NovelToon NovelToon
Only 200 Days Mr.Mafia

Only 200 Days Mr.Mafia

Status: tamat
Genre:Tamat / Mafia / Cinta pada Pandangan Pertama / Keluarga / Romansa / Roman-Angst Mafia / Persaingan Mafia
Popularitas:2M
Nilai: 4.7
Nama Author: Four

Bagiamana jika kehidupan seorang mafia yang terkenal akan ganas, angkuh atau Monster ternyata memiliki kisah yang sungguh menyedihkan?

Bagaimana seorang wanita yang hanyalah penulis buku anak-anak bisa merubah total kehidupan gelap dari seorang mafia yang mendapat julukan Monster? Bagai kegelapan bertemu dengan cahaya terang, begitulah kisah Maxi Ed Tommaso dan Nadine Chysara yang di pertemukan tanpa kesengajaan.

~~~~~~~~~~~
✨MOHON DUKUNGANNYA ✧⁠◝⁠(⁠⁰⁠▿⁠⁰⁠)⁠◜⁠✧

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

O200DMM – BAB 22

KEHIDUPAN MAXI YANG MALANG

Kedua mata Nadine serasa berat, perlahan dia mencoba membukanya. Tidak ada cahaya yang masuk karena tak seorangpun membuka gorden jendela. Tubuhnya merasa nyaman dan leluasa bergerak, ketika ia tersenyum puas sampai mulai tersadar sepenuhnya.

“Apa yang-- ” Dia mencoba melihat ke seluruh tubuhnya. Pakaian yang ia kenakan masih rapi, tubuhnya masih bersih tanpa adanya sesuatu yang aneh, tapi gadis itu mulai terkejut ketika menyadari bahwa kini dia terbangun di atas ranjang.

Nadine menoleh ke seluruh ruangan di kamar, mencari keberadaan pria yang mungkin saja telah memindahkan tubuhnya dari sofa ke ranjang.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu membuyarkan pikiran Nadine.

Ketika Nadine membukanya, ternyata bibi Doray yang tersenyum kearahnya. Wanita tua itu seolah yakin akan kehadiran Nadine yang bisa merubah sesuatu di Mansion ErEd.

“Aku pikir siapa!” Nadine tersenyum memijit keningnya. Bibi Doray juga ikut tertawa kecil ketika melihat ketegangan di wajah Nadine.

“Tuan Maxi menunggumu di ruang tengah.” Ucap Doray.

“Kenapa?” tanya Nadine heran.

“Kamu bisa bertanya sendiri. Ada baiknya segera temui dia sebelum amarahnya meluap!” Nadine tersenyum lebar ketika dia suka menjelekkan nama pria gila itu, seakan itu adalah kepuasan yang bisa dia lepaskan.

Maxi masih berada di ruang tengah bersama Zero, berdiri sambil berunding masalah pekerjaan yang akan muncul. Setiap hari, setiap jam pria itu akan selalu memikirkan pekerjaan, tak sekalipun dia berpikiran traveling atau menyenangkan diri sendiri selain s*x dengan para wanita j****g. Bisa di bilang, kehidupan Maxi tidaklah senormal seperti kehidupan sehari-hari Nadine di negaranya.

“Selamat pagi!” sapa Ina yang berjalan ke arah kakaknya.

“Hn.” Balas Maxi seperti biasa. Mereka di Mansion ErEd sudah terbiasa akan sifat dan sikap Maxi.

Ina beralih menyapa Zero dengan senyuman tipis sambil mengangguk. Tak lama kemudian, Nadine datang menghampiri ke arah Maxi. Tidak ada senyuman ataupun sapaan selamat pagi dari gadis itu. Sedikit aneh melihat tingkah Nadine yang 11,12 dengan Maxi.

“Aku harap kakak menikmatinya!” ujar Ina tersenyum lebar lalu pamit pergi begitupun Zero yang baru saja mendapat ucapan terakhir dari sang bos lalu pergi. Kini pria bernama Maxi itu berjalan ke arah istrinya yang masih saja dingin.

