Karya ini hanya fiksi bukan nyata. Tidak terkait dengan siapa dan apapun.
Elyra Celeste Vesellier, putri bungsu dari Kerajaan Eryndor. Lahir di tengah keretakan hubungan orang tuanya, ia selalu merasa seperti bayangan yang terabaikan.
Suatu hari, pernikahan nya dengan Pangeran dari kerajaan jauh yang miskin ditentukan. Pukulan terbesarnya saat dia mengetahui siapa gadis yang ada dihati suaminya. Namun, Elyra pantang menyerah. Dia akan membuktikan jika dialah yang pantas menjadi Ratu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose Solace, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16
Beberapa hari ini, istana tengah dihebohkan oleh berita mengejutkan dari Cedric. Mengenai pernikahan nya dan bayi Sierra.
Namun, berita itu tidak mengusik ketenangan Lyra sama sekali. Hari-hari nya berjalan seperti biasanya. Seolah tidak ada sesuatu yang berarti.
Seperti hari ini, Lyra lebih memilih meminum teh dan makan buah-buahan di taman bunga istananya.
Lyra mengambil cangkir teh, terbuat dari porselen yang dilapisi emas, cangkir itu tampak semakin mewah di bawah pantulan sinar matahari.
Lyra duduk dengan tegak. Jemarinya terlihat lentik dan halus saat memegang cangkir teh. Jari telunjuk dan ibu jarinya menjepit gagang cangkir dengan lembut, sementara jari tengah menopang di bagian bawah gagang untuk keseimbangan. Jemari lain nya melengkung secara alami, tidak kaku, memberikan kesan anggun.
Sesekali dia menyelipkan anak rambutnya yang tertiup angin, ke belakang telinga. Wangi bunga yang terbawa angin, membuat fokus Lyra beralih pada hamparan bunga di hadapan nya.
Lyra berjalan mendekati hamparan bunga itu.
"Benar-benar tidak ada warna kuning", gumam Lyra.
Tangan Lyra menggantung di udara saat seseorang memanggilnya.
"Tunggu!", sela seseorang itu.
Lyra membalikkan badan nya. Di belakangnya Pangeran Ethan berdiri dengan senyuman. Mata Ethan menangkap sekuntum mawar putih yang mekar sempurna, memancarkan keindahan yang tak tertandingi.
"Meskipun bunga mawar terlihat cantik, tapi dia bisa melukaimu", ucap Ethan dengan suara yang lembut.
Lyra tidak menggubris. Perhatian nya masih terpaku pada bunga mawar putih di depan nya.
Dengan tenang Ethan merogoh sakunya, mengeluarkan sapu tangan bersulam benang emas yang halus. Dia menghamparkan sapu tangan itu di tangan nya, untuk melindungi jemarinya dari duri.
Kemudian dengan gerakan terampil, ia mengeluarkan pisau kecil berukir rumit namun indah dari pinggangnya. Mata pisaunya yang tajam berkilau, memantulkan sinar matahari, saat ia dengan hati-hati memotong batang mawar.
"Kamu bisa mengambilnya sekarang", Ethan menyerahkan sekuntum bunga mawar putih itu, bersama dengan sapu tangan nya, pada Lyra
"Terima kasih", Lyra menciumi bunga itu sekilas, kemudian menyerahkan sapu tangan Ethan kembali.
"Tidak perlu, simpan saja. Aku tidak mau tangan mu sampai terluka", ucap Ethan tulus.
Lyra tidak menjawabnya. Dia menyerahkan bunga mawar putih itu pada Anya.
"Taruh di kamar ku", perintah Lyra.
"Ya, Yang Mulia", Anya segera melaksanakan tugasnya.
Ethan duduk di bangku Lyra minum teh tadi. Dia memandang cangkir teh Lyra.
"Aku dengar kamu tidak suka dipanggil Elyra", Ethan mencium aroma teh yang berada di porselen pot.
Dia mengerutkan keningnya. Tidak hanya, aroma, dan warnanya, bahkan bentuk teh ini berbeda dari teh di Kerajaan Eldrath.
Teh itu di bawa Lyra dari Kerajaan Eryndor. Teh yang di dalam nya terdapat bunga kering. Akan mengembang jika disiram dengan air hangat.
"Apa seperti ini sikap para bangsawan Eldrath? Sangat tidak sopan", sindir Lyra.
Sikap Ethan membuatnya teringat pada Sierra. Mereka sama-sama tidak pernah berbicara sopan pada Lyra. Tidak pernah membungkuk. Dan tidak pernah memanggilnya "Yang Mulia" , sebagai bentuk penghormatan.
Ethan terkekeh lembut, "Bagaimana jika aku memanggil mu Lily?".
Bukan nya menjawab, Ethan justru melontarkan pertanyaan kembali.
Lyra mengerutkan alisnya, tidak pernah ada seseorang yang memanggilnya demikian.
"Jangan sembarangan memanggilku, Pangeran Ethan", jawab Lyra.
'Aku tidak sembarang. Kamu memang seperti bunga Lily. Terlihat anggun, tenang, dan indah' , jawab Ethan dalam hati.
"Aku akan menyuruh pengurus kebun untuk menanam bunga Lily lebih banyak. Karena sekarang aku akan memanggilmu, Lily", ucap Ethan penuh pendirian.
Lyra hanya menggelengkan kepalanya pelan. Ethan memang terkenal sebagai Pangeran berjiwa bebas.
"Anda memang Pangeran yang sulit di atur", ucap Lyra.
...****************...
Saat Ethan hendak menimpali perkataan Lyra, seseorang datang menghentikan nya.
"Ethan!", panggil Sierra dengan nada akrab.
Sierra dan seorang gadis kecil, lebih tepatnya adik perempuan Sierra, Selina. Mereka berjalan mendekat kearah Lyra, Natasha, dan Ethan.
Ethan memandang dingin ke arah Sierra. Berbeda dengan Lyra yang bersikap biasa saja.
"Untuk apa kamu datang kesini?", tanya Ethan sinis.
Sungguh, sejak pertama kali Sierra menginjakkan kaki di ibu kota, Ethan sudah tidak menyukai gadis itu.
"Ethan, kami sedang membahas mengenai perpindahan ku ke istana", ucap Sierra dengan nada gembira.
Ethan tidak menanggapinya lagi. Dia menoleh pada Lyra, kemudian tersenyum dengan lembut.
"Yang Mulia, sebaiknya kita pergi dari sini. Saya tidak ingin seekor tikus mengigit anda", ucap Ethan.
Lyra mengangguk pelan. Lyra, Natasha, dan Ethan segera pergi dari sana. Tanpa berbasa-basi ataupun mengahadap pada Sierra.
"Kakak sepertinya Yang Mulia Tuan Putri sedikit sulit di hadapi", ucap Selina, setelah ketiganya menghilang dari sana.
"Siapa yang kamu sebut Yang Mulia Tuan Putri!", sentak Sierra, "hanya aku yang boleh mendapatkan gelar itu".
Selina menunduk, dia tidak ingin berdebat dengan kakaknya. Sementara kedua tangan Sierra terkepal erat. Dia selalu berusaha ramah dan baik pada Ethan, tetapi Ethan selalu tidak perduli pada Sierra. Namun, sikap Ethan sangatlah berbeda terhadap Lyra.
...****************...
pabtes az d buang m kluarganya
hadeeehhh ,, gk ada perlawanan