CAMARADERIE : Alesha & Airlangga
Karena tuntutan pekerjaan, Ale harus mengikuti kemana sang papa ditugaskan. Seperti saat ini, sang papa ditugaskan di salah satu daerah yang masih berada di bawah naungan Kodam Atlantis yang membawahi beberapa batalyon, dan Altair menjadi salah satu komandan dari batalyon tersebut.
"Ii, kakaknya tampan!" seru Ale saat ia tidak sengaja melihat seorang pemuda yang mengenakan seragam putih abu-abu yang dilapisi dengan almamater sekolah.
"Mulai" tegur Aldric.
"Biarkan saja, Al. Kakak sudah besar, biarkan dia berekspresi." ucap Alaric.
"Yeay, terima kasih Aric. " Ale mencium pipi adiknya sekilas.
Altair hanya bisa menggelengkan kepalanya pasrah melihat tingkah anak gadisnya yang kini sudah berubah banyak. Ia tidak lagi kalem, malah lebih berani berekspresi dan sedikit centil. Seperti tadi, ia bahkan tidak segan memuji ketampanan lelaki lain di depan dirinya dan kedua anak laki-lakinya.
Tiba di rumah dinas, Ale lekas mengambil seragam barunya untuk ia cuci. Karena besok ia harus memakai seragam itu. Hanya seragam putih abu-abu seperti pada umumnya yang dilengkapi dengan logo sekolah.
"Mama, tadi kakak lihat lelaki tampan." curhat Ale.
"Lebih tampan dari papa dan kedua adik?" tanya Ara.
"Masih lebih tampan papa dan kedua adik, tapi ini cukup tampan, mama." jawab Ale jujur.
"Wah, mama perlu lihat juga kalau begitu." ucap Ara.
"Ra, jangan mulai." teriak Altair dari ruang tengah. Sepertinya lelaki itu mendengar percakapan antara anak dan mama.
"Bercanda, mas " Ara balas berteriak.
"Nah, mama jangan macam-macam. Telinga papa tajam soalnya." Ale terkekeh kecil.
✨✨✨
"Lha!" heran Aric saat melihat penampilan kakaknya. Bagaimana tidak, mata indah kakaknya kini tertutupi kaca mata non ukuran, rambutnya juga yang langganan treatment kini sedang di kepang.
"Apa lagi kali ini kak?" tanya Al frustasi.
"Hehe" Ale hanya nyengir. Ia lalu ikut duduk disebelah mamanya.
"Gak ngaruh. Masih cantik itu." ucap Altair.
"Yah, kecewa aku. Lagian siapa yang ngomong kalau aku gak usah cantik cantik?" ujar Ale.
"Lagian ada-ada saja sih. " ucap Ara. Meskipun dirinya lah pelaku kepang mengepang itu.
"Kan biar gak menarik perhatian laki-laki, mama." jawab Ale.
Sarapan lalu dilaksanakan, agar tuan putri tidak terlambat datang ke sekolah barunya. Niat Ale untuk bersekolah di sekolah depan batalyon, surut begitu saja. Ia rasa, dirinya butuh suasana baru, mungkin dengan cara bersekolah yang jaraknya cukup jauh dari rumah.
"Bye-bye mama!"
Karena baru hari pertama sekolah, Ale dan kedua adiknya diantar oleh Altair ke sekolah.
"Ingat pesan papa, nanti papa jemput. Tunggu di halte yah." Altair kembali mengingatkan anak-anaknya saat mobilnya sudah berjalan.
"Kakak juga, jangan genit." Aldric memberikan pesan khusus untuk kakaknya.
"Genit aja kak. Mana tahu lagi hoki terus ketemu cowok ganteng." ujar Alaric.
"ALARIC!!!" seruan kompak itu membuat si bungsu menutup mulutnya, agar tidak sembarangan berkata.
Ale tiba di sekolahnya lebih dulu. Ia tak lupa pamit dan ia lalu membalikkan badannya dan melihat sekolah megah di depannya. Menurut hasil pencarian Ale lewat ponselnya, Tunas Bangsa adalah sekolah swasta favorit nomor dua di Atlantis. Hari ini Ale akan mengikuti serangkaian kegiatan sebelum dinyatakan menjadi siswi sekolah ini.
Dengan langkah yang penuh perhitungan dan percaya diri, kaki Ale bergantian menapaki susunan batako yang membuat ia semakin dekat dengan gerbang sekolah.
