"Kak, ayo menikah?" Vivi yang masih memakai seragam putih merah itu tiba-tiba mengajak Reynan menikah. Reynan yang sudah SMA itu hanya tersenyum dan menganggapnya bercanda.
Tapi setelah hari itu, Reynan sibuk kuliah di luar negri hingga S2, membuatnya tidak pernah bertemu lagi dengan Vivi.
Hingga 10 tahun telah berlalu, Vivi masih saja mengejar Reynan, bahkan dia rela menjadi sekretaris di perusahaan Reynan. Akankah dia bisa menaklukkan hati Reynan di saat Reynan sudah memiliki calon istri?
~~~
"Suatu saat nanti, kamu pasti akan merindukan masa kecil kamu, saat kamu terluka karena cinta..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6
Reynan kini membuka kedua matanya, dia melihat ada kedua orang tuanya yang berada di dekatnya. "Mama, Papa," panggilnya pelan.
"Rey, akhirnya kamu sadar." Rani tersenyum dalam tangisnya. Dia tidak tahu kemungkinan apa yang terjadi setelah Reynan sadar. Dia berusaha menguatkan dirinya apapun yang terjadi nantinya.
Reynan mengedarkan pandangannya dan mencari seseorang yang tidak ada di tempat itu. "Ma, sudah menghubungi Lena? Gaun pernikahan Lena ada di mobil itu, apa rusak?"
Rani semakin menangis saat Reynan justru memikirkan Lena bukan dirinya. "Kamu kenapa mikirin Lena? Pikirin diri kamu dulu. Masalah gaun dan lainnya itu tidak penting, yang penting kamu selamat."
"Sayang, sayang, sudah. Jangan buat Rey semakin sedih," kata Rangga.
"Memang aku kenapa, Ma?" Reynan menggerakkan tangannya yang terasa berat lalu dia berusaha menggerakkan kakinya tapi sama sekali tidak bisa terangkat atau bergeser sedikitpun. "Ma, Pa, kaki aku kenapa?" Reynan membuka selimut yang menutupi kakinya dia melihat kedua kakinya masih utuh tapi sama sekali tidak bisa bergerak.
"Mama, aku kenapa?" Kedua mata Reynan semakin memerah. Apakah dia tidak akan bisa jalan lagi? "Mama aku sudah tidak bisa jalan lagi? Kaki aku tidak bisa digerakkan sama sekali."
Rani semakin menangis dan memeluk Reynan. "Tulang belakang kamu terbentur keras hingga mengenai beberapa saraf. Kamu pasti bisa jalan lagi, Dokter akan memeriksa kondisi kamu lalu mulai menjadwalkan terapi buat kamu."
"Tapi dua minggu lagi aku akan menikah," kata Reynan.
"Kamu masih bisa menikah. Lena pasti bisa menerima kondisi kamu."
"Tapi bagaimana kalau aku akan lumpuh untuk selamanya?"
"Kamu jangan bilang seperti itu, Mama dan Papa akan terus mengusahakan pengobatan kamu." Rani melepas pelukannya saat Dokter datang dan memeriksa kondisi Reynan. Dokter itu menggerakkan kaki Reynan secara perlahan tapi Reynan sama sekali tidak merasakan apapun bahkan saat Dokter mencubit kakinya.
"Apa saya akan bisa berjalan lagi?" tanya Reynan.
"Bisa. Kamu harus yakin bisa." Kemudian Dokter mengajak kedua orang tua Reynan ke ruangannya untuk membicarakan masalah ini.
Vivi menghapus air matanya. Dia harus berusaha terlihat tegar. Dia kini mendekati Reynan. "Maaf Pak Rey, aku tadi terlambat. Jadi aku meminta Kak Farid yang bertemu Pak Remon. Lalu aku mendapat kabar kalau Kak Rey kecelakaan jadi aku langsung ke rumah sakit."
Untunglah saat dia menghubungi Farid, Farid bisa menghandle semuanya. Farid mengambil motor dan dokumennya lalu menemui Remon.
"Iya, tidak apa-apa." Kemudian Reynan mengalihkan pandangannya dari Vivi.
Raina hanya menatap Vivi. Sudah jelas Vivi yang menolong dan menemani Reynan sampai di rumah sakit, mengapa dia bilang kalau dia datang terlambat.
"Pak Rey, eh, Kak Rey tenang saja. Kak Rey pasti bisa berjalan lagi," hibur Vivi. Dia memang bisa menyembunyikan segala kegundahan hatinya dengan semangatnya.
"Harusnya kamu ada di kantor saja sampai pulang nanti. Tidak perlu menungguku di sini."