“Kamu terlihat lebih baik hari ini penulis!” ucap Maxi menguji kesabaran Nadine. Gadis itu menatapnya malas, karena dia tahu semua yang Maxi ucapkan hanyalah kebohongan belaka.

“Kita mau pergi kemana?” langsung ke inti, Nadine tidak suka berlama-lama dengannya.

Maxi berjalan lebih dekat, meraih tangan kiri istrinya tiba-tiba, lalu menuntunnya agar mengikuti langkahnya dari belakang menuju pintu keluar. Sedangkan di rumah Ericsson, pintu keluar berdekatan dengan arah dapur dan juga ruang makan.

Nadine sendiri sudah memintanya agar tidak menyentuh ataupun menggandeng tangannya, tapi pria itu tetap seenaknya sendiri.

“Maxi!” tiba-tiba langkahnya berhenti, Nadine menoleh lebih dulu ke sumber suara tadi. Rupanya suara itu dari Miia, yang berjalan menghampiri dua pasangan pengantin baru.

Maxi sendiri masih tidak menoleh, meski ibunya telah memanggilnya. Sejenak Miia menatap Nadine dengan lirikan, lalu tersenyum lebar ke putranya.

“Ada apa?” Tanya Maxi dengan nada dingin membuat Nadine terheran akan sikap pria itu. Sebenarnya apa yang dia lakukan?

Miia berusaha menguatkan dirinya, tetap tersenyum meski hatinya sangat sakit mendengar dan melihat Maxi selalu bersikap dingin kepadanya seperti dia bersikap pada Ericsson.

“Sebaiknya kita sarapan bersama! Sudah lama sejak kamu tidak makan bersama kami.” Maxi menoleh ke Miia dengan wajah datar, sedangkan Ericsson berserta yang lainnya hanya melihat lewat meja makan.

“Aku sibuk. Lagi pula aku punya rumah yang harus terus di tempati.” Ucap Maxi. Miia mencoba mengerti, wanita itu hanya tersenyum menanggung pelan.

Nadine masih memperhatikan kedua orang tadi dengan tatapan penuh pertanyaan.

“Aku pikir, kita bisa makan bersama mengingat Nadine sudah menjadi salah satu keluarga ini. Jadi— ” Maxi masih diam, ada rasa sakit tersendiri ketika dia berkumpul bersama keluarga tersebut. Tak seorangpun yang akan memahaminya.

“Para pelayan sudah menyiapkan makanan di rumah.” Maxi kembali berjalan dengan tangan yang masih menggandeng Nadine.

Miia kembali ke kursinya dengan wajah sendu. Sudah berapa kali dia gagal membujuk Maxi, bahkan Ericsson pun dia tolak, begitu juga Ina yang merupakan adik tersayangnya juga dia tolak dengan halus, untungnya Ina sangat pengertian dengan kakaknya sehingga dia tidak mau lagi mengusik ataupun memaksa kakaknya itu.

“Cih, bahkan putranya tidak mau menurutinya!” gumam Julia dengan nada ejekan.

“Julia!” tegur Ericsson.

“Apa? Apa yang ku ucapkan salah?” tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan dari Julia karena 100% adalah faktanya. Miia bahkan hanya memberikan tatapan marah.

“Setidaknya aku bisa memiliki keturunan. Bagaimana dengan wanita muda sepertimu?!” tangan Julia yang awalnya sibuk dengan garpu, kini berhenti seperti ada jeda.

Ericsson mulai malas mendengarnya.

Di luar rumah. Nadine menarik balik tangan Maxi hingga pria itu menoleh dan menghentikan langkahnya. “Apa?”

“Ayo kita sarapan bersama mereka.” Ajak Nadine. Maxi melepaskan genggamannya dan mulai berbalik badan agar leluasa menatap gadis yang saat ini tengah berani memberinya perintah.

“Pergilah sendiri.” Balas Maxi lalu kembali berbalik dan berjalan, namun langkahnya berhenti ketika suara Nadine masuk ke telinganya.

“Sampai kapan kamu bertahan sendirian? Pada kenyataannya, orang mati juga membutuhkan keluarga.” Dengan kasar Maxi berjalan ke arahnya lalu mencengkram leher Nadine dengan marah. Nadine balik memukulnya, berusaha melepaskan diri dari pria gila itu tapi sia-sia.