HITUNGAN SATU SAMPAI TIGA SEMUANYA HARUS BERADA DI LAPANGAN!
Seruan itu membuat yang lain berlari secepat mungkin memasuki lapangan serbaguna yang terlihat dari gerbang sekolah. Ale juga melakukan hal yang sama.
Bruk!
Namun suara tadi berhasil membuat larinya terhenti dan melihat ke belakang. Disana, ada seorang perempuan yang sepertinya juga murid baru baru saja terjatuh. Tanpa berpikir lama, Ale memutar badannya dan berjalan mendekati perempuan tadi. Ia lalu membantunya berdiri, seolah lupa jika tadi ia terburu-buru memasuki lapangan.
"Kamu bisa jalan nggak?" tanya Ale memastikan.
"Bisa kok. Terima kasih yah. Kamu bisa lari ke lapangan sekarang, nanti kena hukum. "
Ale menggelengkan kepalanya.
"Udah telat kok, jadi sekalian saja." ucap Ale dengan sangat yakin.
"Namaku Liona. Liona Lanika lengkapnya."
"Halo Liona, namaku Ale. Ayo jalan sekarang, aku bantu kok." ajak Ale. Ia memapah Liona sampai ke lapangan dan menjadi bahan perhatian orang-orang di dalam sana.
"WAH, LIHAT TEMAN KALIAN! SUNGGUH HEBAT TELAT DIHARI PERTAMA MASUK SEKOLAH? MAU JADI APA NANTINYA? JADI PEMBANGKANG YAH? TERUS MALU-MALUIN NAMA SEKOLAH!" seru seorang perempuan yang sepertinya salah satu panitia MOS.
"Sudah, tenang dulu."
Pandangan Ale lalu mengarah ke sumber suara yang terdengar sangat adem. Matanya membulat melihat lelaki tampan yang ia lihat kemarin.
"cihh!" perempuan itu pergi setelah berdecih.
"Kenapa kalian bisa terlambat?" tanya salah satu panitia perempuan yang datang bersamaan dengan lelaki tampan kemarin. Suaranya jauh lebih lembut jika dibandingkan dengan kakak kelas tadi.
"Karena gak tepat waktu, kak" jawab Ale polos yang membuat Liona mencubit lengan Ale.
"apa sih Liona, kok cubit aku?" tanya Ale.
"Kalau ditanya, jawab yang serius." suara adem tadi berubah menjadi tegas, membuat Ale kembali terkejut.
"Tadi saya jatuh, kak. Terus Ale membantu saya, makanya kami berdua terlambat sampai di lapangan." jujur Liona.
Perempuan yang bernama Nadya Aisyah itu mengangguk mengerti.
"Hari ini saya maklumi yah, karena tujuannya juga baik, yaitu saling membantu. Silahkan cari regu kalian."
"Terima kasih, kak." kompak Ale dan Liona. Sangat kebetulan sekali mereka berada di regu yang sama.
Ale dengan seksama mendengar rundown acara hari ini yang dibacakan oleh salah satu panitia. Jadi kegiatan ini hanya berlangsung satu hari tapi sampai pukul 4 sore. Hal itu membuat Ale bergerak cepat mengirimkan pesan kepada papanya.
To Papa : Pa, kakak pulang agak sore hari ini.
To Al : Al, kamu dan Aric pulang duluan saja. Kakak ada kegiatan sampai sore.
"Le, jangan main hp dulu, sejak tadi kak Tiara lihat kamu terus." ucap Liona pelan, namun tatapannya tetap mengarah ke depan.
"Iya, nggak kok." Ale dengan cepat memasukkan kembali ponselnya ke saku bajunya dan memfokuskan pandangannya ke depan. Tadi ia juga merasa jika dirinya sedang diperhatikan dan benar saja, senior sarkas tadi adalah pelakunya.
Saat jam pulang tiba, Ale mendapati mobil papanya di luar. Kebetulan di sebelahnya ada Sinta dan juga beberapa senior yang lain yang sepertinya ikut menunggu jemputan di depan. Altair beberapa kali di sapa oleh anak-anak Tunas Bangsa dan diberi respon berupa anggukan oleh lelaki itu. Hal itu membuat Ale sangat bete.
Wajah datar Altair semakin nampak saat melihat anaknya duduk bersama beberapa orang anak laki-laki.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 206 Episodes
Comments
Abel_alone
AQ suka ceritanya, lnjut Thor
2024-05-16
1