Alastar adalah sosok yang terperangkap dalam kisah kelam keluarga yang retak, di mana setiap harinya ia berjuang dengan perasaan hampa dan kecemasan yang datang tanpa bisa dihindari. Kehidupan rumah tangga yang penuh gejolak membuatnya merindukan kedamaian yang jarang datang. Namun, pertemuannya dengan Kayana, seorang gadis yang juga terjerat dalam kebisuan keluarganya yang penuh konflik, mengubah segalanya. Bersama-sama, mereka saling menguatkan, belajar untuk mengatasi luka batin dan trauma yang mengikat mereka, serta mencari cara untuk merangkai kembali harapan dalam hidup yang penuh ketidakpastian. Mereka menyadari bahwa meski keluarga mereka runtuh, mereka berdua masih bisa menciptakan kebahagiaan meski dalam sepi yang menyakitkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bita_Azzhr17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Festival Seni dan Budaya SMA Gonzaga.
Hari Sabtu tiba dengan semarak. SMA Gonzaga dipenuhi hiruk-pikuk para siswa yang mempersiapkan acara besar sekolah: "Festival Seni dan Budaya SMA Gonzaga." Sebagai tradisi tahunan, acara ini menjadi ajang unjuk bakat siswa sekaligus perayaan budaya. Tahun ini, acara diorganisir langsung oleh Frasha sebagai ketua OSIS, dengan dukungan penuh dari para anggotanya.
Di panggung utama yang dihiasi lampu warna-warni dan ornamen budaya, Frasha berdiri dengan clipboard di tangannya. Ia tampak sibuk mengoordinasi panitia, memastikan setiap detail berjalan lancar.
"Bagian dekorasi, pastikan lampu di panggung kanan nggak redup. Ini acara puncak, nggak boleh ada yang salah," ujarnya tegas.
Ilva, sahabat Frasha yang juga anggota OSIS, berdiri di sampingnya. "Lo kelihatan lebih tegang dari biasanya. Kenapa nggak duduk sebentar?"
Frasha menggeleng. "Gue harus pastiin semuanya sempurna. Acara ini tanggung jawab gue."
Di sisi lain lapangan, Alastar terlihat santai bersama Kayana. Mereka berjalan di antara stan makanan dan galeri seni, tertawa kecil sambil sesekali mencicipi jajanan. Kayana tampak menikmati suasana, sementara Alastar terus berada di dekatnya, seperti bayangan.
"Kay, kita mau ke mana lagi?" tanya Alastar sambil membawa minuman yang baru saja ia beli untuk Kayana.
"Ke galeri seni aja. Gue mau lihat lukisan-lukisan yang dipajang," jawab Kayana sambil tersenyum.
Di dekat lorong menuju galeri, Faldo, Falleo, Barram, dan Alarick memperhatikan mereka dari kejauhan.
"Star, seriusan? Lo sekarang jadi asisten pribadi Kayana?" ejek Barram.
Faldo menimpali, "Bukan cuma asisten, dia juga jadi tameng kalau ada yang gangguin Kayana."
Namun Alastar tidak menggubris komentar mereka. Ia terus berjalan bersama Kayana, meninggalkan teman-temannya yang hanya bisa menggelengkan kepala heran.
****
Ketika acara dimulai, suasana semakin meriah. Panggung utama menjadi pusat perhatian dengan berbagai penampilan seni, mulai dari tari tradisional, musik akustik, hingga drama budaya. Frasha, sebagai ketua OSIS, sibuk mengatur jadwal penampilan, sesekali memeriksa waktu dengan jam tangannya.
"Ilva, MC udah siap, kan?" tanya Frasha sambil menatap panggung.
"Udah, mereka lagi di belakang nunggu giliran," jawab Ilva sambil menyerahkan botol air mineral pada Frasha.
Di tengah kesibukan itu, pandangan Frasha sempat tertuju pada Alastar yang tengah berdiri di depan galeri seni bersama Kayana. Mereka tampak akrab, bercanda, dan tertawa, seperti dunia hanya milik mereka berdua.
"Lo nggak mau nyamperin mereka?" tanya Ilva, menyadari arah pandangan Frasha.
"Nggak penting," jawab Frasha dingin. Ia kembali fokus pada acara, meskipun sesekali matanya melirik ke arah Alastar tanpa sadar.
*****
Sore menjelang, puncak acara pun dimulai. Sebuah pertunjukan kolaborasi musik modern dan tradisional menghentak panggung utama. Seluruh siswa berkumpul di depan panggung, termasuk Alastar dan Kayana.
"Kay, sini duduk," ujar Alastar sambil menarik kursi untuk Kayana di barisan depan.
Kayana tersenyum. "Nggak usah segitunya, Star. Gue masih bisa berdiri."
Namun Alastar memaksa. "Lo udah capek muter-muter seharian. Duduk aja."
Frasha, yang berdiri di sisi panggung, sempat melirik interaksi mereka. Hatinya terasa aneh, seperti ada sesuatu yang mengganjal. Tapi ia menepis perasaan itu, berusaha fokus pada tugasnya sebagai ketua OSIS.
Ketika musik mulai dimainkan, perhatian semua orang tertuju pada panggung. Suara alat musik tradisional berpadu dengan gitar elektrik yang dimainkan oleh Alarick dan anggota ekskul musik lainnya sebagai perwakilan dari anak ekskul musik, menciptakan harmoni yang memukau. Alastar yang duduk di samping Kayana tampak menikmati suasana, sesekali menoleh ke arahnya.
"Kay," panggil Alastar pelan.
Kayana menoleh. "Kenapa?"
"Gue seneng bisa bareng lo hari ini," ucap Alastar tulus.
Kayana hanya tersenyum, menatapnya dengan mata yang berbinar. Namun momen itu terpotong ketika Faldo datang menghampiri mereka.
"Star, ada yang nyariin lo di belakang panggung," ujar Faldo.
"Siapa?" tanya Alastar bingung.
"Frasha. Katanya penting," jawab Faldo sambil mengangkat bahu.
Alastar terdiam sejenak, lalu menoleh ke Kayana. "Lo tunggu di sini sebentar, ya. Gue balik lagi."
Kayana mengangguk pelan, meskipun ada sedikit kekecewaan di matanya.
Di belakang panggung, Frasha berdiri dengan clipboard di tangan, menunggu Alastar datang.
"Lo nyariin gue?" tanya Alastar langsung.
Frasha menatapnya sebentar sebelum menjawab. "Gue butuh bantuan lo. Beberapa panitia cowok nggak dateng, dan gue butuh orang buat bantuin angkat properti panggung."
Alastar mengangguk. "Oke. Gue bantu."
Namun sebelum ia pergi, Frasha memanggilnya lagi. "Star, gue cuma mau bilang..."
Alastar menoleh. "Apa?"
Frasha terlihat ragu, tapi akhirnya ia menggeleng. "Nggak jadi. Udah, sana bantuin mereka."
Tanpa berpikir panjang, Alastar pergi meninggalkan Frasha yang masih berdiri di tempat, menatap punggungnya dengan perasaan yang sulit ia jelaskan.