“Kamu tidak tahu apa-apa. Bahkan kamu tidak pernah merasakan asing di keluarga asing mu kan? Jadi diam lah, karena aku menikahi mu hanya karena sebagai umpan. Tidak lebih.” Ucapan Maxi sangat menusuk. Ketika pria itu melepas tangannya dari leher Nadine, barulah Nadine bernafas ngos-ngosan sambil menggosok bagian lehernya.

Dengan berani, gadis itu masih memberinya tatapan tajam.

“JIKA KAMU MEMBENCI MEREKA, KENAPA TIDAK KAMU BUNUH SAJA SEPERTI SOSOK MONSTER HAH?” sentak Nadine terus memegangi area lehernya yang masih terasa panas. Tatapan mereka saling bertemu.

“Andai bocah 9 tahun dulu bisa, maka aku tidak akan seperti ini.” Balas Maxi dengan nada rendah lalu bergerak pergi. Nadine menatap punggung pria itu, lagi dan lagi sesuatu membuatnya penasaran.

Dari arah pintu rumah Maxi, rupanya Alex baru saja melihat pertunjukan drama yang luar biasa. “Suami mencekik istrinya! Benar-benar konyol!” gumam pria pecundang itu tetap tersenyum miring. Pada dasarnya Alex takut dengan Maxi.

Sudah bertahun-tahun Maxi selalu menolak tinggal di rumah yang sama ataupun makan bersama. Dia selalu berpikir bahwa dia hanyalah anak pungut yang di temu Miia di pinggir jalan saat berusia 5 Tahun.

Jika saja Charlotte masih hidup, Maxi akan ikut berternak dengan pria itu, bukan dengan Ericsson.

Hidup sendirian dengan pelajaran hidup yang keras sudah Maxi lewati, baginya itu hal yang biasa. Dia sudah terbiasa dengan semua itu sehingga dia melupakan bagaimana kehidupan di luar sana? Kehidupan manusia yang sesungguhnya? Seperti menikmati hidup dengan bertraveling tanpa membunuh, ataupun menjadi kejam? How to?

Menjadi seorang monster adalah mottonya sejak dulu. Itu seperti tatto yang membekas permanen di kulitnya tanpa bisa di hapus.

1
Nur Lizza
ngk mungkin di Maxi yg membunuh giorgia.pasti ada dlng ny yg menyuruh orng lain membunuh giorgia dgn menggunakan topeng yg mirip muka maxi
Nur Lizza
satu persatu terbongkar jg
Nur Lizza
seru
Nur Lizza
lanjutkan
Nur Lizza
kyk ny dalang dr masalah ada di Ericson dn maxi yg jd tameng ny
Nur Lizza
lanjutkan
Nur Lizza
☺️☺️☺️
Nur Lizza
lnju5
Nur Lizza
kesempatan nadine bs tlp kakak mu
Nur Lizza
miia ada rahasia apa sebenarny
Azura Shuib
/Drool//Drool//Drool//Drool//Rose/
Noah Noah
greget deh
Four.: bangettt
total 1 replies
Nur Lizza
jgn kamu Julia yg bingung aku pun yg baca ikut bingung jg
Four.: nanti juga GK bingung 😁
total 1 replies
Nur Lizza
🤣🤣🤣🤣dh siap mati oleh maxi
Murni Ulina Boru Aritonang
Calum lah atau tirich
Khasma Wati
karya yg luar biasa
Four.: tancuuuu 😘
total 1 replies
jen
akan rindu pesona Maxi
Four.: selalu 😁
total 1 replies
Helen Nirawan
dasar cewe oon , cepe d
Helen Nirawan
si nadine gmn ,blg ny janji gk akan ngomong , malah cerita ke temen2 lu , itu kan sama aj ,isshh , lagian org klo dah bunuh2 gt , lu mo lari kmn pun pasti di cari tau
Four.: mohon bersabar 😁
total 1 replies
Ahsin
Nadine hanya bkin emosi... sok berani tp cenggeng dasar bego
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!