhirnya mencoba memejamkan mata.
Beberapa saat kemudian, suara ketukan terdengar di pintu kamar. Jun dan Lyra, yang sudah memejamkan mata, membuka mata mereka. Ketukan itu kembali terdengar, diiringi suara lembut dari luar.
"Jun, Lyra, apakah kalian sudah tidur?" suara nenek memecah keheningan.
Jun segera menyalakan lampu, dan mata mereka saling bertatapan. Lyra, yang awalnya berbaring di sofa, dengan cepat bangkit. Ia menarik bantalnya dan bergegas menuju ranjang. Namun, langkahnya tersendat ketika celana training kebesaran itu diinjak kakinya sendiri.
"Kyaa!" teriak Lyra saat tubuhnya hampir jatuh.
Refleks, Jun bergerak menangkap Lyra sebelum ia terjatuh. Tubuh mereka saling bersentuhan, mata mereka bertemu sejenak dalam diam. Namun, suara nenek yang menunggu di luar memecahkan momen itu.
"Suara apa itu? Jun, ada apa di dalam?" tanya nenek dengan nada khawatir.
Jun langsung melepaskan Lyra tanpa banyak pikir. Tubuh Lyra terhempas ke lantai dengan suara keras.
"Gubrak!"
Lyra melotot ke arah Jun sambil meringis kesal. "Kau!" serunya marah.
Jun mengabaikan tatapan Lyra dan berjalan ke pintu. Setelah membuka pintu, ia menyapa nenek yang berdiri di sana.
"Jun, apa yang terjadi? Nenek mendengar suara jeritan," tanya nenek, terlihat cemas.
Jun berusaha menjaga wajahnya tetap tenang meskipun gugup. "Oh, itu... tidak ada apa-apa, Nek," jawabnya singkat.
Nenek memperhatikan Jun dengan tatapan penuh arti, lalu tiba-tiba tersenyum misterius.
"Baiklah, nenek paham. Memang anak muda sangat... energik," katanya sambil tersenyum kecil.
Jun mengerutkan dahi, bingung dengan maksud nenek. "Nenek, ada keperluan apa malam-malam begini?" tanyanya.
Nenek menyerahkan dua gelas jus kepada Jun sambil berkata, "Nenek hanya ingin memberikan ini untukmu dan Lyra. Minum jus ini dulu, lalu lanjutkan aktivitas kalian. Semangat!" Setelah itu, nenek pergi dengan senyum jahil.
Jun memandang dua gelas jus di tangannya sambil menghela napas. "Melanjutkan aktivitas apa? Apa yang nenek pikirkan..." gumamnya pelan.
Jun kembali ke dalam kamar, menutup pintu, dan berjalan mendekati ranjang. Di sana, Lyra sudah bersembunyi di balik selimut milik Jun. Matanya melirik ke arah Jun yang datang membawa dua gelas jus.
"Apa nenek sudah pergi?" tanya Lyra pelan.
"Ya," jawab Jun datar. "Nenek meninggalkan jus ini untuk kita."
Lyra bangkit dari posisi tidurnya, membuka selimut yang menutupi tubuhnya. Kini ia hanya mengenakan kaos kebesaran milik Jun, tanpa celana training. Penampilannya membuat Jun terdiam sejenak, kaos itu hanya sampai di atas lutut Lyra, membuatnya terlihat sederhana namun mencuri perhatian.
Lyra berdiri mendekati Jun, memperhatikan jus di tangannya. Aroma shampo dari rambut Lyra menyentuh indra penciuman Jun. Dengan wajah polos, Lyra mendongak menatapnya.
"Berikan padaku," ucapnya.
Jun menyerahkan salah satu gelas jus tanpa banyak berpikir. Lyra langsung meneguk jus itu beberapa kali hingga habis.
"Rasanya agak aneh," komentar Lyra sambil berjalan ke sofa dan meletakkan gelas kosongnya di atas meja.
Jun menatapnya tak percaya. "Tunggu, kenapa kau meminumnya tanpa bertanya dulu itu jus apa?" tanyanya.
Lyra berhenti, menoleh santai. "Oh iya, jus apa itu?"
"Jus tauge," jawab Jun singkat.
"Oh," sahut Lyra acuh tak acuh.
Jun memandangnya dengan tatapan tak percaya. "Kau tahu jus itu untuk apa?" tanyanya lagi.
Lyra mengangkat bahu. "Aku tidak peduli. Kalau nenek menyuruhku minum, aku akan minum."
Jun mendengus pelan. "Bagaimana kalau itu mengandung racun?" godanya.
Lyra memutar matanya. "Ha? Kau pikir nenek mau meracuniku? Nenek tidak sekejam dirimu," sahutnya santai sambil merebahkan tubuhnya di sofa.
Jun tersenyum kecil, lalu berkata dengan nada penuh arti, "Baiklah. Bahkan jika itu jus untuk kesuburan, kau tetap akan meminumnya. Seharusnya kau juga tidur seranjang denganku. Itu yang diharapkan nenek."
"Uhuk! Uhuk!" Lyra terbatuk mendengar ucapan Jun. Matanya membulat, menatap Jun penuh keterkejutan. "Jus untuk... kesuburan?" gumamnya.
Melihat ekspresi Lyra, Jun hanya tersenyum sinis. Ia meletakkan gelas jusnya di meja, berjalan menuju ranjang, dan merebahkan tubuhnya sambil menarik selimut. Sebelum memejamkan mata, ia mematikan lampu kamar.