"Hey, Dad !!"
Tidak ada angin maupun hujan tiba-tiba Kaizar di panggil ayah oleh dua bocah kembar yang kebetulan ia temui di sebuah mall.
"Jangan panggil aku Daddy, aku belum menikah." Tolak pria itu dengan tegas.
Namun sejak saat itu hidup Kaizar selalu di ganggu oleh ke dua bocah nakal itu.
Siapa sebenarnya mereka dan ada hubungan apa mereka dengan Elle sekretaris sekaligus partner ranjangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab~06
"Apa yang kamu lakukan di sini? Bukankah jam segini harusnya di kantor ?" Ucap Kaizar dan itu membuat Elle langsung mengangkat wajahnya.
Melihat keberadaan pria itu membuat Elle nampak jengah, tidak bisakah mereka tidak bertemu saja?
"Bukan urusanmu, lagipula bukankah seharusnya kamu juga berada di kantor ?" Balas wanita itu dengan wajah tak ramah.
Meskipun pria di hadapannya itu sangat tampan dan macho dengan kulit samo matangnya, tapi ia sedikit pun tak tertarik dengan pria berkelakuan minus tersebut.
"Aku seorang bos jika kamu lupa, jadi sesukaku mau datang ke kantor atau tidak." Terang Kaizar menyombongkan dirinya, ia harus membuat wanita itu takluk dengan kekuasaannya.
Elle benar-benar muak, lantas wanita itu segera beranjak. Lebih baik ia segera pergi dari hadapan pria itu.
"Jangan bilang kamu sedang mengandung anakku? Bahkan kita baru beberapa hari melakukannya dan ku rasa kamu tidak berniat menjebakku kan ?" Cibir Kaizar seraya melirik papan ruangan di belakang wanita itu, meskipun wanita di hadapannya sangat menarik tapi sedikit pun tak ada niat untuk menjadikannya sebagai seorang istri.
Wanita murahan yang rela melemparkan tubuhnya pada seorang pria demi uang tidak akan pantas masuk ke dalam keluarga besarnya.
"Kalau pun aku hamil, aku juga tidak akan sudi anakku memiliki seorang ayah sepertimu." Tetap Elle tepat di depan wajah pria itu, kemudian ia segera berlalu pergi dari sana.
Kaizar masih terpaku di tempatnya, baru kali ini ada seorang wanita yang mengabaikan pesona dan juga kekayaannya. Sebagai seorang pria harga dirinya benar-benar di rendahkan.
"Siapa wanita itu, Kai ?" Pak Adiguna, sang ayah yang baru keluar dari ruangan dokter langsung bertanya saat melihat seorang wanita berlalu pergi meninggalkan anak bungsunya tersebut.
"Bukan siapa-siapa Pa, hanya wanita gila yang tidak penting." Sahut Kaizar dengan wajah kesalnya.
Mendengar itu pak Adiguna nampak mengernyit, lalu pandangannya beralih ke arah wanita yang berlalu semakin menjauh dari pandangannya.
"Jangan terlalu membenci seseorang, karena bisa jadi suatu saat kamu akan menyukainya." Nasihat sang ayah sembari melangkah.
"Tidak, itu tidak mungkin." Potong Kaizar, tipe wanita idamannya adalah seorang wanita berhati lembut seperti mantan cinta pertamanya, bukan wanita bar-bar dan berwajah ketus seperti wanita itu. Entah siapa namanya ia tak peduli, tapi ia tidak akan menyerah sebelum berhasil menaklukkannya dan membuat wanita itu memohon padanya.
Kini dua pria beda generasi itu terlihat jalan beriringan melewati koridor rumah sakit menuju tempat parkiran, sementara itu tak jauh dari mereka nampak Justin dan Austin sedang berlarian.
"Jus, kita harus tetap menunggu mommy di ruangan paman dokter." Ucap Austin pada saudara kembarnya.
"Jika kita bisa mendatanginya, kenapa harus menunggu ?" Sahut Justin yang memiliki sifat lebih keras kepala di banding sang adik.
"Bagaimana jika Mommy marah ?" Austin kembali menakutinya.
"Kita akan mencium pipinya, pasti mommy tidak akan marah lagi." Terang Justin lagi, bocah kecil itu nampak berjalan cepat hingga tanpa sengaja menabrak Kaizar ketika hendak berbelok.
