Aurora Clarissa adalah seorang gadis piatu yang dibesarkan di panti asuhan sejak ia masih bayi, dia tidak pernah tahu siapa orang tuanya.
Suatu hari ibu panti memaksa Aurora untuk menikah dengan salah satu putra donatur panti, bagi kebanyakan orang itu adalah sebuah keberuntungan bisa menikah dengan orang terpandang, tapi tidak dengan Aurora, pernikahan ini bagaikan neraka di hidupnya karena telah merenggut kebebasan dan masa mudanya.
Seperti apa kelanjutan dan perjalanan hidup Aurora?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Himeka15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6
Aurora POV
Aku, Chelsea, dan Sherly tetap berada di uks sampai pembelajaran berakhir, kami mengobrol dan bermain perang bantal dan sepertinya kami beruntung karena tidak ada penjaga di sini.
Kami memilih menunggu sudah agak sepi baru mau balik ke kelas. Aku dan kedua temanku mengambil barang-barang kami.
"Kita jalan-jalan kuy," ajak Sherly pada kami.
"Ayo," balas Chelsea.
Aku melihat jam di ponselku dan mendapatkan notifikasi dari bos tempat aku kerja part-time jika hari ini aku libur karena dia sedang pergi ke luar kota.
Aku langsung menyetujui saja ajakan Sherly ke mall terlebih lagi aku barusan mendapatkan uang dari teman-teman sekelas setelah membiarkan mereka melihat tugasku.
Kami bertiga masuk ke mobil sedan milik Chelsea, mobil mulai dijalankan oleh supir pergi keluar dari area sekolah.
Tidak terasa menempuh waktu sekitar 45 menit kami tiba, supir menurunkan kami di pintu masuk, kami bertiga melangkah masuk ke dalam dan mengedarkan pandangan menelisik hal menarik apa yang ada.
Kami menuju lantai tiga dengan eskalator, di lantai tiga mengelilingi semua store yang menjual berbagai macam fashion keluaran terbaru.
Aurora berhenti tepat di depan kaca memandang sebuah gaun pengantin yang sangat indah dengan manik-manik sehingga memunculkan sebuah kilauan dan orang yang melihatnya akan tertarik.
Chelsea menepuk pundakku, "Aurora kau lihat apa?" tanyanya.
Aku menjawab dengan menunjukkan gaun itu dengan daguku. Chelsea dan Sherly melihat dan sesuai perkiraan mereka memandang gaun itu dengan mata yang bersinar.
"Gaun ini sangat indah," ujar Sherly dengan menempelkan tangannya di dinding kaca.
"Kita beli," sambung Chelsea yang sudah melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko.
Aurora menatap Sherly dengan tatapan heran, "penjualnya mau enggak jual gaun ini!"
"Kurasa tidak. Penjualnya pasti mikir kita masih kecil jadi paling dia anggap kita angin lalu," ucap Sherly dengan menangkup kedua pipinya.
Chelsea keluar dengan raut wajah murung dan bisa mereka tebak pasti penjualnya tidak menjual gaun itu padanya.
Aurora menepuk pundak Chelsea, "it's ok kita bisa beli gaun itu tapi tunggu 10 tahun lagi," ucapku dengan tertawa kecil.
"Dari pada lesu gini mending kita pergi makan," ajak Sherly.
"Nanti saja kita belanja skincare dulu," ucapku.
Mereka mengangguk jadi kami berjalan menyusuri toko kosmetik dan make up. Aku membeli moisturizer, sunscreen, lip balm, lip mask, dan berbagai macam produk kecantikan lain agar wajahku tetap cerah dan cantik.
Chelsea dan Sherly juga membeli hampir sama denganku setelah selesai kami memutuskan mampir ke salah satu restaurant yang kami lihat.
Kami duduk di sudut kiri belakang dan langsung memesan makanan yakni, ayam kecap jeruk lima, ayam penyet, dan ayam bakar dengan minumnya avocado juice, strawberry juice, dan manggo juice.
Kami makan dengan begitu lahap apalagi sambal yang pedas berhasil membangkitkan selera makan selesai menghabiskan makanan kami tidak langsung bayar kami memutuskan untuk mengambil selfie dengan berbagai versi gaya yang keren dan unik.
Dirasa kami telah begitu lama di mall jadi kami memutuskan untuk pulang. Satu jam perjalanan aku tiba di panti diantar oleh Chelsea dan Sherly.
