NovelToon NovelToon
Whispers Of Ghost : The Shaman'S Secret

Whispers Of Ghost : The Shaman'S Secret

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Romansa Fantasi / Cinta Beda Dunia / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai / Peramal / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: Seojinni_

Xin Lian, seorang dukun terkenal yang sebenarnya hanya bisa melihat hantu, hidup mewah dengan kebohongannya. Namun, hidupnya berubah saat seorang hantu jatuh cinta padanya dan mengikutinya. Setelah mati konyol, Xin Lian terbangun di dunia kuno, terpaksa berpura-pura menjadi dukun untuk bertahan hidup.

Kebohongannya terbongkar saat Pangeran Ketiga, seorang jenderal dingin, menangkapnya atas tuduhan penipuan. Namun, Pangeran Ketiga dikelilingi hantu-hantu gelap dan hanya bisa tidur nyenyak jika dekat dengan Xin Lian.

Terjebak dalam intrik istana, rahasia masa lalu, dan perasaan yang mulai tumbuh di antara mereka, Xin Lian harus mencari cara untuk bertahan hidup, menjaga rahasianya, dan menghadapi dunia yang jauh lebih berbahaya daripada yang pernah dia bayangkan.

"Bukan hanya kebohongan yang bisa membunuh—tapi juga kebenaran yang kau ungkap."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seojinni_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21 : Malam yang Menghantui, Tumbal yang Terungkap

Langit malam di desa itu tampak lebih gelap daripada biasanya, seolah-olah cahaya bulan dan bintang enggan menyentuh tempat itu. Suara jangkrik dan binatang malam yang biasanya menemani keheningan kini lenyap, digantikan oleh keheningan yang mencekam.

Di dalam penginapan sederhana, Xin Lian duduk di tepi ranjang, menatap jendela dengan tatapan tajam. Bayangan samar dari mimpi sebelumnya masih berputar di benaknya. Adegan darah yang menetes ke tanah, kabut yang semakin pekat, dan tangan hitam besar yang muncul dari dalam bumi terasa begitu nyata.

Dia menghela napas, mengusap peluh di dahinya. "Apa artinya semua ini?" gumamnya pelan.

Di sudut ruangan, Tianlan duduk dengan punggung tegak, matanya menatap tajam ke arahnya. "Apa yang kau lihat dalam mimpimu?" tanyanya, suaranya datar namun penuh rasa ingin tahu.

Xin Lian meliriknya, bibirnya melengkung dalam senyuman kecil. "Kau ingin tahu? Sayangnya, aku tidak suka membagi rahasia dengan orang yang tidak membutuhkannya."

Tianlan mendengus, kembali memalingkan wajahnya. “Kalau begitu, simpan saja rahasiamu. Tapi jangan sampai rahasiamu itu membahayakan kita semua.”

Xin Lian terkekeh, berdiri dan meregangkan tubuhnya. "Tenang saja, Jenderal Tianlan. Aku ini seperti kucing, punya sembilan nyawa. Kalau aku mati, itu pasti karena aku ingin."

 

Sementara itu, di kamar sebelah, Xiao Chuan tidak bisa tidur. Dia duduk di atas tikar jerami yang tipis, menggigil karena udara dingin yang menusuk. Sesekali, dia mendengar suara-suara aneh dari luar, seperti langkah kaki yang berat dan napas kasar yang berderu di udara.

"Kakak Xin, kenapa kau membiarkanku sendirian di tempat seperti ini?" gumamnya, merasa sedikit menyesal telah ikut dalam perjalanan ini.

Tiba-tiba, pintu kamarnya berderit pelan, seperti ada seseorang yang mendorongnya dari luar. Xiao Chuan menahan napas, tubuhnya membeku. Dia memandang pintu itu dengan mata melebar, berharap itu hanya hembusan angin. Namun, suara langkah kaki terdengar semakin dekat, dan bayangan gelap muncul di bawah celah pintu.

"K-Kakak Xin? Kakak Tianlan?" panggilnya dengan suara gemetar.

Tidak ada jawaban.

Pintu itu terbuka perlahan, dan sebuah tangan pucat menjulur masuk. Xiao Chuan menjerit, melompat dari tempat tidurnya dan berlari keluar kamar tanpa berpikir dua kali.

 

Di kamar Xin Lian dan Tianlan, suasana cukup tenang, meskipun hawa dingin terasa semakin menusuk. Xin Lian sudah berbaring di ranjang, selimut menutupi tubuhnya, sementara Tianlan duduk di dekat jendela, memandang keluar dengan penuh kewaspadaan.

Namun, ketenangan itu terganggu oleh suara langkah kaki tergesa-gesa dan teriakan panik dari luar.

"Kakak Xin! Kakak Tianlan! Tolong aku!"