Iya, tentu saja Vivi memang tidak penting bagi Reynan. Meski hatinya terluka tapi dia masih bisa tersenyum. "Iya, aku hanya ingin tahu keadaan Kak Rey. Semoga lekas sembuh ya."
Tiba-tiba saja Lena masuk dan menggantikan tempat Vivi. "Mas Rey, aku kaget sekali saat dengar Mas Rey kecelakaan. Tidak ada luka yang serius kan?"
Reynan hanya menatap nanar Lena. Jika dia sudah tidak bisa berjalan, pasti dia akan menyusahkan Lena. Apa Lena bisa menerima keadaannya?
"Kaki aku tidak bisa digerakkan, sepertinya aku tidak bisa berjalan lagi. Aku cacat. Apa kamu masih mau menerimaku?" Suara Reynan bergetar menahan sesak di dadanya. Apapun keputusan Lena pasti dia akan bisa menerimanya.
"Aku bisa menerima Mas Rey. Kita akan tetap menikah." Kemudian Lena memeluk Reynan. "Mas Rey pasti sembuh dan bisa berjalan lagi."
"Maaf, mungkin gaunnya rusak."
"Tidak apa-apa. Kita bisa memakai pakaian pengantin yang lainnya."
Melihat mereka berdua, hati Vivi semakin terasa sakit. Dia keluar dari ruangan Reynan tanpa berkata apapun. Berulang kali dia menghapus air matanya yang gagal dia tahan.
"Vi..." Raina menyusul langkah Vivi dan memeluknya. "Kamu tidak apa-apa?"
"I'm fine." Vivi mengusap air matanya lagi lalu menarik napas panjang agar hatinya kembali tenang.
"Aku yakin kamu bisa mendapatkan pria yang jauh lebih baik dari Kak Rey."
Vivi melepas pelukannya dan tersenyum. Bahkan di saat dia menangis, senyuman itu masih mengembang. "Rain, aku tidak apa-apa. Oiya, jangan bilang sama Kak Rey kalau aku yang mengantar Kak Rey ke rumah sakit."
"Kenapa?"
Vivi menggelengkan kepalanya. "Ya, aku gak mau saja Kak Rey tahu. Udah ya, aku pulang dulu." Vivi membalikkan badannya dan pergi meninggalkan Raina.
"Vivi, hati kamu terbuat dari apa sih sampai kamu bisa sekuat ini."
...***...
Sejak hari itu, hidup Reynan telah berubah. Dia hanya duduk di kursi roda. Sudah melakukan satu kali terapi tapi masih belum ada hasilnya.
Hingga hari pernikahannya tiba. Dia sudah bersiap melaksanakan ijab qabul dan resepsi di sebuah gedung pernikahan.
Reynan terdiam di atas kursi roda sambil memandang keluarga dan tamu undangan yang telah datang.
"Rey!" Kedua saudara sepupunya datang dan memeluk Reynan. "Mau menikah, kenapa sedih begini?" Arnav menjotos lengan Reynan. Dia adalah adik sepupu Reynan.
"Entahlah. Mengapa hati aku masih sesak dengan nasib aku."
Arnav juga merasa kasihan melihat Reynan yang duduk di kursi roda dengan kepala yang masih diperban. "Kamu harus rajin melakukan terapi, kamu pasti akan sembuh. Semangat! Sudah ada pasangan, tinggal buat bocil kayak kita." Arnav meraih putranya yang sekarang baru berumur satu tahun.
Reynan hanya tersenyum kecil. Saudara sepupunya sudah menikah dan memiliki anak. Memang dia yang terlambat karena dia sangat sibuk dengan bisnisnya.
Pandangan matanya kini tertuju pada Vivi yang baru saja datang. Vivi tersenyum ke arahnya. Dia akui, Vivi sekarang sangat cantik dengan memakai gaun berwarna putih itu.
Buru-buru Reynan mengalihkan pandangannya karena Vivi terus menatapnya. Dia kini menanti kedatangan Lena dan keluarganya. Harusnya mereka sudah datang. Berulang kali Reynan melihat jam tangannya. Bahkan sampai penghulu datang, Lena belum juga datang, padahal dia sudah menyuruh anak buahnya menjemput Lena.
Beberapa saat kemudian, anak buahnya yang dia tugaskan menjemput Lena dan keluarganya datang seorang diri. Dia mendekati Reynan dan berbisik di telinganya.
Setelah mendengar hal itu, Reynan mengepalkan tangannya lalu dia memutar kursi rodanya dan menggerakkannya menjauh dari meja penghulu.
"Rey, kamu mau kemana?" tanya Rangga sambil menahan kursi roda Reynan karena hampir saja roda itu menuruni tangga.
"Pernikahan ini batal," kata Reynan.
"Batal?"
bersyukur dpt suami yg bucin
slah htor