Camaraderie berarti rasa saling percaya dan persahabatan diantara orang-orang yang menghabiskan banyak waktu bersama.
Seperti halnya dengan dua anak manusia yang bertemu dan berteman sejak mereka kecil, namun karena tuntutan pekerjaan orang tua, mereka harus terpisah.
Mereka percaya bahwa dikemudian hari mereka akan bertemu dan bersama kembali, entah sebagai teman bermain seperti dulu atau sebagai teman hidup di masa depan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon firefly99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Foto Bersama
"Kuy turun, kita foto bersama dengan tim sekolah." ajak Johan.
"Gak usah deh, langsung balik saja." tolak Ale.
"C'mon Le. Lo gak sendiri, kita ada banyak ini. Sekalian ngukir kisah." ajak yang lain.
Rupanya tidak hanya teman sekelas Ale yang memikirkan hal yang sama, beberapa kelas yang lain juga mengajak tim basket untuk foto bersama.
"Le, jauh amat lo. Kayak lagi musuhan aja." ucap Aidil saat melihat Ale berdiri di ujung. Kalau mau, perempuan itu bisa menggunakan kesempatan ini untuk foto bersama Genta dan berdiri tepat di sebelah lelaki itu.
"Di sini saja, kak. Santui lah." Ale menimpali.
"Oke, senyum. Satu dia tiga!" ucap fotografer.
"Terima kasih, pak." ucap Johan mewakili teman-temannya.
"Congrats untuk kakak-kakak semua" Ujar yang lain kepada para pemain.
Ale juga melakukan hal yang sama, memberikan ucapan selamat kepada para pemain.
"Lo kayak anak TK deh, bawa jajanan." ledek Randi.
"Dih, sembarangan. Bilang aja kalau kakak juga mau." balas Ale.
"Mau dong, kuaci nya." jujur Randi.
Ale lalu mengeluarkan bungkusan kuaci dan memberikannya kepada Randi.
"bagi dengan yang lain, anggap saja hadiah dari dedek gemas kalian"
"Sa ae lo bocah."
Ale terkekeh.
"Anaknya pak Altair, oit!" seru seseorang.
Ale menoleh, ia mendapati Air yang sedang menaikkan sebelah alisnya. Ale balas menaikkan sebelah alisnya juga.
Orang-orang menatap ke arah Ale dan juga Air yang berjalan mendekati Ale. Tiba di depan Ale, lelaki itu menoyor pelan kening Ale.
"Dasar yah" ucap Air pelan.
"Ga, perlu difoto gak nih?" teriak teman Air yang kebetulan memegang kamera.
"Sabi lah." jawab Air.
"Madep sana Sha." suruh Air. Ia merangkul bahu Ale yang tingginya sebatas pundaknya.
"Udah belum? Aku mau pulang."
"Buru-buru amat. Ikut kakak dulu lah, biar kenalan dengan teman-teman kakak." ajak Air.
"no, kak. Papa sepertinya sudah jemput." tolak Ale. Ia lalu mengeluarkan ponselnya yang kebetulan sedang berdering. Ia langsung saja memperlihatkan layar ponselnya ke Air, membuat lelaki itu mengangguk paham.
"Nanti kakak telpon." ucap Air, ia menepuk kepala Ale dua kali sebelum membiarkan perempuan itu pergi.
"Itu siapa?"
"Baru liat gue."
"Nerd, tapi kok manis?!"
"Gak bosan lihatnya "
Beberapa pekikan itu terdengar, mengiringi langkah Ale yang mengarah ke jalan keluar. Seakan lupa sesuatu, Ale membalikkan badannya.
"TEMAN-TEMAN , PAMIT DULU YAH. SEE YOU!" teriak Ale .
"SEE YOU"
"IYA CANTIK!"
"HATI-HATI LE!"
Rupanya bukan hanya teman-teman Ale yang membalas pamitan nya, tapi juga beberapa orang yang masuk dalam kategori buaya.
"Centil banget" ucap Tiara.
"Lo sih, ngasih kelonggaran mulu" Cika mulai menyiram bensin.
Tiara mengepalkan tangannya. Ale tidak hanya mengganggu Genta, tapi juga kecentilan ke banyak orang.
"Jiah, pantesan gak pacaran. Orang udah ada simpanan." ucap Bara, teman Air.
"Simpanan? Drama banget bahasa lo." Ardya menggeplak kepala Bara.
"Siapa?" tanya Bagas.
"Childhood friend." jawab Air singkat.
"Ar, fotonya jangan lupa dikirim." ucap Air lagi kepada Ardya.
"Aman, bro" Ardya mengangkat jempolnya.
Tidak sulit bagi Ale menemukan papanya yang terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa orang lainnya yang ada disekitarnya.