Pintu kamar mereka terbuka dengan keras, dan Xiao Chuan masuk dengan wajah pucat pasi. Nafasnya tersengal-sengal, dan dia memegangi dadanya seperti baru saja berlari maraton.

"Xiao Chuan, kau ini kenapa?" tanya Xin Lian dengan nada malas, meskipun matanya sedikit menyipit karena merasa ada sesuatu yang tidak beres.

"Ada... ada sesuatu di kamarku! Tangan... tangan putih itu... itu mencoba menangkapku!"

Tianlan berdiri, menatapnya dengan tajam. "Apa kau yakin tidak sedang bermimpi?"

Xiao Chuan menggeleng keras. "Aku tidak mungkin bermimpi! Aku melihatnya dengan jelas! Bayangan itu... tangannya... sangat nyata!"

Xin Lian bangkit dari tempat tidurnya, mengikat rambutnya dengan santai. “Kalau begitu, ayo kita lihat. Kalau kau hanya mengganggu tidurku tanpa alasan yang jelas, aku akan memastikan kau menyesalinya.”

Mereka bertiga berjalan menuju kamar Xiao Chuan. Hawa dingin semakin terasa, dan langkah mereka menggema di lorong yang sepi. Ketika mereka sampai di kamar itu, pintunya terbuka lebar, dan suasana di dalamnya tampak jauh lebih gelap daripada seharusnya.

Xin Lian melangkah masuk lebih dulu, matanya memindai ruangan dengan waspada. “Tidak ada apa-apa di sini,” katanya, meskipun dia bisa merasakan kehadiran sesuatu yang tidak terlihat.

Tiba-tiba, suara tawa kecil terdengar dari sudut ruangan, membuat bulu kuduk mereka berdiri. Xin Lian berbalik dengan cepat, tatapannya tajam. “Keluar, sekarang!”

Dari bayangan di sudut ruangan, muncul sosok wanita dengan rambut panjang yang menutupi wajahnya. Tubuhnya kurus kering, dan matanya bersinar merah di balik rambutnya. Dia menatap mereka dengan senyum mengerikan.

Xiao Chuan langsung bersembunyi di belakang Tianlan, tubuhnya gemetar. “Itu dia! Itu yang kulihat!”

Wanita itu melangkah maju, mengeluarkan suara rintihan yang memilukan. Namun, sebelum dia bisa mendekat lebih jauh, Xin Lian mengangkat tangannya, membentuk segel dengan cepat. Cahaya keemasan muncul dari tangannya, membuat wanita itu berhenti dan berteriak kesakitan.

“Apa yang kau inginkan?” tanya Xin Lian dengan suara tegas.

Wanita itu tidak menjawab, hanya terus merintih sebelum akhirnya lenyap menjadi asap hitam.

Xiao Chuan jatuh terduduk, wajahnya masih pucat. “Apa... apa itu tadi?”

Xin Lian menatapnya dengan dingin. “Itu roh penasaran. Mungkin dia adalah salah satu penduduk desa ini yang mati dengan cara tidak wajar.”

Tianlan menghela napas, menatap Xin Lian dengan penuh arti. “Ini hanya awal. Desa ini menyimpan lebih banyak rahasia daripada yang kita duga.”

Xin Lian tersenyum tipis, matanya berkilat penuh semangat. “Semakin banyak rahasia, semakin menarik.”

Namun, di dalam hatinya, dia tidak bisa menghilangkan bayangan dari mimpinya. Adegan darah dan tanah yang bergetar terus menghantui pikirannya. Dia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih besar sedang menunggu mereka di tempat ini.

***

Pasar pagi di desa itu tampak seperti cerminan kehidupan yang enggan bergerak maju. Bangunan-bangunan kayu yang tua dan reyot berdiri berjajar, sementara tanah yang becek akibat hujan semalam membuat setiap langkah terasa berat. Pedagang-pedagang menggelar dagangannya dengan wajah muram, dan pembeli yang datang pun hanya segelintir, berjalan cepat seolah ingin segera meninggalkan tempat itu.

Xin Lian berjalan di depan, mengenakan jubah sederhana yang menyembunyikan auranya yang mencolok. Di belakangnya, Tianlan mengikuti dengan langkah mantap, tatapannya seperti elang yang mengawasi mangsa. Xiao Chuan, di sisi lain, tampak gelisah, sesekali melirik ke sekeliling dengan rasa tidak nyaman.

Ketika mereka mendekati pusat pasar, suara gaduh tiba-tiba menarik perhatian mereka. Di depan sebuah kios kosong, seorang wanita tua berlutut di tanah, tubuhnya gemetar saat dia memohon-mohon kepada seorang pria tua berpakaian mewah. Wajah wanita itu penuh dengan air mata, dan tangannya yang kasar terus menggesekkan telapak tangan di depan dada, memohon belas kasihan.