Hingga membuat mereka nampak saling berpandangan dan Justin maupun Austin bukannya takut malah terlihat kesal, kedua bocah itu masih mengingat bagaimana pria itu mengatakan jika mereka anak-anak yang badung.
"Astaga kalian ?" Kaizar masih mengingat mereka, karena terakhir bertemu pun di rumah sakit ini.
"Kami tidak akan meminta maaf, paman. Karena sebagai orang dewasa paman jalannya tidak mau hati-hati." Tegas Justin menatap berani Kaizar, namun Austin langsung berbisik pada saudaranya tersebut.
"Tapi kita yang menabraknya, Jus." Ucapnya lirih.
"Diamlah, kita jangan mau di tindas oleh orang dewasa." Balas Justin dengan tak kalah lirih.
"Kalian ini sudah tahu rumah sakit kenapa masih lari-lari ?" Tegur Kaizar kemudian.
"Kami tidak berlari paman, tapi kami berjalan cepat. Karena mommy sedang membutuhkan bantuan kami." Terang Justin membalas dan lagi-lagi sang adik langsung berbisik padanya.
"Memang mommy butuh bantuan apa ?" Lirih Austin tak mengerti.
"Diamlah, ini bagian dari strategi." Balas Justin tak kalah lirih.
Austin nampak mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. "Benar paman, mommy sedang butuh bantuan jadi kami harus segera pergi." Ucapnya lantas menarik saudaranya itu untuk segera berlari dari sana.
"Astaga anak-anak ini, kecil-kecil pintar sekali berbohong." Gerutu Kaizar yang merasa di kibuli oleh mereka dan itu membuat sang ayah nampak terkekeh.
"Mereka persis sekali seperti kamu dan kakakmu waktu kecil dulu." Timpal pria paruh baya tersebut.
"Ngomong-ngomong, apa sebelumnya kalian pernah bertemu? Sepertinya mereka kurang suka melihatmu." Tanya pak Adiguna penasaran, karena aura permusuhan di antara mereka sangat terlihat dan ia tahu putranya itu meskipun sudah beranjak dewasa tapi sifatnya tak pernah mau mengalah baik sama anak kecil sekalipun dan hanya sang kakak yang di takutinya.
"Sebelumnya kami pernah bertemu di rumah sakit ini juga saat mengantar mama check up." Terang Kaizar mengingat bagaimana kedua bocah itu telah membuat sang ibu emosi.
"Apa mereka pasien ?" Pak Adiguna nampak penasaran, entah kenapa saat melihat mereka ia seperti kembali ke masa lalu di mana-mana kedua anaknya masih kecil-kecil dan jika di lihat-lihat mereka juga sedikit mirip.
"Jika mereka pasien tidak mungkin selincah itu pa, ku rasa mereka anak dari staf rumah sakit ini." Terang Kaizar.
Pak Adiguna hanya mengangguk kecil dan tak terasa kini mereka sudah sampai di parkiran.
"Astaga, kenapa kalian ada di sini ?" Elle yang melihat kedua putranya menyusulnya ke bagian administrasi hanya bisa geleng-geleng kepala, banyak yang harus ia urus jadi sedikit lama dan kedua putranya benar-benar tidak sabaran.
"Kata paman dokter sudah boleh pulang mommy, karena kami sudah tidak demam lagi." Ucap Justin.
"Itu benar, mereka anak-anak yang kuat dan bisa pulang sekarang." Ucap seorang pria tiba-tiba dan itu membuat Elle langsung menoleh.
"Dokter Rangga ?" Ucapnya saat melihat pemilik rumah sakit sekaligus kepala dokter yang menangani anaknya, masih muda dan juga tampan.
"Terima kasih, dok. Saya sudah mengurus semua administrasinya." Terang Elle.
"Panggil Rangga saja, El dan bukankah sudah ku bilang aku bisa membantumu jika kamu tidak keberatan." Ucap dokter tersebut.
"Terima kasih dok eh Rangga atas kebaikan mu, tapi aku masih mampu membiayai pengobatan putraku." Terang Elle, karena ia pikir tak ada yang gratis di dunia ini dan pria di depannya itu pasti juga memiliki tujuan tertentu.
Melihat kedekatan sang ibu dan dokternya, Justin tiba-tiba membawa saudara kembarnya itu menjauh dari sana. "Aus, bagaimana pendapatmu dengan paman dokter ?" Tanya bocah kecil itu kemudian.