"Maaf, pa. Tadi foto bersama dulu." ucap Ale sesaat ia duduk di kursi penumpang.
"Nggak masalah, kak. Papa juga belum lama datangnya." Altair mengacak pelan poni anaknya.
"Pa, tadi kakak ketemu kak Air." cerita Ale.
"Tapi kok kak Air tahu yah kalau kakak ada di sana?" heran Ale.
"Kemarin papa tidak sengaja ketemu Air, dia duluan yang menyapa, papa sampai kaget lihatnya. Kami ngobrol sebentar, dan Air minta nomor kakak. Kebetulan Air kan pakai seragam basket yah, jadi papa kelepasan bilang kalau kakak akan nonton basket. Eh, tahunya benaran ketemu." Altair bercerita balik.
"Owalaah, paham paham." Ale akhirnya mengangguk mengerti.
"Air makin tampan kan yah? Lebih tampan dari siapa itu?"
"Iyaa, pa. Kakak juga kaget lihatnya, mana tingginya juga gak tertolong. Setinggi papa gak sih?"
Altair mengangguk.
"Sama kayak papa." jawabnya.
Tiba di rumah pribadi Adiyaksa, Ale harus merasakan diuyel uyel oleh opa dan Omanya. Ini adalah kali kedua ia mengunjungi rumah sang opa dihitung sejak ia pindah kesini.
"Cantik sekali cucu oma." Arawinda mencubit pelan pipi cucunya.
"Kayak oma yah?" goda Ale.
"Ya iya dong. Tapi paling mirip sama mamanya"
Wajah Ara dan Ale memang sebelas dua belas, orang-orang akan mengira jika mereka kembar. Padahal usia mereka terpaut sangat jauh.
"Mama kemana?" tanya Ale .
"Ke rumah Aruna. Tadi kebetulan Aruna pulang kuliah, terus lihat mama kamu, makanya diajak ke sana."
"Mbak Aruna yang itukan? Cucunya opa Aland?" tanya Ale memastikan.
"Iya, sayang." Arawinda mengangguk.
Altair sudah sibuk bercakap-cakap dengan papa mertuanya di teras belakang.
Berbekal petunjuk dari Omanya, Ale menyusuri jalanan kompleks. Ia akan menyusul mamanya dan juga melepas rindu dengan Arunika atau biasa dipanggil Aruna.
"Cat biru, hanya ini yang rumahnya di cat biru." monolog Ale.
"Kak, ngapain?" teriak Ara. Sepertinya ia sudah hendak pulang, karena berdiri di teras.
"Alee, ayo masuk!"
Belum sempat Ale menjawab pertanyaan mamanya, suara lembut Aruna sudah terdengar mendahului nya.
"Ii rindu sekali. Makin cantik kamu, dek"
Ale merasakan jika ia sedang dipeluk, bahkan pipinya sedang dicium.
"Mbak juga cantik sekali" ucap Ale setelah tubuhnya terbebas dari pelukan Aruna.
"Wah, gak mau kalah rupanya."
Ale nyengir. Ia lalu menatap mamanya.
"Mama sudah mau pulang yah?" tanya Ale.
"Iya. Tapi kalau kakak masih mau ngobrol, gak apa-apa di sini saja." Ara memang sangat pengertian.
"Terima kasih Tante Ara." seru Aruna dengan sangat senang.
"Terima kasih mama" ucap Ale.
"Ya sudah, mama pulang dulu. Mbak Aruna, terima kasih jamuannya yah "
"Sama-sama Tante."
Selepas kepergian Ara, Aruna membawa Ale ke ruang keluarga.
"Kata Tante Ara, kamu sudah 3 bulan di sini?" tanya Aruna.
"Iya, mbak. Sudah agak lama."
"Ih kok jahat sih gak nyamperin mbak? Padahal rumah mbak dan rumah opa Adiyaksa gak jauh ini lho."
"Gak sempat, mbak. Ini baru kali kedua Ale ke rumah opa. Jarak batalyon dari sini jauh soalnya, jadi berpikir lama kalau mau sering sering ke sini ." jujur Ale.
"Iya sih . Tapi besok-besok kalau mbak jemput kamu, kamu harus ikut yah. Huaah, mbak senang sekali lihat kamu, dek."
Ale bisa melihat ketulusan Aruna, terbukti dengan jatuhnya setetes air mata perempuan itu.
"Ale juga senang, mbak. Pisahnya sudah sangat lama, eh gak tahunya dikasih kesempatan untuk ketemu lagi." ucap Ale.
mksih ya kak jd ikut happy sama geng nya Alesha... 😍😍
kapan terbongkarnya ini kayaknya semakin seru 😁
Kapan nihh ale sama air nikah hehe 😂