Aku melambaikan tanganku sampai bayangan mobil mulai memudar di pandanganku aku langsung masuk ke dalam.
***
Aurora menggerakkan kakinya masuk ke dalam dengan menenteng kantung belanjaan sambil tersenyum riang kadang juga berputar gembira.
Aku begitu kaget melihat ibu Rani yang duduk di sofa dengan menyilangkan kakinya, dia menurunkan kacamata dan meletakkan buku yang dia baca ke atas meja.
"Kau sudah pulang? Pergi mandi dan ganti bajumu setelah itu ke ruangan ibu," ujar ibu dengan suara serak.
Aku cuma mengangguk saja dan segera ke kamarku lalu meletakkan belanjaan di dekat meja belajar, aku ambil handuk serta pakaian ganti terus pergi ke ruang mandi.
Aku segera menyiram tubuhku dengan air lalu membasuh tubuh dengan sabun dan setelah itu aku menyikat gigiku. Aku mengelap tubuhku yang basah kemudian, memakai piyama bergambar beruang putih di tengahnya.
Siap itu aku keluar dari sana terus ke ruangan ibu, aku mengetuk pintu ketika mendengar sahutan dari dalam baru aku masuk.
Ibu menatapku begitu lekat untuk beberapa saat kemudian dia menghela napas begitu kasar sambil memegang kepalanya. Aku bisa menebak sepertinya ada masalah besar yang mau dibicarakan denganku.
"Aurora, tuan Zafar akan mengadopsi-mu," ucap ibu tenang.
Aurora memasang senyum lebar, "tuan Zafar mau mengadopsi aku ibu enggak bohong kan?" tanyaku riang.
"Bukan mengangkat kamu sebagai anak melainkan sebagai menantunya."
Aku tidak mengerti dengan apa yang baru saja ibu katakan walaupun dia sudah bilang secara singkat dan jelas jadi, aku memilih bertanya: "apa maksudmu ibu?"
"Kemarin tuan Zafar datang kemarin, dia meminta agar kamu mau menjadi menantunya untuk putra sulungnya tuan Dion," kata ibu dengan mimik wajah lesu.
Aku menatap ibu dengan tatapan tajam sambil mengepal kedua tanganku kemudian aku berkata: "bilang ke tuan Zafar aku menolaknya."
"Aurora, pikirkan baik-baik masalah ini dengan kepala dingin," bujuk ibu pada putri asuhnya ini.
"Tidak ada yang perlu dipikirkan aku menolaknya," balasku tegas.
Aku segera melangkahkan kakiku keluar dari ruangan ibu dan bisa aku dengar suara teriakkan ibu yang memanggil namaku. Namun, aku memilih untuk tidak menggubrisnya dan terus melangkah sampai ke kamarku.
Aku mengunci pintu kamar dan langsung melempar tubuh kecil-ku ini ke kasur, aku mengangkat kakiku dan menghentak kakiku berguling tidak jelas dan aku juga mengacak dan menarik rambutku secara kasar.
Aku merasa begitu kesal terhadap tuan Zafar yang merupakan donatur panti ini bagaimana bisa dia memintaku anak yang masih kecil ini untuk jadi istri putra sulungnya.
Oh ayolah dia pikir aku akan merasa senang karena jadi menantunya tentu saja tidak. Mereka ingin aku jadi perawat untuk bayi besar mereka yang sungguh menyedihkan itu.
Jika kalian bertanya kenapa aku bisa kepikiran seperti itu karena aku tahu mengenai kondisi putra sulung mereka yang tidak diketahui oleh media mana pun.
Alasan aku tahu tentang kondisinya adalah aku pernah menjenguk Chelsea di rumah sakit karena dia terkena demam berdarah sekitar tiga bulan yang lalu, dan aku tidak sengaja berpapasan dengan istri tuan Zafar bersama putranya Dion.
Dari sana aku mengetahui alasan kenapa Dion tidak pernah berkunjung ke panti bersama ayahnya lagi rupanya dia telah lumpuh secara total.
Aurora memilih untuk tidur saja daripada memikirkan Dion yang membuat mood-nya hancur saja.
Aku merapikan kasurku dan mematikan lampu terus menutup mataku biar aku tidur secara cepat agar kulitku sehat dan segar ketika bangun besok.
POV End
Bersambung
Segi penokohan ya unik biasanya pemeran utama selalu digambarkan secara sempurna tanpa cela. Tapi di cerita ini setiap tokoh memiliki kekurangan masing-masing.