“Tuan, aku mohon... dia adalah putriku satu-satunya. Suamiku telah meninggal, dan hanya dia yang kumiliki. Aku akan melakukan apa saja, asalkan kau mengembalikan putriku,” ratap wanita itu dengan suara serak.

Namun, pria tua itu hanya mendengus, wajahnya penuh dengan kesombongan. “Beraninya kau menyentuh kakiku, wanita rendahan! Pengawal, singkirkan dia dari sini!”

Dua pengawal besar melangkah maju, wajah mereka dingin tanpa belas kasihan. Salah satu dari mereka mengangkat tangan, siap memukul wanita tua itu.

Namun, sebelum pukulan itu mendarat, sebuah tangan lain yang kuat menghentikannya di udara. Tianlan berdiri di sana, matanya berkilat dingin seperti pedang yang baru diasah. Dengan satu gerakan cepat, dia memutar lengan pengawal itu hingga terdengar suara retakan tulang.

“Beraninya kau menyentuh wanita tua tak berdaya,” kata Tianlan dengan suara rendah, namun penuh ancaman.

Pengawal lainnya mencoba menyerang, tetapi Tianlan hanya perlu satu tendangan untuk membuatnya terjatuh ke tanah, meringis kesakitan.

Pria tua berpakaian mewah itu menjerit marah, wajahnya memerah. “Siapa kau berani membuat keributan di sini? Ini urusan pribadiku, dan kau tidak berhak ikut campur!”

Xin Lian, yang selama ini hanya menonton dari belakang, menghela napas panjang. “Tianlan, kau benar-benar tidak bisa menahan dirimu, ya?” katanya dengan nada malas, namun bibirnya melengkung dalam senyuman licik. Dia melangkah maju, berdiri di samping Tianlan, dan menatap pria tua itu dengan tatapan yang tajam.

“Oh, Tuan, jangan terlalu marah. Kau tahu, orang yang terlalu sering marah biasanya tidak akan hidup lama,” katanya dengan nada manis, namun penuh sindiran.

Pria itu semakin marah, menunjuk Xin Lian dengan jari gemetar. “Kau... kau wanita kurang ajar! Beraninya kau berbicara seperti itu padaku!”

Xin Lian tersenyum lebih lebar, lalu menjentikkan jarinya. Dalam sekejap, bayangan gelap muncul di sekeliling pria itu. Bayangan itu berbentuk seperti anak kecil, namun wajahnya kosong tanpa mata, hanya lubang hitam yang menganga. Bayangan itu mulai berputar-putar di sekitar pria itu, mengeluarkan suara tawa kecil yang menyeramkan.

Pria tua itu tiba-tiba memegang lehernya, wajahnya berubah pucat. Dia terengah-engah, mencoba menarik napas, tetapi seolah-olah udara di sekitarnya telah menghilang.

“Tolong... lepaskan aku!” jeritnya, matanya penuh dengan ketakutan.

Namun, Xin Lian hanya menatapnya dengan dingin. “Kau ingin mencoba mati mendadak? Aku bisa memberimu pengalaman itu sekarang.”

Wanita tua yang masih berlutut di tanah tiba-tiba menarik ujung baju Xin Lian, memohon dengan suara gemetar. “Nona, tolong... jangan bunuh dia. Jika dia mati, aku tidak akan pernah bisa menemukan putriku.”

Xin Lian melotot ke arahnya, tidak senang. “Kenapa kau masih ingin menyelamatkan orang seperti dia? Dia jelas-jelas tidak peduli pada penderitaanmu.”

Wanita tua itu menangis lebih keras, wajahnya penuh dengan keputusasaan. “Putriku... putriku masih bersamanya. Jika dia mati, aku tidak akan tahu di mana putriku berada. Aku mohon, nona, tolong selamatkan dia.”

Xin Lian menghela napas panjang, lalu menjentikkan jarinya sekali lagi. Bayangan gelap itu menghilang, dan pria tua itu terjatuh ke tanah, terengah-engah.

Tianlan menatap wanita tua itu dengan tatapan tajam. “Apa maksudmu? Di mana putrimu?”

Wanita itu mengusap air matanya, suaranya bergetar saat dia menjawab. “Putriku... dia dibawa ke tempat persembahan. Malam ini, mereka akan mengorbankannya sebagai tumbal.”

Mata Xin Lian menyipit, dan aura dingin mulai mengelilinginya. “Tumbal? Apa maksudmu?”

Wanita itu menggenggam tangannya dengan erat, tubuhnya gemetar. “Pria itu adalah pemimpin desa ini. Dia memerintahkan semua ini. Setiap tahun, seorang gadis muda harus dikorbankan untuk menjaga desa ini tetap ‘aman.’ Putriku adalah gadis yang terpilih tahun ini.”

Tianlan mengepalkan tinjunya, wajahnya penuh dengan kemarahan. “Mereka mengorbankan manusia untuk roh jahat? Ini benar-benar tidak bisa dimaafkan.”

Xin Lian tersenyum tipis, meskipun matanya berkilat dengan kemarahan yang tersembunyi. “Sepertinya kita akan menghadiri ritual malam ini. Aku ingin tahu, roh macam apa yang berani menerima tumbal seperti itu.”

Dia berbalik, menatap pria tua yang masih tergeletak di tanah. “Dan kau, Tuan, lebih baik mulai berdoa. Karena jika aku tidak menemukan gadis itu dalam keadaan hidup, aku akan memastikan kau merasakan penderitaan yang lebih buruk daripada kematian.”

Pria tua itu hanya bisa menatapnya dengan ketakutan, tidak mampu berkata apa-apa.

 

Saat malam tiba, suasana desa semakin mencekam. Kabut tebal menyelimuti jalan-jalan, dan suara angin yang berdesir terdengar seperti bisikan-bisikan hantu. Xin Lian, Tianlan, dan Xiao Chuan berdiri di dekat sebuah pohon besar, mengamati dari kejauhan.

Di tengah lapangan desa, sebuah altar besar telah didirikan. Di atasnya, seorang gadis muda dengan wajah pucat terikat dengan tali, matanya penuh dengan ketakutan. Di sekelilingnya, beberapa pria berpakaian hitam berdiri dengan wajah serius, membawa obor yang menyala.

Xin Lian menyeringai, melirik Tianlan. “Siap untuk membuat keributan lagi, Jenderal?”

Tianlan tidak menjawab, tetapi dia menarik pedangnya, matanya penuh dengan tekad.

“Bagus,” kata Xin Lian sambil melangkah maju. “Karena malam ini, kita akan mengubah ritual ini menjadi mimpi buruk bagi mereka.”

***

Tianlan bergerak cepat, membelah udara dengan pedangnya, tetapi langkahnya terhenti seketika saat salah satu pria berpakaian hitam itu menoleh ke arahnya. Di bawah keremangan cahaya obor, wajah pria itu terlihat jelas.

Mata Tianlan membelalak, darahnya seolah berhenti mengalir. “Tidak mungkin...” bisiknya, nyaris tanpa suara.

Pria itu menyeringai, senyumnya dingin dan penuh ironi. “Apa kau terkejut, Jenderal?” suaranya rendah, seperti bisikan angin malam yang menusuk.

“Jingrui... kau seharusnya sudah mati,” Tianlan berkata, suaranya berat dengan kemarahan dan keterkejutan.

Pria itu tidak menjawab, hanya tertawa pelan, tawa yang terasa seperti belati menusuk hati. “Kau tidak tahu apa-apa, Tianlan,” katanya, sebelum mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada bayangan hitam besar di belakangnya.

Seketika, udara di sekitar mereka menjadi berat, aura gelap menyelimuti pasar. Jingrui menatap Tianlan dengan mata penuh misteri. “Kau akan segera tahu... kebenaran yang selama ini kau hindari.”

Dan sebelum Tianlan bisa bergerak, Jingrui menghilang ke dalam kegelapan, meninggalkan kata-kata yang menggantung di udara.

1
Mila Sari
Oh omg lg seru2 knp harus bersambung lg, semangat Thor aku tunggu episode selanjutnya
Mila Sari
lanjut Thor, ceritanya membuatku penasaran,
Mila Sari
terimakasih Thor, penasaran dengan kelanjutan ceritanya,
Mila Sari
terimakasih Thor, seru nih ceritanya
Mila Sari
suka dengan ceritanya, seru aku smpe ikut tegang, Thor d tunggu episodenya yg smkin seru
Seojinni_
Siappp.. tunggu ya, author akan coba update secepatnya.. Krn draft nya kmren keapus semua jd harus nulis ulang 😭
Mila Sari
lanjut Thor, penasaran ceritanya
Mila Sari
semoga berhasil jendral memecahkan misteri kutukan,
Mila Sari
kenapa semakin merinding, d bab ini banyak bayangan yg mengincar mereka
Mila Sari
menegangkan perjalanan pangeran
Mila Sari
seru ceritanya, semakin penasaran
Mila Sari
aku suka banget ceritanya, apa yg akan d temukan di negri kutukan
Intan Hazana
Luar biasa
Seojinni_
good
Ao_Ao_
semakin menarik kak, lanjut
Ao_Ao_
Tianlan yg terfitnah /Facepalm/
Ao_Ao_
mulai deh mulai /Facepalm/
Ao_Ao_
betullllll, aku suka MC yg realistis gini gak terlalu masalalu /Kiss//Kiss//Kiss/
Ao_Ao_
lawak banget dia nih, aku bahkan gak tau siapa aku? /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Ao_Ao_
lanjuttttt kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!